...
"Kemaren balik bareng pak Malik?"
"Ssstt! Gak enak kalo ada yang denger"
"Tapi beneran?! Kamu? Mau?!"
Labi agaknya malu mengakui, ia seperti menelan ludah sendiri, Lulu tak akan lupa bagaimana luapan jengkel gadis itu kala Malik, sosok guru Fisika yang di idamkan banyak murid, tak ada lelah mengejarnya.
Dan kemarin dengan gamblang, ia mengirim pesan pada lulu jika wanita itu tak perlu khawatir, ia pulang bersama Malik dan saudara perempuannya.
"Ada apa deh? Perasaan baru beberapa hari udah deket banget sampe pulang bareng"
"Kamu tau kan? Aku ke warteg aja dia ajak bareng! Jangan heran kenapa aku sama dia bisa pulang bareng"
"Ya maksudnya awalnya gimana?"
Labi menceritakan detailnya, tentang kebetulan antara mereka, seperti takdir yang sengaja di satukan, bagaimana bisa Malik dan ia berada ditempat yang sama dalam satu waktu.
Lantas setelah mendengar banyak cerita dari mulut pria itu ketika mereka dalam perjalanan, labi sadar mereka punya banyak kesamaan.
"Tuh kan! Udah sama pak Malik aja!"
Sebenarnya pria itu seperti tak punya kekurangan, hanya sikap terlalu 'sok kenal sok dekat' nya saja yang mengganggu, labi tak punya alasan kuat menolak pria itu, kecuali hatinya yang memang tak bisa terketuk untuk pria lain, setidaknya sekarang.
Lulu selalu bertanya, itu karena labi tak berminat menceritakan perihal Lukman pada siapapun lagi, cukup ia dan segelintir orang saja, pun Lulu pasti setuju jika ia dan Malik sama persis masalah percintaan, jika ia menceritakannya.
"Kamu harus mantepin hati, kasian juga pak Malik digantung gitu, paling nggak kalo gak suka, bilang aja, katakan walau menyakitkan!"
"Sok keren bahasa kamu!"
...
Menolak ya?
Labi sejujurnya lelah berurusan dengan hati jika tau rumit begini,
Menolak seseorang adalah beban, pun tak mengatakan apapun sama besar bebannya, masalah hatinya saja belum bisa ia atasi, bagaimana bisa menciptakan masalah hati untuk orang lain?Labi hanya ingin semua tentang hatinya bisa membaik setelah ini, meski masih ada yang mengganjal, akan lebih baik jika suatu hari saat semua sudah berbeda keadaanya ia bisa mengungkapkan itu.
Untuk Malik,
Ia bukan satu satunya pria, labi heran kenapa ia tak pernah goyah meski ada yang berdiri, menawarkan diri dan berjanji untuk menjaganya sehidup semati.Yang menjadi beban hanya karna ia dan Malik masih harus terus bertemu bertahun tahun kedepan karna bekerja di tempat yang sama, ia tak bisa membayangkan seberapa canggungnya itu.
Ia berkonsultasi lagi pada Yemi malam tadi, menanyakan apa sebaiknya membuka hati meski sulit, dan tentu disebrang sana Yemi menjawab iya dengan nada tinggi.
"Kenapa melamun?"
Isyarat tangan itu terlihat setelah ia mendapat tepukan pelan, labi tersenyum menatap sosok yang lebih tua beberapa tahun darinya.
"Aku ngelamun ya?"
Anggukan jadi jawaban pasti.
KAMU SEDANG MEMBACA
📌 MAKMUM TERBAIK
Fanfic[END] Apakah makmumnya ini adalah yang terbaik? Atau Tuhan menetapkan yang lain yang lebih indah?