...
Riuh suara para pemuda, saling bersorak merebut bola sepak yang sudah usang itu, lantas jadi tontonan beberapa pemuda lain yang memberi semangat,
Senyum mereka tanpa beban, tawa mereka terdengar lepas,
Saling menggiring bola, adu bakat hingga senja menyapa dan adzan Magrib hampir berkumandang.
"Udah udah, ayo bersih bersih, abis itu langsung ke masjid cepet cepet!"
Saling berebut untuk jadi yang pertama masuk kekamar mandi umum adalah pemandangan sehari hari, mereka para santri tentu hidup sederhana dan saling berbagi segala hal,
Pria yang agaknya lebih tua disana berbelok keluar area asrama dan membersihkan diri juga,
Tapi ia tak perlu berebut karna status sebagai guru memberikannya keistimewaan."Assalamualaikum.. aduh ustadz Lukman kok kotor gitu?"
"Waalaikumsalam.. iya biasa abis main sama santri"
"Oh.. ustadz-"
"Udah dibilangin jangan panggil saya ustadz, ilmu saya belum sampe"
"Belum sampe apa? Jangan merendah untuk meninggi"
Tawa beratnya terdengar,
Hanya kekehan kecil dan gelengan maklum, ia sudah biasa mendengar hal itu, kenyataanya lama kelamaan ia gerah juga,Sikap rendah dirinya disama artikan dengan sombong tersirat.
"Yaudah.. saya bersih bersih dulu, udah mau magrib, mari pak zul.."
"Iya-eh baru inget, tadi kyai bilang, kalau ketemu kamu suruh bilangin, nanti abis tadarus, temui kyai di pendoponya.. ada yang mau dibicarakan"
"Oh iya.. makasih infonya.. mari, assalamualaikum"
"Waalaikumsalam.."
Langkah kaki itu dibawa lagi kali ini lebih cepat, menuju kamar singgahnya dibelakang asrama,
Kemudian lepas bebersih pria itu beranjak ke masjid dan mengumandangkan adzan,Suara merdunya terdengar keseluruh penjuru pesantren, mungkin hingga daerah sekeliling, suaranya selalu jadi andalan, merdu dan berciri khas,
Memimpin sholat jemaah, hingga dzikir dan doa, lalu tadarus petang yang tak pernah luput, meski ilmunya telah banyak pria itu enggan di panggil ustadz, selalu berendah diri dan berujar ilmunya cetek sekali untuk panggilan sakral tersebut,
Mengabdikan diri dipesantren ini sejak masih mengeja huruf Hijaiyah, sampai menjadi hafidz, tak satupun orang yang tak mengenal pria itu, satu kampung hingga kampung sebelah pun tau siapa dia.
"Eh.. kang Lukman.. assalamualaikum"
Lukman, begitu orang biasa memanggilnya.
"Waalaikumsalam.. dek labi mau ketemu kyai juga?"
"Iya.. Abi manggil tadi.. Mangga kang, duluan"
Ia tinggi, begitu menawan dengan sifat yang pendiam dan mudah senyum, kadang kala jadi incaran banyak wanita, si idola pesantren tangan kanan kyai ini sayangnya tak begitu pemilih soal pasangan hidup, hingga sudah bertekuk lutut sejak lima tahun lalu dengan seorang wanita.
Si gadis beruntung itu bernama Afidah.
Anak kepala desa, pengusaha hewan ternak juga dan salah satu wanita terpandang di kampung dengan gelar pendidikan yang tinggi,
Menikah dengan seseorang yang lumayan berada dan berpendidikan, semua orang berfikir itu adalah berkah dan hadiah Tuhan untuknya yang Soleh selama ini,
KAMU SEDANG MEMBACA
📌 MAKMUM TERBAIK
Fanfiction[END] Apakah makmumnya ini adalah yang terbaik? Atau Tuhan menetapkan yang lain yang lebih indah?