dia juga manusia

377 36 3
                                    

Happy reading

.
.


Aku benar-benar menyesal mengatakan dia mesum, sungguh aku tidak tau kalau dia tuli.
Cukup lama aku menatap buku yang ada di depanku lalu menulis beberapa kata di sana.

“maaf, aku tidak tau”

Dia hanya mengangguk setelah membaca yang aku tulis, tidak berlangsung lama dia meletakkan bukunya di pertengahan meja. Aku tersenyum.

“makasih” ucapku.

Lagi-lagi dia mengangguk seperti mengerti dengan ucapanku, sekarang aku sadar kenapa matanya selalu memperhatikan bibirku. Aku kembali mengambil bukunya dan menulis disana.

“kalo boleh tau, siapa namamu?”

“lee jeno” balasnya.

“aku Moonseabalasku. Aku tersenyum

“kamu indah, sama seperti namamu”

Aku tidak peduli kalau dia mengerti atau tidak dengan yang barusan aku ucapkan.

“Moonsea”

Aku reflek melihat kesamping saat Mina memanggilku.

“kenapa, Mina?” tanyaku.

“mau sekelompok denganku?”

“maksudnya?”

“kau tidak dengar, wali kelas menyuruh kita mengerjakan tugas per-kelompok, satu kelompok masing-masing harus tiga atau empat orang.”

“boleh” jawabku.

“kalau begitu, aku, kamu sama teman sebangku-ku namanya, haechan. Kita satu kelompok.” ucapnya.

Aku terdiam, mataku melihat ke depan masing-masing mereka sudah menentukan teman kelompok dengan menyatukan meja mereka per-kelompok. Pandanganku beralih menatap Jeno yang sedang asik menulis.

Sepertinya dia sudah biasa di kucilkan seperti ini.

“bagaimana kalo kita berempat?” tanyaku.

“satu lagi—dia?”

Aku mengangguk.

“kamu nggak tau kalo dia cacat?”

“aku tau Mina, tapi apa salahnya? Bagaimanapun kita tidak bisa mengucilkan seseorang hanya karena keterbatasan dia.”

“Sea, ini diskusi... Bagaimana cara kita diskusi kalo dia aja nggak bisa bicara” lanjut Mina.

“Mina—”

“kamu kasihan sama dia?” tanya Mina.

Aku terdiam, aku berbalik melihat Jeno yang juga sedang menatapku.

“kamu tidak perlu memaksanya, aku sudah biasa sendiri” ucap Jeno. Dia menulisnya di robekan kertas kecil lalu memberikannya untukku.

Aku menggeleng pelan, walaupun dia tuli dia berhak bersosialisasi karena dia juga manusia. Aku tidak peduli jika dia bisa mendengar ataupun sebaliknya. Tidak adil rasanya jika dia di sisihkan hanya karena dia cacat.

“maaf Mina, kalo kamu tidak bisa menerima Jeno, biarkan aku menerimanya”

Untung bel istirahat berbunyi sehingga perdebatanku dengan Mina terhenti, Mina hanya diam sambil menarik nafas pelan. Sedangkan aku menulis sesuatu untuk Jeno.

ke kantin bareng. Yuk?”

Dia menggeleng pelan.

“kenapa?”

Cacat (Lee Jeno)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang