Happy reading
Langit yang awalnya mendung kini kembali cerah, menyambut sinar matahari yang berseri di atas sana, seolah-olah alam sedang tersenyum dalam kehangatan dan keindahan yang memukau. Seperti seseorang yang tengah berada disamping ku sekarang, ia begitu indah. Walaupun Jeno masih kesal padaku setidaknya aku masih bisa melihatnya seperti ini. Setelah berbicara mengenai banyak hal bersama Mark tadi pagi aku belajar banyak hal. Terutama mengenai diriku sendiri yang awalnya tidak pernah peduli dengan orang lain, namun aku ingin mengenal lebih banyak orang-orang di sekitarku.
Aku terbangun dari lamunanku saat seseorang berdiri di sampingku. Chenle, dia Zhong chenle.
"Sea, bisa aku pinjam bangkumu sebentar?"
"oh, tentu saja" jawabku cepat. tanpa menunggu lama, Chenle duduk di tempatku, sedangkan aku duduk di bangku haechan bertepatan disamping Kim Mina. Meskipun begitu tatapanku tak lepas dari mereka berdua. Aku begitu penasaran dengan apa yang sedang mereka bicarakan.
"kenapa mereka harus berbicara dengan saling mengirim pesan menggunakan handphone?" gumanku pelan.
"kau berbicara apa barusan?" tanya Mina.
"oh. tidak ada ... Mina sepertinya aku harus ke toilet" ucapku cepat lalu pergi meninggalkan kelas. tapi tanpa diduga aku malah berpapasan dengan Mark yang sedang berdiri didepan sambil menatapku.
"M-mark?" ucapku.
"kamu nggak kenapa-kenapa kan?" ucap Mark tiba-tiba sambil menatapku.
"nggak kok, memangnya aku kenapa? Apa ada yang salah dengan wajahku?"
"Tidak juga. Kamu cantik Sea"
"ah, terimakasih atas pujiannya" balasku. tapi Mark tidak memberi respon, Mark terdiam, mata kami bertemu. Sangat jelas aku melihat ketulusan dari mata Mark, tapi sayangnya aku tidak bisa membalas ketulusan itu, bahkan saat Mark membuktikan jika ia begitu dalam mencintaiku bodohnya hatiku malah berteriak menginginkan orang lain, dan orang itu tak lain adalah Jeno. Lee Jeno, saudara Mark. Entah itu saudara kandung ataupun tiri.
"kenapa kamu bisa mencintai jeno, Sea?" ucap Mark tiba-tiba, bahkan disela-sela tatapan kami, suara serak Mark terdengar begitu menyedihkan.
"molla" jawabku.
"molla? ... sebenarnya apa yang kamu harapkan dari si cacat itu?"
Si cacat? Tetap saja Mark memanggil Jeno dengan si cacat. Aku menggigit bibir bawahku sekali-kali menghela nafas sebelum kembali berbicara.
"dengar, Mark. Tidak ada alasan untuk mencintai seseorang... karna itulah ketulusan."
"sudah kuduga, kamu saja tidak tau alasannya, dengan begitu. apa pantas kamu berbicara kalau kamu mencintainya? Tidak, kamu hanya keliru, Sea."
"jadi maksudmu? Aku mencintaimu bukan Jeno, begitu?"
"tepat sekali," ucapnya bangga.
"dengar Mark, aku memang tidak mempunyai alasan, tapi aku bisa merasakannya."
dengan cepat aku memeluk Mark erat, membiarkannya merasakan seberapa kencang jantungku berdetak.
"kamu bisa merasakannya?" bisikku.
tidak ada jawaban, aku melepaskan pelukan kami, aku dapat melihat dengan jelas, Mark terdiam membisu seperti memikirkan banyak hal.
"itulah yang namanya keliru, Mark... Aku tau kamu bisa merasakan jantungku berdetak normal, ... apa itu cukup membuktikan kalau aku tidak pernah mencintaimu."
Mark, masih terdiam mencerna kata demi kata yang aku ucapkan, sebelum aku kembali melanjutkan ucapanku.
"jujur aku tidak tau kenapa aku bisa mencintai Jeno, saat melihatnya rasanya begitu hangat, aku begitu nyaman saat bersamanya, jantungku berdetak begitu kencang saat Jeno menatapku, memelukku dan juga saat dia tersenyum padaku... Aku bisa merasakannya, Mark."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cacat (Lee Jeno)
Fiction généraleLee Jeno, laki-laki yang begitu sempurna dengan kekurangannya, laki-laki tuli dan juga bisu yang memiliki hati selembut salju. Bahkan dengan kekurangannya, ia tidak pernah mengeluh meskipun keluarganya malu dengan kekurangannya, namun ia begitu teg...