Pagi ini begitu mendung walaupun tidak hujan namun angin terus bertiup dengan sejuknya. Aku menatap kosong di Balik jendela yang masih terlihat sepi. Beberapa dahan bergoyang kesana kemarin, jika pohon-pohon itu adalah bambu, mungkin mereka sudah menciptakan Suara yang merdu. Tapi tidak semua hal akan terjadi sesuai dengan apa yang kita inginkan. Begitu juga dengan apa yang aku inginkan. Semuanya terjadi begitu cepat, aku bahkan tidak bisa membentengi satu persatu fakta yang begitu menusukku.
Seharusnya dari awal aku tidak menghindar, seharusnya dari awal aku menolongnya, bukan melarikan diri seperti seorang pengecut. Sekarang aku akan menerima semua kesalahanku, aku akan menerima kalau Jeno sekarang membenciku... aku menyesal, aku salah, aku tidak pernah ada saat Jeno membutuhkanku, sampai akhirnya ia terbiasa dengan kesendiriannya.
Sudah beberapa Minggu terakhir kejadian itu terjadi namun saat ini Jeno masih membenciku, ia bahkan Engan melihat ku. Bahkan ratusan pesanku tidak pernah ia balas. Dadaku begitu sesak saat Jeno terang-terangan menjauhiku. Aku bisa melihat selama Jeno menjauh, Mark juga tidak mengganggunya. Hanya terkadang Jeno terlihat begitu marah saat orang-orang berbicara tentang ibunya, walaupun ia tidak pernah melawan sedikitpun.
Tapi setidaknya aku merasa lega saat Jeno mempunyai teman baru sekarang, namanya 'Zhong Chenle' dengan begitu aku tidak perlu merasa terlalu banyak khawatir.
Aku terus bergumam sampai tidak menyadari dari kapan aku berjalan? Aku menghentikan langkahku saat mataku dan Jeno saling menatap satu sama lain. Namun beberapa detik kemudian Jeno mengalihkannya dengan pergi menghiraukan aku.
"Sea!"
Reflek aku berbalik saat seseorang memanggilku dari belakang sana. Itu Mark, saudara Lee Jeno. Sekaligus sahabat kecilku. Awalnya sulit untukku percaya jikalau mereka berdua bersaudara. Terlebih lagi aku tidak pernah bertemu dengan Jeno pada saat itu, padahal hampir setiap hari aku bermain bersama Mark di rumahnya.
"kok diam? Lagi mikirin apa?"
"ah, tidak ada" jawabku saat tersadar dari lamunanku.
"sejak kapan kau berada disini? Sepertinya kau datang terlalu pagi"
"ah, itu... Iya aku sepertinya aku terlalu bersemangat"
"sepertinya raut wajahmu berbicara sebaliknya"
"benarkah?"
"kau begitu bodoh dalam berbohong Sea... Sebagai sahabatmu dari kecil, bagaimana mungkin aku tidak tau"
"aku hanya sedikit pusing"
"aku tau si cacat itu mengabaikan mu"
"si cacat!? Yang benar saja dia adikmu"
"omong kosong, si cacat itu bukan adikku"
"apa karena kalian saudara tiri?... tapi bagaimanapun juga, Jeno itu tetaplah adikmu."
"Jika dia adikku, tidak mungkin ayah dan ibu menganggap Jeno sebagai pembawa sial. Dia sudah beberapa kali mencoba membunuh ibuku. Apakah masih pantas dia disebut adik? Sejak awal, aku tidak pernah menganggapnya sebagai adikku. Mengapa kamu selalu membela dia? Apakah kamu merasa kasihan padanya?"
"tidak Mark. Kau salah paham, Jeno tidak mungkin melakukan hal seperti itu, sebenarnya apa yang sedang kamu pikirkan?"
"tetap saja, kamu masih membelanya."
"kamu salah paham Mark,!" teriakku saat Mark sudah beranjak beberapa langkah. Namun aku menarik nafas lega saat Mark menghentikan langkahnya lalu berbalik ke arahku.
"Sea, kenapa begitu sulit meyakinkanmu untuk percaya padaku?"
"tidak Mark, aku hanya ingin kalian saling menyayangi layaknya seorang adik kakak"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cacat (Lee Jeno)
Fiksi UmumLee Jeno, laki-laki yang begitu sempurna dengan kekurangannya, laki-laki tuli dan juga bisu yang memiliki hati selembut salju. Bahkan dengan kekurangannya, ia tidak pernah mengeluh meskipun keluarganya malu dengan kekurangannya, namun ia begitu teg...