7. Puzzle

375 42 7
                                    

Solar memasuki kamarnya dengan perasaan tak karuan, sesaat setelah menutup pintu kamar dia hanya berdiri didepan pintu dengan pandangan lurus. Netranya memejam beberapa detik, dengan hembusan napas panjang Solar berusaha menenangkan hatinya dengan mengusap wajah.

Dia mengambil tempat duduk didepan meja belajarnya, memandangi sampul buku paket pelajaran sejarah tepat didepannya dengan tangan terlipat.

Sebenarnya dia tak benar-benar punya tugas yang harus dikumpulkan besok, tadi hanya alibi Solar untuk masuk kamar memenangkan hatinya tanpa membuat yang lain curiga.

Tak ada yang salah disini, Solar hanya lelah dan mungkin itu yang membuat pikiran aneh datang membuatnya jadi mudah terbawa suasana hanya karena hal sepele.

Punggungnya dia sandarkan, berusaha untuk merilekskan tubuh seraya memejamkan mata dengan kepala mendongak.

Disaat seperti ini Solar jadi merindukan sosok Ibunya, jika saja Ibunya masih ada disini pasti saat Solar memiliki tempat untuk berkeluh kesah tentang sikap yang lain padanya.

"Kenapa selalu Thorn..."

===

Bangun di pagi hari ini tidak ada yang spesial bagi Taufan, seperti biasa dia akan menjadi orang yang bangun urutan ke dua dikamar ini. Setelah Gempa dan sebelum Halilintar, lalu melakukan ritual paginya yaitu membangunkan Halilintar dengan cara di luar nalar adalah suatu rutinitas yang tidak akan bisa dihilangkan.

Siap dengan seragam yang membalut tubuhnya Taufan memandangi wajahnya di depan kaca sembari hati yang terus bergumam memuji dirinya sendiri, confident itu penting.

Dikamar mandi masih ada Halilintar yang tengah melakukan ritualnya membersihkan diri, dengan ide jahil cemerlang Taufan berjalan mengendap mematikan lampu kamar mandi lalu berlari keluar kamar diiringi tawa setan.

Lalu sesuai dugaan, suara Halilintar terdengar menggelegar disetiap sudut ruangan.

"TAUFAN!"

Taufan terkikik geli sembari berjalan menuju dapur, menghampiri Blaze dan Thorn yang terlihat sudah siap.

Gempa menggelengkan kepalanya, sudah tidak heran.

Bruk!

Karma instan terjadi, Taufan mengaduh penuh kesakitan merasakan kakinya menabrak meja makan, Blaze menyahut dengan tawa dan Thorn menatap iba sang kakak.

"Siapa sih yang naruh meja disini?!" marah Taufan entah pada siapa.

"Dari lo belum lahir juga nih meja udah ada disini jamaludin!" geram Blaze.

"Sudah! Ayo sarapan!" ujar Gempa selesai menyiapkan sarapan pagi ini.

"Solar!" panggil Gempa ketika melihat si bungsu turun, sudah siap dengan ransel sekolahnya.

"Ayo sarapan"

"Aku buru-buru bang, ada piket."

"Kan ini masih pagi, Lar. Sarapan dulu, nanti dimarahin bang Hali lho" kata Taufan.

"Nanti gue sarapan di kantin aja, gue duluan" dan sebelum Gempa kembali berujar tak setuju Solar sudah berlari keluar.

"Tumben, biasanya juga masih sempet sarapan." gumam Blaze, namun tak terlalu ambil pusing dengan Solar. Dia mengambil nasi dan lauk bersiap memulai sarapannya.

"Jatah Solar berarti buat gue ya." Blaze tertawa senang, mengambil makanan dengan rakusnya.

"Abang rakus, kaya setan." komen Thorn.

===

Dalam hidup, ada saat dimana manusia pasti akan dihadapkan oleh suatu pilihan. Antara satu pilihan dengan pilihan yang lainnya yang sangat membingungkan, jalan mana yang akan diambil untuk melanjutkan hidup ini.

PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang