24. Puzzle

163 26 2
                                    

Boboiboy dkk hanya milik Monsta, saya hanya meminjam karakternya saja.

Cerita ini murni ide saya.

Fanfic, Drama, Humor, Hurt, Family, Angsat?, Elementals Siblings.

.

.

.

HAPPY READING!

===

Malam hari setelah makan malam, mereka memutuskan berkumpul di ruang tengah, dengan televisi yang menyala menampilkan kartun dua anak kampung kembar bersama teman-temannya.

Biasanya saat semuanya lengkap berkumpul begini, yang terjadi hanyalah kebisingan dari mereka yang selalu meributkan dan memperdebatkan hal-hal terkecil.

Namun berbeda dari biasanya suasana kali ini hanyalah keheningan yang terjadi, mereka saling melirik satu sama lain tanpa berniat membuka mulut hingga Gempa lah yang pertama kali melontarkan kata untuk pemecah keheningan yang terjadi.

"Jadi abang gagal buat masuk?" Gempa bertanya memastikan.

"Bahasanya jangan gagal dong, berasa kaya gimana gitu." keluh Taufan melengkungkan bibirnya kebawah.

"Iya, iya. Ngga diterima," ralat Gempa.

"Yah, begitulah." balas Taufan seadanya.

"Sudah kuduga." timpal Ice.

"Terus tiga minggu ini abang ngapain aja disana kalo emang ngga diterima?" sahut Blaze bertanya.

"Ya nunggu hasilnya ini, apalagi?"

"Kirain udah betah banget tinggal disana," cibir Blaze.

"Lah, ya pasti betah. Orang tinggal di apartemen mewah sendirian lagi, bebas mau ngapain dan kemana aja disana." timpal Solar.

Taufan menarik kedua sudut bibirnya tipis mendengarnya. Ya, benar yang dikatakan Solar, harusnya dia memang betah tinggal disana.

Semuanya sesuai dengan apa yang dia harapkan, tinggal sendirian, tidak ada yang mengatur dan ikut campur tentang apapun yang akan dia lakukan, tidak ada batasan jam pulang. Terlihat menyenangkan.

Taufan pikir semua itu adalah hal yang dia butuhkan selama ini, namun nyatanya saat menjalaninya sendiri semua tak seindah dengan apa yang dia harapkan.

Rasanya berat saat bangun di pagi hari dia hanya dapat termenung diatas tempat tanpa ada sosok Gempa yang mengomelinya, atau menyuruh dia membangunkan yang lain. Berat rasanya menjalani pagi tanpa harus menjahili Halilintar, tidak ada suara teriakan yang memanggil namanya dengan nada marah, wajah yang merah padam dengan mata setajam silet seolah akan memakannya hidup-hidup.

Berat rasanya menjalani pagi tanpa mencium aroma masakan khas Gempa, atau melihat keributan kecil yang di lakukan adik-adiknya dimeja makan.

Taufan tak terbiasa menjalani pagi tanpa semua itu, walau tiga minggu telah mencoba terbiasa nyatanya Taufan tidak bisa.

Nyatanya Taufan memang tidak butuh itu semua, dia hanya butuh jeda agar menyadari bahwa dirumah inilah satu-satunya tempat dia bisa merasa nyaman.

"Gimana bang rasanya tinggal sendiri?" tanya Blaze.

"Ya begitu" jawab Taufan menggantung tak menjawab dengan benar.

"Abang jangan sedih, kan masih bisa lanjut disini" Thorn berujar menenangkan sang kakak, mengelus pelan punggung Taufan yang memang tepat berada disampingnya. Dia berusaha sedikit memberikan kata-kata penyemangat agar Taufan tidak terlalu sedih memikirkannya.

PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang