14

912 43 3
                                    

Reksa menatap lekat mata istrinya tersebut. Menggenggam dengan erat, mencoba menyalurkan rasa kasih sayangnya pada Jex.

Jex menghela nafas, bimbang akan bercerita pada Reksa atau tidak. Memang Reksa juga sahabat Marvin, tapi apakah tidak apa apa?

"Kenapa sayang? Ada apa?" tanya Reksa kembali. Mencoba mencari tau langsung dari Jex. Tidak ingin mencari tau dengan cara diam diam, takutnya terjadi kesalah pahaman.

"Intinya begitu, Bub." Jawab Jex dengan spontan.

Reksa menghela nafas, "oke, kalo kamu belom mau cerita sekarang gapapa. Asal, nanti cerita ke aku, ya?" Ujar Reksa. Jex mengangguk, cukup merasa bersalah namun demi kebaikan (?)

~~~~~

Gua ... Gua bingung, ucap lelaki tersebut dengan nada yang lesu.

'Maksudnya gimana sih, argh!' Sahut lelaki yang berada di sebrang.

Gua sayang, tapi gua merasa bosan dan letih .... Helaan nafas menandakan betapa lelah dan pusingnya memikirkan perasaannya.

'Coba lu bilang baik baik sama Alaska, biar dia tau juga dan memperbaiki diri. Jangan lo ambil keputusan dengan sepihak. Lu gak mikirin perasaan Alaska?' Nasehat Jex. Sebisa mungkin, Jex menyadarkan agar Marvin mempertahankan rasa sayang dan cintanya tersebut untuk Alaska.

Gua takut, gua takut dia marah. Isakan terdengar, Marvin benar benar menangis.

'Tapi Alaska bakal lebih marah lagi kalo lu gak jujur sama dia.' Sahut Jex. Jex benar benar tidak habis pikir dengan Marvin.

Marvin termenung, mencoba mencerna dan mencoba menerima apa yang Jex katakan. Larut dalam pikirannya, tak terasa jika Jex sudah mematikan sambungan telfon secara sepihak.

Marvin membuka galeri foto, membuka satu foto yang sangat sangat dia sukai daripada yang lain.

Foto dirinya dengan Alaska, dengan perut yang sudah terisi janin. Buah cinta Marvin dan Alaska.

Menatap sendu Alaska yang tersenyum sangat lebar, matanya selalu memancarkan tanda cinta dan kasih sayang.

Marvin tersadar, ia tidak pernah kekurangan harta maupun kasih dan cinta Alaska sedikit pun. Namun, kenapa dia masih merasa seperti seseorang yang kekurangan?

Seharusnya dia bersyukur, masih banyak pasangan pasangan 'pihak bawah' sepertinya yang menunggu 'sang dominan' mencintainya dengan sepenuh hati.

Sedangkan, Marvin yang sering membuat masalah saat jaman SMA sudah mendapatkan kasih sayang dan cinta Alaska tanpa harus mengemis atau meminta minta.

Lo harusnya bersyukur, Vin. Masih banyak orang yang nunggu cinta sama pasangan mereka. Masih banyak yang berharap mereka dicintai balik. Lu, tanpa minta atau ngelakuin effort lebih Alaska aja udah cinta mati sama lu. Ucapnya dengan membantin, tangannya terus mengusap wajah Alaska yang tersenyum lebar diponselnya.

Saat asik dengan lamunannya, ada panggilan telfon yang membuyarkan segala lamunan dan renungan yang sedang dia jalankan.

Dimas? Ngapain nih anak? Gile, nyari mati aje. Marvin menggelengkan kepalanya, namun tetap dia angkat panggilan tersebut.

'Napa, dim?' tanya Marvin.

'...' Marvin melotot terkejut, dia benar benar terkejut dengan penuturan Dimas.

'Jangan sinting lu!' elak Marvin, bagaimanapun dia masih normal dan masih berpikir jernih.

'...'

'Gua semakin yakin, kalo lu abis kejedot tembok abis itu dihinggapi cicak sama kemasukan setan.' ucap Marvin dengan ngelantur tak jelas.

'...' Dimas terkekeh dengan ucapan ngelantur Marvin, seakan itu adalah hal yang terlucu dan tergemas yang ada.

'Udah udah, kek orang sinting lu yang ada. Bobo sono! Bye!' Marvin menutup panggilan telfon secara sepihak, dadanya naik turun.

Ada sesuatu yang aneh, tak bisa dijelaskan. Namun, yang jelas pipinya memerah. Matilah sudah, jika Alaska tau.

Marvin menepuk pipinya pelan, mencoba menteralkan otaknya yang sudah kemana mana. Sadar, Vin, Sadar. Lo udah punya suami, lo gak pernah kekurangan kasih sayang, harta dan lainnya. Sadar Vin, lu gak ada pernah nemuin cowok kayak Alaska. Batinnya, mencoba terus menyadarkan dirinya sendiri.

Dentingan pesan terus berbunyi, Marvin membuka ponselnya dan ternyata Alaska yang memberi pesan.

My husband🫶

Syng, maaf ya aku gk bs pulang. Aku bnyk bngt pekerjaan, tpi bs kok buat sekedar vc.

Gapapa Aka, smngt ya bkrjanya.

Bsk, aku buat mskn yg bkl enk bngt.

Biar entr pas kmu plng, gak ngerasa cpek lgi.

Mksh ya syng, maaf krn gk bs pulang.

Gapapa buubb. Smngt oky??

Okyy syngg💗

Ada perasaan sedih yang hinggap pada perasaan Marvin. Walaupun dia merasa 'sedikit' bosan dengan Alaska, namun jika harus berjauhan tentu tidak bisa.

Marvin memencet tombol video call, tak lama Alaska mengangkat panggilannya.

Senyum bahagia sangat tertera pada diri Marvin. Dia bahagia bisa bertemu Alaska, walaupun Alaska tidak bisa pulang.

Tidak apa apa, asal Alaska tetap disampingnya. Maka Marvin akan sangat sangat bahagia, berkali kali lipat bahagianya.

'kangen banget ya sama aku?' tanya Alaska sembari terkekeh. Marvin mengangguk, bibirnya melengkung kebawah.

'kenapa sayang, kok bibirnya melengkung kebawah begitu?' tanyanya lagi. Bukannya menjawab, Marvin malah menelungsupkan wajahnya pada kedua lengannya.

'Marvin kangen sama Aka.' Ujarnya yang masih dapat didengar jelas.

'maaf ya sayang, sebisa mungkin aku cepetan pekerjaan aku. Biar aku bisa pulang, peluk kamu lagi, cium kamu lagi, bobo sama kamu lagi.' ucap Alaska dengan tatapan yang tak lepas dari Marvin.

Marvin terisak, dia sedih, sedih sekali. Rasa bersalah semakin memuncak, dia menyayangi Alaska lebih dari siapapun. Alaska adalah dunianya, miliknya, dan kesayangannya. Juga dominan sekaligus suami yang sangat sangat sangat perhatian.




Haiiiiiiiii, balik lagi nihhhhh. Maap ya baru up lagi. Ide + alur baru on lagi kemaren, makanya kemaren niat buat lanjutin hehehe.

ALASKA (S2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang