20

821 42 2
                                    

Semangat bacanya, hehe










"Kamu cerita aja kronologinya, aku mau denger langsung dari kamu." Tutur Alaska. Marvin dapat melihat mata Alaska yang menyimpan banyak sekali raut kekecewaan.

"Setelah aku telfonan sama Jex, aku dichat sama Dimas. Nah, Dimas bilang kalo dia mau dateng. Aku udah nolak tapi dia maksa." Ungkap Marvin.

"Bener kamu udah nolak?" tanya Alaska tak percaya. Marvin mengangguk dengan cepat.

"Bentar, aku punya buktinya." Marvin dengan cepat mencari dimana ponselnya. Setelah ketemu, dia segera membuka roomchat dirinya dengan Dimas.

Memang benar, Marvin sudah menolak agar Dimas tidak datang. Tapi dengan pandainya Dimas bilang jika ada sesuatu yang urgent.

"Lalu, kenapa bisa sampai ciuman bibir?" Ces, ces, ces. Kira kira begitulah perasaan Marvin.

"Harus banget ya, Ka, jelasin kata ciuman bibir?" Marvin tau ini kesalahannya, namun dia hanya ingin kata ciuman bibir tidak usah diperjelas.

"Maaf ...." Sahut Marvin dengan kepala yang menunduk.

"Aku udah maafin kamu, aku cuman butuh kronologi aja." Sanggah Alaska.

Marvin menarik nafas dalam, mencoba terus menahan air matanya yang akan mengalir. "jadi ... setelah aku kasih Dimas minum, kami bicara sebentar. Terus ... aku tanya sama Dimas, apa yang urgent. Dan tiba tiba ...." Marvin tak sanggup melanjutkan kata katanya. Air matanya terus mengalir seperti hujan yang membasahi bumi.

Alaska diam, tak memeluk, tak memberi kata penenang. Dia hanya memandang Marvin dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

Marvin terus menangis, sesekali ingusnya keluar dari kandang. Namun, karena biasanya yang selalu lap Alaska, jadi Marvin tak lap pakai tisu melainkan disedot atau di lap memakai bajunya.

Alaska menghela nafas kasar, dia menggeser tubuhnya ketepi kasur untuk mengambil sekotak tisu yang tak terlalu jauh dari jangkauan.

"Nih." Sapuan suara Alaska mampu membuat Marvin mendongak dan mengambil selembar tisu yang diberi Alaska.

"Suaranya ... kayak waktu SMA. Dingin ...." bibir Marvin melengkung kebawah. Biarlah dibilang cengeng. Marvin gak suka denger nada Alaska yang kayak waktu SMA.

"To the point." Marvin cukup terkejut, jarang jarang melihat Alaska dengan wajah seriusnya itu.

Marvin menelan ludah kasar, "setelah itu ... Dimas tiba tiba cium bibir aku ...." dan kembali tangis Marvin pecah. Jika dihitung, mungkin 2 atau 3 kali dia menangis.

Alaska mendengus, menarik Marvin kedalam pelukan. Marvin menyambut pelukan Alaska dengan erat.

"Maaf." Ungkap Marvin yang terendam pada dada bidang Alaska.

"Udah aku maafin." Jawab Alaska. Marvin menggeleng cepat, dia tidak percaya Alaska memaafkannya.

"Maafin aku ... maaf ... maafin aku", ucap Marvin berkali kali. Tangisannya benar benar pecah ketika dirinya mengucapkan maaf.

Jujur saja, dari lubuk hati yang paling dalam, Alaska tak tega harus berlaku kasar seperti ini pada istrinya.

Alaska memberanikan diri untuk membalas pelukan istrinya. Alaska selalu menaruh pemikiran jika masalah masih bisa diperbaiki, maka sebisa mungkin diperbaiki dan dilupakan.

"Udah, jangan nangis. Cup, cup. Aku udah gak marah, jangan nangis lagi, ya." Alaska menenangkan Marvin dengan lembut. Sebisa mungkin, bahkan kalau bisa jangan sampai membuat Marvin semakin kepikiran.

"Kamu mau apa? Atau dedek bayinya mau apa?" tanya Alaska mencoba mengalihkan permasalahan tadi.

"Kamu jangan marah ...." pinta Marvin.

"Engga sayang, aku gak marah. Udah, kamu mau apa? Ayam kecap? Nasi uduk? Seafood?" tanya Alaska.

"Hm, ayam kecap aja. Boleh?" tanya Marvin.

"Of course, I would do anything for my beloved Marvin." Marvin tersenyum hangat, Alaska pandai mengalihkan semuanya.







Sekarang Marvin dan Alaska sudah berada di dapur. Dengan Alaska yang menjadi chef dan Marvin yang menjadi asistennya.

Kedua keturunan Adam dengan riang saling membantu membuat masakan yang lezat. Saling mencicip dan saling mengoreksi untuk menghasilkan makanan yang begitu lezat.

"Yeey, akhirnya jadi!" Pekik Marvin dengan riang. Tak sadar jika sudah beberapa kali dia melompat kecil karena kegirangannya itu.

"Hey, hey, hati hati sayang. Nanti kamu jatuh!" Peringat Alaska. Marvin tersenyum memperlihatkan deretan giginya.

"Iya, maaf ya." Alaska mengangguk. Masakan tersajikan dengan rapi dan enak. Keduanya saling menyuapi satu sama lain.

ALASKA (S2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang