19

741 41 10
                                    

Semangat bacanya
















Marvin menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Dirinya merasa malu, kotor dan terhina.

Marvin menangis sesegukan, hingga matanya sembab. Tak berani memberi tau Alaska dengan apa yang terjadi padanya. Ini kesalahannya, juga kesalahan Dimas.

Sudah sekitar setengah jam Marvin terus menangis, hingga barulah dia sadar jika dia merasa rambutnya dielus.

Jujur, Marvin merasa ketakutan. Takut hal yang baru saja dia alami terjadi lagi untuk yang kedua kalinya.

"Jangan nangis, ya, sayang. Aku ada disini." Deg, suara detakaj jantung yang berpadu dengan cepat. Marvin segera membuka selimutnya, menatap Alaska dengan sayu.

"Sini aku peluk, aku liat sayang. Gapapa, jangan nangis ya", ucap Alaska dengan lembut. Jujur saja, sakit memang melihat Marvin yang terpergok berciuman dengan Dimas.

Namun tak ada energi untuk sekedar marah marah atau berlaku ekspresi yang berlebih. Alaska masiu sayang Marvin, dia juga menyayangi bayi yang dikandung Marvin.

"Maaf, maafin aku. Aku minta maaf, aku bodoh, aku ... aku gagal, aku udah khianati kamu, aku minta maaf. Aku ... aku kotor, aku hina, aku gak pantes lagi ...." Alaska menaruh jari telunjuknya tepat dibelahan bibir Marvin yang sudah derai air mata.

"Udah, jangan sedih, gapapa. Aku gapapa, jangan bilang begitu lagi ya sayang. Sini aku peluk." Alaska melebarkan kedua tangannya. Sedangkan Marvin menatap ragu Alaska, antara harus memeluk atau tidak.

Karena merasa lama, Alaska menarik tubuh Marvin kedalam pelukannya. Gak lama, dia merasa dadanya basah. Marvin lagi lagi menangis.

"Akh ... Aka, sakit ...." Alaska yang mendengar rintihan Marvin segera menelfon dokter untuk memeriksa Marvin. Namun dengan cepat dicegah oleh Marvin, sehingga saat dokter itu menjawab, Marvin mengatakan salah nomor.

"Gak usah telfon dokter, elusin aja perut aku ...." Pintanya. Alaska melaksanakan permintaan Marvin. Dengan pelan, dia mengelus perut buncit Marvin.

Sesekali dia beri kata kata penenang, agar bayi yang dikandung Marvin tak bereaksi yang berlebihan.







~⁠>⁠'⁠)⁠~⁠~⁠~







Sedangkan ditempat lain, sendari tadi Dimas tersenyum sendiri dengan apa yang barusan terjadi.

Bibir manis Marvin, begitu menggoda. Tak tahan sudah dia melumat bahkan sedikit memberikan tanda kepemilikan pada leher Marvin.

"Cepat atau lambat, lo bakal jadi milik gua Marvin Draxen Aksara." Dimas menatap wajah milik Marvin yang terpatri cantik pada bingkai foto.

"Sayang banget, kenapa lu harus terima Alaska? Kenapa gak mau sama gua aja?" tanya Dimas dengan sendu. Berkali kali jempolnya mengusap wajah Marvin dengan lembut.

"Suka gak suka, bakal gua rebut. Itu janji gua." Dimas menaruh kembali bingkai foto Marvin. Mengambil jaket dan kunci mobil untuk pergi entah kemana.

•>

"Kamu mau apa?" tanya Alaska yang sedang menyeduh susu untuk Marvin minum.

"Kamu disisi aku aja." Jawab Marvin. Setelah selesai menyeduh susu hamil, Alaska duduk disamping Marvin sambil menatap lekat Marvin yang sedang asik minum susu.

"Kalo udah selesai, kita ngomong berdua di kamar ya. Aku duluan." Tak ada balasan dari Marvin. Dirinya hanya menatap gelas yang sudah kosong.

''

"Kamu mau bicara apa?" tanya Marvin memulai topik. Dapat dilihat dari raut kecewa Alaska, namun Alaska masih tetap pandai menyembunyikannya.

"Gimana ceritanya Dimas dateng kerumah?" tanya Alaska. Seketika Marvin gugup mendengar pertanyaan Alaska.

"Dia yang nelfon kalo mau dateng, kamu bisa cek hp aku." Jawab Marvin dengan jantung yang terus berdebar. Apakah Alaska akan semakin marah? Sudahlah, Marvin ingin menangis rasanya.

ALASKA (S2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang