16; the end

540 16 0
                                    

Don't forget to like this part ⭐

~HAPPY READING~

Suara bising klakson yang saling bersahutan menemani empat orang remaja yang tengah habiskan malam panjang mereka di dalam mobil yang sengaja Bumi parkir kan di tepian jalan. Dua jam lalu Giri menelfon dan menginterupsi mereka untuk menemaninya keliling Jakarta. Jadilah dengan sangat terpaksa, di malam Minggu yang pastinya macet dan ramai itu tiga orang remaja mendedikasikan dirinya untuk menemani si newbie broken home.

“Bonyok lo udah cere, masih ribut emang?”

Giri menatap Bumi yang berada di bangku kemudi, “atas dasar apa lo ngira Bonyok gue masih suka ribut? Mereka mah udah tentrem idupnya,”

“Terus ngapain lo ngajak kita planga plongo kaya monyet gini dalem mobil?” Giri tersenyum kecut mendengar pertanyaan itu.

“Sebenernya.., gue lagi sedih,” ujarnya memasang wajah semelas mungkin, mencoba meraih setidaknya sedikit simpati dari teman-temannya itu.

“Lagak lo kaya yang punya gebetan aja, sedih segala.” Dengan raut tidak berdosa, Gemi raup wajah menyebalkan itu dengan tangan besarnya.

“Asin, brengsek.” Giri pukul lengan manusia minus akhlak disampingnya itu.

Gemi ini tidak berperikesedihan sekali.

“Yang boleh sedih bukan cuma yang punya gebetan kali, gue yang singgel dari lahir juga,” Giri gantungkan ucapannya, “bentar lagi ngeluarin album,”

Bima memutar bola matanya jengah, “yang jelas, buruan mau cerita ga? Dua jam kita disini nanti dikira lagi gancet dalem mobil,”

astagfirullah, sesungguhnya Allah melaknat–”

“Buruan gak?!” Bima sudah lebih dulu ambil ancang-ancang ingin memukul kepala konco tidak kentel nya yang duduk di kursi belakang itu.

“Iya iya, gue tuh sedih, bingung juga. Soalnya disuruh tinggal sama Bokap, sama istri barunya.”

Bumi menatap Giri dari pantulan kaca yang menggantung diatas kepalanya, “lah gimana deh, bukannya lo udah sah ga ikut siapa siapa 'kan?”

“Makanya ini gue kabur. Tadi tuh Bokap ke rumah, gue yang males debat akhirnya minggat ninggalin dia yang lagi nyerocos.”

“Dosa banget lo, durhaka.” Gemi toyor kepala orang disampingnya.

“Mau gimana lagi, gue males lah tinggal sama dia, sama istrinya itu apalagi.”

“Ngomong ngomong istri Bokap lo, lo udah ketemu 'kan? Gimana orangnya?” Giri pandangi Bima yang menatapnya penasaran.

Sebelum menjawab, Giri menoleh, menatap Gemi disampingnya yang berikan anggukan kecil.

Artinya Gemi bolehkah ia bercerita 'kan, batin Giri.

“Nyokap–engga, istri Bokap gue itu..,” Giri lirik Gemi sekali lagi, “Ibunya Gemi,”

Dua kembar di bangku depan sontak terkejut, mereka menatap tidak percaya ke arahnya dan Gemi.

“Yang bener lo?”

Giri mengangguk, “bener, tanya aja. Ya Gem? Kemaren kita lunch date ya ga,”

SEMESTA DAN CERITA [ End✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang