O3. Tentang Lia

68 31 30
                                    

"Ga semua hal harus diketahui oleh orang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ga semua hal harus diketahui oleh orang lain."

••••

"Sorry gue telat, tadi nganterin Bunda gue dulu ke butiknya." ujar seorang pemuda yang baru saja sampai di tempat yang telah ditentukan untuk berkumpul tadi siang oleh Han, pemuda itu adalah Devon.

"Santai aja."

Kelimanya kini sedang menikmati suasana yang ada di warung tempat tongkrongan resmi mereka, fouracha. Malam ini fouracha kedatangan satu wajah baru yaitu adik sepupu Lino, siapa lagi kalau bukan Jenath Alvaro. Kehadiran Jenath disambut baik oleh mereka bertiga, sekarang keempatnya tampak begitu akrab padahal baru bertemu beberapa jam yang lalu, mungkin karena faktor usia yang hanya selisih satu tahun saja, ditambah Jenath ternyata merupakan adik kelas mereka, ia juga baru masuk sekolah hari ini.

"Lo masuk kelas mana Je?" tanya Han.

"11 IPS 1, Bang." Jawab Jenath.

"Gimana udah mulai betah belum di sekolah kita?" tanya Han lagi.

"Lo pake nanya Han, dia aja baru masuk satu hari, ya belum kerasa lah!" sahut Devon.

"Suka-suka gue lah, kan gue nanya ke Jenath, bukan ke lo!" balas Han sengit.

Esa yang sudah hafal di luar kepala bagaimana kelakuan mereka berdua itu pun menggelengkan kepalanya pelan, kalau Lino sih, dia hanya tertawa kecil.

"Udah-udah, kenapa malah pada ribut gini. Gue belum terlalu betah sih Bang Han, soalnya masih belum begitu paham bahasa sundanya mereka, gue kan orang Jawa tulen, dari lahir di Jawa terus jadi gak bisa bahasa sunda sama sekali." Jelas Jenath panjang lebar.

"Lo tenang aja Je, ada Esa yang bakal jadi translator buat lo." Jawab Han dengan santainya.

Esa mengrenyitkan dahinya bingung, "Kok gue?"

"Kan lo pinter." Ujar Han dengan disertai cengiran absurdnya.

Esa pun hanya memutar bola matanya malas, untung dia kalem dan tidak emosian seperti Devon, ia masih bisa mengendalikan tangannya agar tidak kelepasan menggeplak kepala pemuda yang mirip tupai itu.

••••

Tepat pada pukul setengah 10 malam mereka semua memutuskan untuk pulang dan kembali ke rumah masing-masing.

Devon pun melajukan motornya dan membelah jalanan Kota Bandung yang begitu indah ketika malam hari, ia merapatkan jaketnya saat sedang berhenti di lampu merah, cuaca malam ini dingin sekali membuat siapa pun ingin segera menyentuh kasur mereka dan bergelung dengan selimut miliknya.

20 menit kemudian, Devon telah sampai di rumahnya, ia melihat kendaraan yang tak asing sudah terparkir cantik di halaman rumahnya, tentu saja ia mengenali kendaraan beroda empat tersebut, itu milik sepupunya!

Sorry, I love youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang