Joker

737 81 8
                                    

Taehyung berjalan melewati loker sekolah, ia tidak takut ataupun gentar. Ia telah mengetahui semua kelemahan mereka. Taehyung juga telah memiliki rencana.

Sementara Jeon pergi menyelamatkan Tao. Taehyung akan berperang sendirian dengan lawan-lawannya, yang Taehyung taksir sekitar 21 orang. 11 diantaranya adalah mantan militer, 3 ahli bela diri, 2 sniper, 1 ahli bahan peledak dan sisanya hanyalah orang yang memiliki kekuasaan tapi minim otak dan kemampuan.

Taehyung akan mengirim sinyal bantuan jika Tao sudah dipastikan selamat, sebelum itu ia tidak bisa bertindak gegabah. Ia harus bernegosiasi terlebih dahulu dengan pimpinan mereka.

Sedangkan Jeon masih meraba-raba siapa musuhnya, apakah hanya satu orang atau lebih? Kemampuan musuh seperti apa ia juga tidak tahu.

Ia dibantu Suho mencari tempat yang sudah Taehyung gambarkan, sesuai arahan dari Tao. Tempat itu berada di kaki gunung Hanbo, 18 km dari kota. Tempat yang banyak hutan pinusnya.
Jeon tidak memakai kendaraan, karena mobil yang penuh senjata itu dibawa oleh Taehyung. Jeon menumpang terbang di punggung Suho. Karena sayap miliknya sendiri sudah hilang.

"Kenapa kau tidak membiarkanku berjalan kaki saja?" ucap Jeon, sambil berpegang pada sayap putih Suho. Melewati gulungan awan putih.

"Temanmu akan mati jika menunggu kau sampai ke sana, jaraknya 18 km, memangnya kau sanggup?." Suho menyahut.

Jeon Jungkook melihat sinyal pelacak yang berada di tubuh Tao, berkedip seperti radar. Mengirimkan sinyal ke ponsel Taehyung yang dibawa Jeon.

"Itu di sana ...!" tunjuk Jeon pada sebuah rumah di tengah ladang gandum.

Rumah itu tidak tampak mencurigakan, kesannya sederhana sama sekali tidak terlihat suram. Lampunya juga terang benderang. Seperti rumah petani biasa.

Suho mengepakkan sayapnya untuk bersiap mendarat, 100 meter dari tempat itu agar tidak ketahuan.
Jeon Jungkook turun dari punggung Suho, menyiapkan senjata yang ia selipkan di pinggang. Suho mengacungkan jari jempol, sambil mulutnya tersenyum memberi semangat.

"Hati-hati, dan fighting !!!"
Jeon Jungkook mengangguk, menyeka keringat di dahinya. Lalu menyusuri ladang gandung yang menguning. Ia ingat pesan Taehyung tentang adanya bahaya. Seperti jebakan, atau ranjau yang dipasang di antara rimbunan ilalang, atau di tanam di bawah tanah.

Jeon Jungkook menggunakan ponsel milik Taehyung untuk mendeteksi keberadaan ranjau itu. Benda itu akan bergetar 3 kali dengan lampu merah menyala, jika mendeteksi adanya bahaya.

Jeon Jungkook berjalan mengendap, ia merasakan ponsel bergetar 3 kali di titik kiri. Tanda merah berada di sudut 45 derajat dari tempatnya. Jeon Jungkook memutar, berjalan melewati ladang sebelah kanan.

Setelah 3 kali peringatan dari ponsel, Jeon Jungkook akhirnya bisa sampai di dekat rumah itu dengan selamat. Sebelum Jeon bergerak masuk, ia harus memastikan jika rumah itu tidak memiliki kamera pengintai.
Ia mengintip dari jendela samping melalui ponsel tembus pandang milik Taehyung. Tidak ada siapapun di dalam. Ruang tamu sepi. Jeon Jungkook berjalan ke belakang. Dekat dengan pintu menuju dapur.

Ia melihat bayangan seseorang dari ponsel, lebih pendek dari Tao namun memiliki tubuh lebih kekar. Ia sedang berada di dapur, tepatnya di depan benda segi panjang yang mengeluarkan uap dingin.

Ponsel tembus pandang hanya bisa menangkap objek dan mendefinisikannya sebagai bayangan, bukan gambar yang utuh seperti sedang memotret atau merekam menggunakan kamera biasa. Sehingga Jeon tidak tahu siapa yang berada di sana.

Ia berdiri 5 cm dari pintu dapur, seseorang yang berada di depan kulkas nampak berjalan ke dalam meninggalkan area dapur.
Jeon Jungkook mencoba membuka pintu belakang, ternyata tidak dikunci. Ia menyelinap masuk dan bersembunyi di balik meja kitchen set.

Ia mendengar suara pukulan dari arah kamar tepat di sebelah kanan Jeon. Sepertinya ada seseorang yang tengah dipukuli.

Jeon mencoba mengintip, dapur terlihat kosong. Ia berjalan lagi tanpa suara menuju kamar yang yang dimasuki pria misterius itu. Tak lupa ia bersiaga dengan pistol yang terisi penuh dengan peluru.

"Aku tahu kaptenmu sedang melakukan penyergapan di markas, tapi ia tidak akan berani menyerang sampai tahu dirimu masih hidup dan lolos dari sini, benar kan?" itu suara si pria, terdengar tidak asing di telinga Jeon.

Suara itu, sepertinya Jeon mengenalnya. Tapi ia tidak yakin dengan pikirannya. Mana mungkin itu dia? Batin Jeon.

"Sekarang hubungi Taehyung agar membatalkan penyergapannya, atau ia ingin melihatmu mati? Mana yang begitu berarti untuknya. Dirimu atau pekerjaannya?" suara lelaki itu kembali terdengar.

"Bunuh saja aku, tak masalah kehilangan nyawa asal rencana kita berhasil," ucap Tao tanpa gentar. Terdengar dari suaranya yang penuh keyakinan.

Bunyi pisau berdenting dengan besi,
"Aku tidak mau membunuhmu secepat itu, aku akan mengulitimu hidup-hidup dan lihat bagaimana kaptenmu itu bisa bertahan melihatmu disiksa begini ....!"

Jeon Jungkook tak mau menunggu, ia mendobrak pintu menyiapkan Revolver untuk bertemu lawannya.

Jeon Jungkook terdiam, tangannya tiba-tiba lunglai, semangatnya yang menggebu untuk membunuh musuh lenyap, saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya.

Orang yang tak pernah bisa Jeon bayangkan untuk berbuat sekejam itu, tentu saja dengan kekuatan malaikat yang telah hilang dirinya. Mana bisa ia menerka siapa lawannya kali ini.

Orang yang dianggap paling lemah di sekolah, paling aneh. Tengah menyeringai sambil memegang pisau di tangan kanan yang berlumuran darah. Tao terluka di bagian dada yang telanjang, membentuk 3 huruf. SAM.

Di tangan kiri ia memegang pistol jenis  dengan daya bunuh lebih hebat, dari senjata yang dipegang Jeon. Pria itu pun sama terkejutnya melihat Jeon. Matanya meneliti tubuh Jeon dari atas hingga bawah.

Ia menggeleng sekuat mungkin, wajahnya terlihat tidak selucu biasanya. Meski ia memakai dandanan ala-ala badut. Tapi itu terlihat menyeramkan di mata Jeon.
        
Kenapa malaikat seperti Jeon tidak sadar jika selama ini ia berteman baik dengan penjahat, dengan topeng kekanak-kanakan.

"Lepaskan dia ...." Jeon berusaha berbicara dengan lembut, ia tahu kemarahan hanya akan menyulut emosi lawan.

"Apa kau satu anggota dengannya, kau bagian dari SAM juga?" mata itu menatap Jeon tajam. Seringainya aneh dan menakutkan.

"Dia teman Taehyung, dan teman Taehyung adalah temanku juga," jawab Jeon masih dengan suara pelan.

Ia melangkah mendekati pria berwajah badut itu, sambil tangan kanannya waspada takut jika si pria tiba-tiba menembakkan senjata.
Pria itu tertawa, tertawa begitu miris dan terdengar seperti jeritan kesakitan. Jeon merinding mendengarnya, bersamaan dengan itu. Setetes air mata jatuh ke pipinya. Ia kembali memerah, mengacungkan pistol ke depan, lalu ke arah kepala Tao.

"Jika mendekat lagi, kutembak kepalanya ...!" ia hampir berteriak.
Jeon melangkah mundur. Ia mengangkat tangan sambil berkata.

"Kita bisa bicarakan semua, jika kau mengalami ketidakadilan dalam hidup, aku akan membantumu menuntut keadilan pada langit ...."
Pria itu tertawa lagi, sambil mengacungkan pisau di tangan satunya. Ia biarkan air mata itu membasahi pipinya, sehingga cat wajahnya luntur perlahan.

"Memangnya siapa dirimu, berkata seperti itu?"

Tao juga merasa Jeon ini bodoh, kenapa ia berbicara tentang keadilan di saat situasi seperti ini. Ini bukan gereja atau seminar untuk kemanusian. Ini adalah pertaruhan hidup mati, apa hubungannya dengan keadilan.

Tao mulai meragukan kecerdasan kaptennya, kenapa ia mengirim Jeon untuk menolongnya kemari. Itu sama saja dengan bunuh diri.

"Aku ... aku ...." Jeon tak mungkin mengatakan jika ia seorang malaikat, dengan sayap dan kekuatan yang telah direnggut oleh langit. Lalu bagaimana ia bisa meyakinkan Iching tentang keadilan yang ia tuntut.

Kenapa Jeon sangat yakin jika Iching pernah mengalami ketidakadilan? Karena air matanya berbicara banyak, itu cukup bagi Jeon yang berpengalaman menangani manusia seperti itu, memahami apa yang ada di hatinya.










Tbc





Makasih yang selalu setia menunggu

Mafia vs Angel (End) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang