Apa kabar guys :v
Gak tau sih, walaupun fandom dreamsmp sudah mati fandom itu tetep ada tempat spesial di hati saya wkwk. Jadi mau bagaimana pun, saya akan tetap berusaha tamatin cerita berdebu ini walau pun dibombardir tugas sekolah :D
***
Dia memperhatikan seluruh sudut wajahku. Sedangkan aku hanya bisa terfokus pada mata dan kalungnya yang sama-sama memancarkan kerlap-kerlip mempesona. Hanya menunggu sedikit lagi, momen yang tepat, akurasi waktu yang aku tunggu, detik yang pas untuk...
"Ratu Evandra, aku punya berita."
Sungguh? Aku sudah sangat dekat saat suara gedoran di pintu kayu Evandra berbunyi. Evandra juga terlihat sama kecewanya denganku. Dia kembali memutar bola matanya dan melepaskan tangannya dari leherku.
Wanita itu berjalan ke arah pintu dan membukanya, memperlihatkan satu prajurit yang menggunakan seragam sama dengan yang aku bunuh tadi.
Laki-laki itu melirik ke arahku, lalu menyipitkan matanya sebelum dia kembali menatap lurus ke depan. Alisku berkerut, apa-apaan?Pria itu berbicara dengan pelan, aku masih bisa mendengarnya dengan jelas.
"Di mana?" tanya Evandra.
"Di panggung eksekusi Yang Mulia. Dia bersikukuh untuk melaksanakan eksekusinya hari ini saja."
"Apa? Dia pikir dia siapa..."
Baik, itu membuatku sedikit menyesal tidak langsung mengambil kalung itu saat dia berada sangat dekat denganku tadi. Namun sungguh, perasaanku tidak enak, ada yang salah di sini, entah mengenai prajurit pembawa pesan ini, atau algojo yang Evandra punya.
"Aku akan ke sana. Bilang padanya tidak ada eksekusi sebelum aku menyetujuinya." titah Evandra.
Prajurit itu menegakkan tubuhnya. "Siap, Yang Mulia."
Evandra menutup pintunya kasar. Mendesah kesal sambil kembali berdiri tepat di depanku.
"Orang-orang tidak sabaran, ya." kataku.
Dia menarik kedua sudut bibirnya naik. "Ya. Dan ini." tangan Evandra naik, tiba-tiba melepaskan anting zamrud pemberian Philza dari telingaku. "Aku pinjam ini sampai waktu yang aku tentukan."
"Hei!" Aku menatapnya tak percaya.
Kepala Evandra miring sedikit. "Kenapa?"Aliran perasaan aneh mengalir dari mataku sampai ke seluruh tubuhku. Aku kembali meneguk ludah, berusaha sekuat mungkin untuk mengeluarkan suara tapi aku gagal, atau setidaknya membuatnya takut dengan tatapanku seperti yang biasa aku lakukan, tapi Evandra tidak seperti terpengaruh.
"Bagus." gumamnya. Ratu itu memakai anting hasil rampasannya tanpa rasa bersalah. Memandang dirinya sendiri dari cermin salah satu meja rias di depan kami. "Cantik."
Sungguh? Dia memuji dirinya sendiri dengan perhiasan orang lain?
"Aku akan menghampiri algojo itu. Kalau kau mau tinggal, tidak apa-apa. Kalau-"
"Aku akan senang berada di sampingmu, Ratu." aku tersenyum.
Evandra terlihat kaget juga kagum pada saat yang bersamaan. "Tentu. Kau boleh ikut."***
Aku hanya bisa menahan tawa. Melihat Wajah Skeppy dan tabib itu yang takut setengah mati dengan tali tebal melingkari leher mereka. Sudah ramai di sini, warga Evandra sepertinya senang dengan hiburan seperti ini. Ya, aku tidak bisa menyalahkan mereka, ini memang terlihat seru.
Aku dan Evandra duduk tepat di depan panggung eksekusi dengan beberapa prajurit di belakang kami untuk membatasi kerumunan. Skeppy tidak henti-hentinya menatapku, membuatku semakin tidak bisa menahan gelak tawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Lantern: The Heart of The Sea (DreamSMP Fanfiction)
Fantasy[Write In Bahasa Indonesia] (DISARANAN UNTUK TAHU ALUR DREAMSMP TERLEBIH DAHULU) Malam itu, sebuah monster bengkarak memanah kaki Eliza hingga pingsan. Saat ia siuman, lukanya sudah rapi terbalut sehelai kain dan Eliza tidak lagi berada di hutan pin...