cr: witoriaz [Twitter]
jangan lupa vote!!! teng teng teng teng teng teng (suara bel technoblade)
Eliza Queen
Sudah lama aku tidak mengendarai seekor kuda! Ya tidak mengendarai sih, aku hanya dibonceng. Aku tidak tahu bagaimana cara membuat sebuah pelana, atau bahkan mengendarainya. Terakhir aku menaiki hewan itu saat aku berumur sebelas tahun, tepat setahun sebelum ayahku memutuskan untuk berhenti dari pelatihan prajurit dan membuka toko ramuan sendiri.
Rasanya sama persis seperti dulu. Aku duduk di depan dan ayahku mengontrol pergerakan kuda dari belakang. Hangat tubuh pria ini sehangat tubuh ayahku, padahal dia orang salju.
Dia membawaku ke dimensi favoritku, Nether. Ada sedikit pertarungan bersama ghast di sana, tapi syukurlah kami baik-baik saja. Setelah keluar dari portal lain, dia membawaku ke sebuah perkotaan. Namun aku tidak yakin karena di sana terlalu sepi, bahkan aku tidak melihat satu orang pun di sana.
Juga, serigalanya hilang. Aku lihat pria ini menyukai binatang, mengingat dia juga punya seekor beruang kutub di rumahnya. Namun saat aku menanyakan tentang hewan itu, dia terlihat masa bodo dan menyuruhku untuk kembali naik ke kudanya.
Tujuan kami bukan di kota mati itu. Aku melihat sebuah kastil megah saat melanjutkan perjalanan, aku sangat yakin kota ini dulu sebuah kota maju, entah kenapa tidak ada orang sama sekali di sini. Aku tidak akan bertanya. Dari sekian banyak makhluk menyeramkan yang aku temukan saat bertahan hidup selama ini, wajah pria ini lebih menakutkan.
Dia mengarahkan kudanya untuk masuk ke dalam sebuah hutan tropis, pohon ek subur dan bunga warna-warni. Technoblade berhenti di depan sebuah pintu masuk yang berada di samping bukit. Aku suka udara di sini.
Aku tidak punya pilihan lain selain mengikutinya masuk ke dalam pintu masuk itu. Aku berpikir itu hanya sebuah rumah biasa, dan pria ini ingin meminta bantuan dari sang empunya yang mungkin juga temannya. Namun aku salah.
Kami melewati beberapa tikungan saat menuruni tangga, aku melihat jembatan batu panjang yang terhubung dengan jembatan lain di seberang. Dua jembatan itu terhubung dengan sebuah lorong sempit dengan peti penyimpanan tersusun di samping kanan dan kiri dinding lorong itu.
Di bawah jembatan tempat kami berjalan sekarang, terlihat sebuah aula besar. Aku juga melihat beberapa ruangan yang ada di dinding ruangan itu. Awalnya aku berpikir bagaimana caranya turun sampai aku melihat sebuah tangga batu mengapit ujung jalan ini.
Technoblade berjalan dengan cepat, aku hampir tertinggal karena mengagumi tempat ini. Aku berlari menyusulnya yang sudah berada di jembatan kedua. Aku pikir ruangan tadi adalah ruangan utama, tetapi mulutku malah semakin terbuka saat melihat aula kedua.
Di bawah sana, sebuah suar dengan panggung blok besi berdiri kokoh. Ada beberapa pohon tumbuh subur di dekatnya. Jalan batu lain terhubung ke sebuah ruangan di setiap sudut jembatan ini. Di sebelah kiri, aku melihat banyak peti berjejer sampai ke langit-langit, itu pasti ruang penyimpanan. Dan di sebelah kanan, aku mendengar suara... sapi? Juga percikan air dan ayam berkokok. Sebuah peternakan di bawah tanah? Aku semakin penasaran dengan daerah ini.
Ini yang paling menarik perhatianku. Lentera warna-warni melayang di atas ruangan ini. Lentera-lentera itu mengeluarkan sinar yang tidak terlalu cerah, membawa kesan indah yang menyenangkan. Mereka tidak terlalu tinggi, dengan posisiku yang masih di atas jembatan aku masih bisa menyentuh mereka dengan mudah.
Dan demi napas naga, di sini harum pai labu!
"Niki!" teriak Technoblade tiba-tiba.
Suaranya menyebar ke seluruh ruangan, aku tidak yakin tapi beberapa lentera bergetar karena suaranya. Tidak ada yang menjawab, aku berpikir mungkin tempat ini juga ditinggal seperti kota tadi. Namun kalau sapi dan ayam masih jelas aku dengar, tidak mungkin tempat ini kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Lantern: The Heart of The Sea (DreamSMP Fanfiction)
Fantasía[Write In Bahasa Indonesia] (DISARANAN UNTUK TAHU ALUR DREAMSMP TERLEBIH DAHULU) Malam itu, sebuah monster bengkarak memanah kaki Eliza hingga pingsan. Saat ia siuman, lukanya sudah rapi terbalut sehelai kain dan Eliza tidak lagi berada di hutan pin...