[9] Technoblade: Tentang Iris

74 14 5
                                    

Technoblade

Rum dan mesiu. Perpaduan harum yang begitu asing bagiku. Aku tidak bisa berhenti memikirkan Philza. Aku harap Ranboo menjaganya dengan baik.

Suara-suara aneh mulai meraung di dalam kepalaku. Suaranya seperti sekumpulan orang yang menyuruhku untuk menyerah, mereka seakan tidak lelah berteriak kalau semua ini akan sia-sia.

Puffy menjelaskan tentang pulau itu. Katanya cuaca di sana tidak pernah stabil. Urutan musim setahun tidak berlaku di sana.

"Dewi Iris yang mengatur cuaca di sana sesuka hatinya." Kata Puffy sambil tetap memutar kemudinya.

"Dewa dewi itu nyata?" tanyaku.

"Ya, aku sudah pernah membuktikannya sendiri. Aku pernah melewati daerah itu. Awalnya langit cerah, angin berpihak padaku, gelombangnya tenang. Kami bahkan sedang minum-minum waktu itu.

Namun tiba-tiba awan gelap datang. Gelombang naik setinggi dua kali lipat kapalku sendiri. Petir menyambar dari mana-mana. Aku harus membuang banyak persediaan agar kapal tidak tenggelam, awakku juga banyak yang gugur saat itu."

Aku sudah melewati banyak saat-saat di mana aku hampir mati. Namun laut dan badai, aku belum pernah merasakannya.

"Dan jangan lupakan para pelempar trisula." sambung Puffy.

"Pelempar trisula?"

"Ya, kau tahu, mayat hidup yang hidup di bawah laut. Kami para pelaut memanggilnya 'Drowned'. Mereka ada di mana-mana, melemparkan garpu besar itu dengan brutal. Kerusakan kapal hampir sama dengan berperang. Kami tidak bisa menyingkirkan mereka karena semua bubuk mesiu basah. Itu pengalaman berlayar terburuk bagiku, berdoa saja hati Iris sedang cerah sekarang."

Aku memperhatikan Skeppy yang asyik memakan apel di atas layar. "Dan janjimu yang akan sampai dalam dua puluh empat jam?"

Puffy tertawa. "Kau pasti sudah dengar dari kekasihmu, Iris tidak terlalu jauh dari sini. Sekali lagi, berdoa saja hati dewi itu sedang cerah sekarang."

"Puffy, kalau yang kau maksud perempuan itu, kau salah besar."

Tawanya semakin pecah.

Membayangkan ombak besar dan para zombie naik ke geladak tidak terlalu menyeramkan. Mungkin karena aku belum pernah merasakannya. Maksudku, aku punya persenjataan lengkap, zirah yang aku bawa pun terbuat dari netherite dari kepala hingga ujung kaki.

Sial, aku baru ingat Tommy ikut dalam perjalanan ini. Dia masih sama, bocah yang tidak bisa diberi tahu. Sekarang membayangkan anak itu berteriak histeris dengan ombak dan zombie naik ke geladak jadi sedikit menakutkan.

"Omong-omong bagaimana kau bertemu dengannya?" tanya Puffy.

Aku tersadar dari lamunanku. "Dia pingsan di hutan dekat rumahku. Aku menolongnya, memberinya penghilang rasa sakit. Aku pikir mungkin dia siuman sesaat setelah Philza kembali dengan keadaannya yang sudah parah." jelasku.

"Sebentar, Niki bilang Philza keracunan mawar wither? Dan dia yang memberitahumu tentang penawarnya?"

Aku mengangguk. "Ya."

Puffy tersenyum lebar, mungkin lebih ke tersenyum bangga. Entah karena apa, isi pikiran pelaut selalu terlalu kompleks.

"Hei!" kepala Tommy tiba-tiba keluar dari pintu di geladak. "Saatnya makan siang!"

Tidak ada yang menanggapinya. Hanya Eliza yang sedang berdiri di haluan membalasnya dengan "Oke," dengan mengacungkan jempol.

Tommy berbalik ke arah kami. "Puffy, Niki mencarimu. Katanya harus makan siang."

Snow Lantern: The Heart of The Sea (DreamSMP Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang