Jangan jadi sider dung komen apa kek gitu, selamat membaca :D
***
Technoblade
Aku pindah ke Utara bukan untuk menambal atap rumah temanku yang berlubang. Aku pindah ke mari untuk membuatkan diriku sendiri rumah yang aman. Aku pindah ke mari untuk mencari ketenangan batin mengingat namaku yang sudah kotor ke seluruh penjuru negeri.
Semua ini dimulai karena badai tadi malam.
Tiba-tiba saja salju turun dibarengi dengan angin kencang. Saat aku melongok keluar jendel tepat setelah matahari terbit, sampah dedaunan dan ranting pinus berserakan di mana-mana. Aku juga bisa melihat satu pohon tumbang di pinggir hutan. Aku bersyukur tidak membiarkan Steve, beruang kutub peliharaanku, bermain di dekat hutan.
Aku turun ke ruang bawah tanah untuk mengambil sekop dan sebuah kantong besar. Hewan yang aku pikirkan tadi muncul dari balik peti penyimpanan yang aku susun di ujung ruangan. Dia menghampiriku, lantas mengusapkan dahinya ke tanganku.
"Pagi Steve." Kataku.
Dia mengerang. Aku mengusap wajah sampai ke lehernya. "Aku punya pekerjaan."
Dan coba tebak, belum sempat aku keluar dari ruang bawah tanah, tetanggaku Philza si manusia setengah gagak memanggil namaku dari atas jembatan penghubung rumahku dengan rumahnya.
"Technoblade di mana kau?" Teriaknya.
Aku membuang napas gusar. Mulutku terbuka hendak menjawab panggilannya, tapi dia kembali memanggilku.
"Techno apa kau mati?"
"Ya!" jawabku.
"Jangan sekarang, bantu aku dulu. Atapku bolong!"
Aku melempar sekop dan karung itu ke lantai. Sambil berusaha mengatur amarah, aku naik ke lantai utama.
Aku membuka pintu, dan yang pertama aku lihat adalah kertas krep warna-warni yang berterbangan di depan wajah.
"Kejutan!" seru Philza dan Ranboo berbarengan.
Ya, Ranboo juga di sana, tetanggaku yang berwujud setengah enderman. Mereka membawa sebuah kue berbentuk persegi dengan krim putih dan beberapa buah ceri.
Aku menyingkirkan kertas-kertas itu dan malah berakhir merobeknya hingga putus. Aku menatap mereka berdua sambil tersenyum polos.
"Aku membuatnya sejak sebelum matahari terbit!" kata Philza.
Tungkaiku bergerak mendekati kue itu, mengambil ceri merah yang ada di atasnya.
"Jadi... atapmu benar-benar bolong atau bagaimana?" tanyaku.
"Ya, aku ingin kau menambalnya. Tapi aku dan Ranboo sudah menyiapkan meja pestanya. Ayo turun."
Kami berbincang ringan di kursi samping rumahku sambil menikmati sinar matahari hangat. Aku tidak terlalu menikmatinya, karena halaman rumahku masih banyak sampah.
Aku tidak terlalu mempersalahkan itu, tentang mereka yang membuat pesta kecil yang bahkan aku sendiri tidak ingat hari ini ulang tahunku. Masalahnya ada di tuan enderman yang sulit mengerti keadaanku yang masih punya banyak pekerjaan.
Demi apapun aku sudah berusaha untuk mengalihkan Philza dari atapnya. Aku sudah pernah membenarkan aliran airnya yang tersumbat bulu sayapnya sendiri, dan hal merepotkan lainnya yang ia titipkan padaku.
Namun di saat kue itu sudah habis, Ranboo, dengan polosnya bertanya:
"Bagaimana atapmu bisa bolong? Bukankah Techno sudah menggantinya minggu lalu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Lantern: The Heart of The Sea (DreamSMP Fanfiction)
Fantastik[Write In Bahasa Indonesia] (DISARANAN UNTUK TAHU ALUR DREAMSMP TERLEBIH DAHULU) Malam itu, sebuah monster bengkarak memanah kaki Eliza hingga pingsan. Saat ia siuman, lukanya sudah rapi terbalut sehelai kain dan Eliza tidak lagi berada di hutan pin...