8. Dinner

213 24 1
                                    

Guys support aku dengan vote dan comment ya. Cuma bentar kok, abis itu kalian bisa scroll cerita lagi 🥰

 Cuma bentar kok, abis itu kalian bisa scroll cerita lagi 🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~🖤~

Tak ada satu pun omonganmu yang bisa kupegang
Aku tak pernah berarti dan berharga di hatimu

***

Dari siang sampai sore pelanggan di restoran Diana makin membludak. Membuat para karyawannya kewalahan. Tak tega, Diana pun ikut membantu. Kebetulan sudah ada Chef baru, jadi Diana hanya ikut mengantarkan makanan saja. Untung saat ini Diana tidak memakai gamis panjang sehingga ia bisa bebas berlalu-lalang. Kini Diana dan para karyawannya kembali menuju dapur, saat ini pengunjung mulai berkurang.

"Woahhh hari ini chaos banget boss..." Gina duduk di bangku sambil memegang nampan. Keringat terlihat di sekitar dahinya.

Diana pun sama, rasanya seperti kerja rodi di jaman dahulu. Meskipun ia belum pernah merasakannya, ia tahu kalau kerja rodi begitu capek, menguras tenaga.

"Jangan banyak ngeluh deh Gin," balas Ray. Lagi-lagi lelaki itu selalu membalas ucapan Gina. Seperti tidak senang kalau ada satu kata pun keluar dari mulut Gina.

"Apaan sih Ray aku cuma ngomong gitu, darimana ngeluhnya ?" Kali ini Gina tidak tinggal diam, matanya melotot kepada Ray seolah menentang ucapan lelaki itu. Sepertinya mau apapun yang dilakukannya, selalu salah di mata Ray.

"Harusnya lo bersyukur, banyak pengunjung itu artinya rezeki makin banyak, lo bisa beli skincare deh."

"Iya iyaa...," balas Gina.

Diana menatap benda di tangan kirinya, waktu menunjukkan pukul setengah lima sore. Ingat dirinya sudah lebih dari lima jam meninggalkan rumah tanpa izin, buru-buru ia berdiri menuju kasir untuk mengambil tasnya.

"Aku pulang duluan ya..."

Semua karyawan mengangguk.

Sambil setengah berlari Diana keluar menujunya pintu.

Saat akan hampir mendekati benda itu, tiba-tiba telinganya berdengung, kepalanya juga sangat pusing. Perlahan Diana berjalan mundur, tulang-tulangnya terasa lemas, karena sudah tidak bisa menopang tubuh lagi, akhirnya Diana ambruk di lantai.

"Boss..."

"Boss..."

Semua karyawan langsung berlari. Mereka mendekati Diana yang sudah terkapar tak sadarkan diri. Bibir gadis itu sangat pucat.

*

*

*

Setelah urusannya selesai, Darren kembali ke rumah. Hari ini ia tidak ke kantor sama sekali, awalnya ia berniat masuk setelah mengantar Diana ke rumah sakit, namun karena seseorang menelpon, ia membatalkannya. Kebetulan kerjaannya di kantor hanya tinggal sedikit lagi. Dari pagi hingga sore ia membuntuti seseorang. Ia sudah ahli mengerjakan hal seperti ini. Sudah belasan kali ia mematai-matai musuhnya. Kemampuan Darren sudah di atas rata-rata.

Married With a Strange ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang