Chapter 17

31 2 0
                                    

(Sebenarnya saya lagi sakit karena makan saya tidak teratur tapi karena itu saya dapat ide, pasti nanya kenapa pas sakit? Jawabannya mana saya tahu itu tiba-tiba muncul di kepala saya)

.

.

.

"Selamat pagi para murid dari sepuluh sekolah" ucap pemimpin perusahaan tersebut.

"Perkenalkan nama saya Alexander" ucap pria yang bernama Alexander yang sekarang kita sebut saja Alex.

"Baiklah untuk perwakilan kelompok silahkan menuju panggung dan mengambil kertas di dalam kotak ini' ucap Alex sambil memperlihatkan sebuah kota.

Setelah itu satu perwakilan dipanggil dengan sekolah lalu saat pemanggilan terhadap flower yang ke atas adalah Aksa lalu di ikuti oleh sekolah angkasa yang di wakili oleh Revano.

Saat Aksa berpapasan dengan Revano yang tidak terlihat peduli sebenarnya hati Revano sakit melihat Aksa menatap kecewa kepada dirinya.

Lalu Revano mengambil kertas dan satu sekolah dipanggil dan perwakilan sudah datang termasuk perwakilan sekolah terakhir yang ia tahu.

Itu adalah sekolah Blood dan Demon yang diwakili Darrel dan Zaiyden.

Saat ketiganya berpapasan kedua orang tersebut menatap tajam Revano dan tidak dipedulikan Revano.

Revano pergi ke kumpulan sekolahnya dan membuka kertas bersama dan terlihat angka 1.

Setelah selesai Alex memberi pemberitahuan.

"Untuk sekolah yang mendapatkan nomor silahkan memasuki ruangan yang sudah disiapkan di sana, silahkan masuki ruangan yang sama dengan nomor anda" ucap Alex sambil tersenyum.

Revano menatap ruangan terdapat dan sudah hampir semua orang masuk hingga sekolah dirinya yang tersisa.

"Kenapa kalian belum masuk" tanya Alex kepada Sekolah Angkasa.

"Tunggu sepi, malas" jawab Revano sambil berbohong sedikit.

Sebenarnya Revano pengen liat siapa aja yang masuk kedalam 3 ruang yang ternyata 2 ruangan berisi 52 dan satu ruang yang berisi 26.

Revano berpikir bahwa dirinya mungkin akan menghadapi satu kelompok yang jumlahnya sama serta 26 yang mungkin akan mendapatkan sesuatu dari Alex karena jumlah mereka lebih sedikit.

Lalu ia menatap sebuah lemari yang sangat mengganjal dari tadi.

"Ho..... Jadi seperti itu rencana mu" ucap Revano sambil menatap Alex dengan senyum licik.

"Kamu anak yang pintar.... Lalu apa yang kau lakukan setelah itu?" Ucap Alex sambil menatap licik ke tiga ruangan.

Revano berjalan mendekat ke lemari tersebut dan membuka pintu lemari itu lebar-lebar.

"Aku akan mengambil semuanya" ucap Revano sambil berbalik ke arah Alex dan tersenyum licik.

Semua orang yang masih diluar terkejut yang tak lain adalah para guru.

"Kau sudah menyiapkan yang lain untuk kelompok tiga di dalam ruangan itu kan?" Ucap Revano di angguki oleh Alex.

Revano mengambil semua senjata dan alat pengaman di lemari menggunakan tas karena dia takut ketahuan karena memiliki alat penyimpanan.

Sebenarnya Revano memasukkan banyak senjata ke ruangan tersebut termasuk Gabriel dan Crow yang sudah masuk ke ruang yang sama yaitu seharusnya ia tempati.

"Ayo masuk" ucap Revano sambil membawa satu kantung peralatan dan mereka juga membantu Revano ke ruang mereka.

"Aku tidak sabar menunggu pertunjukan mu" ucap Alex sambil pergi dari tempat tersebut dengan para guru yang prustasi ternyata acara tersebut bukan acara biasa.

Di ruang tiga

"Kita kebagian yang sedikit" ucap orang tersebut.

"Hey bagaimana jika kita buka lemari yang mewah itu" ucap seorang wanita yang dari tadi penasaran dengan lemari tersebut.

Mereka awalnya ragu tapi dengan sedikit keberanian mereka membuka lemari tersebut dan menyengir.

Di ruang dua

"Sial kita tidak memiliki orang yang kuat! Apa yang harus ia lakukan" ucap seorang wanita.

"Tenang saja lihat di ruang ini sudah ada alat membuat sebuah cairan" ucap seorang pria sambil membenarkan kacamatanya.

Mereka menyengir dan bersiap dengan apa yang akan mereka lakukan.

Setelah sekian lama mereka menunggu akhirnya kelompok terakhir mereka datang dan membuat mereka melongo melihat orang tersebut membawa benda yang cukup besar.

Sedangkan Aksa menatap malas orang tersebut, untuk Gabriel dan Crow Sangat senang melihat orang tersebut.

Ya itu adalah tokoh utama kita Revano dengan kelompoknya.

"Aku tidak menyangka kita satu tim" ucap seorang pria dengan mata merah sebelah kiri yaitu Darrel.

"Aku tidak mengerti kenapa matamu menjadi berwarna hitam dengan garis merah" ucap seorang pria dengan mata merah sebelah kanan.

"He.... Dari pada kalian yang memiliki sebelah mata merah" ucap Fadlan yang tahu kemana arah pembicaraan ini.

"Kakak-kakak jangan bertengkar.... Ga baik loh" ucap Nina dengan nada imut (kek babi)

Vina,Aksa, Gabriel, Crow, Revano dan Fadlan menatap jijik Nina sedangkan Darrel dan Zaiyden menatap sedikit simpati ke Nina (ingat sedikit)

Sedangkan yang lain menatap lucu kecuali para kutub yang biasa aja.

"Van kamu kemana aja" ucap Rafa kepada Revano.

Revano hanya diam dan berpikir tentang apa yang harus dilakukan sambil menanda para siswa dan siswi di sekolahnya untuk membagikan alat yang ia bawa.

"Jangan banyak pikiran nanti sakit" ucap Fadlan sambil mengecup pipi Revano, sedangkan Revano hanya diam karena sudah terbiasa sedangkan Aksa menatap tajam kedua orang tersebut.

Fadlan yang sadar akan tatapan itu menatap balik Aksa dengan tatapan yang lebih tajam dari pada Aksa.

"Gabriel Crow siapkan peta" ucap Revano sambil memegang kepalanya yang sudah pusing.

Revano menulis banyak hal di peta tersebut sambil mimisan dan membuat semua orang khawatir kepadanya.

"Ini untuk kalian" ucap Revano menyerahkan kepada semua orang dengan dirinya pergi ke meja lain sambil menulis sesuatu.

Sebenarnya mereka ingin ke sana tapi itu pasti akan menganggu Revano.

"Jangan bilang......." Ucap Gabriel, Crow dan Fadlan.

Sedangkan yang lain menatap bingung ke arah mereka yang tidak sengaja menggantung kalimat mereka.

"Fadlan, Darrel, Zaiyden ikuti gw dan Gabriel, Crow kalian akan sedikit kesusahan jika mengikuti ku jadi lebih baik kalian jaga mereka" ucap Revano sambil memegang kepalanya yang sudah mulai memberat.

Sedangkan Fadlan mendekat ke arah Revano yang sudah mau ambruk.

"Apa itu akan berhasil...... Bagaimana jika cerita itu benar..... Tentang salah satu dari empat orang yang ditakdirkan mati" ucap Gabriel dengan wajah yang panik dan tubuh bergetar.

"Kami akan baik-baik saja jika kedua orang itu mau berkerja sama" ucap Fadlan menatap Darrel dan Zaiyden.

Mereka sebenarnya tidak mengerti tapi Fadlan menyuruh mereka membaca sebuah buku yang menceritakan kisah zaman dulu du gunung yang mereka jadikan acara.

Mereka pergi meninggalkan yang lain untuk memenangkan acara tersebut sedang mereka mencari tempat yang dikatakan Revano yang kini tidur di gendong Fadlan.

Di sisi lain Aksa sedang merasakan ketidak berguna dirinya yang mungkin karena itu Revan memutuskan hubungan mereka.

Kepergian mendadak mereka membuat membuat semua orang khawatir karena hari sudah malam.

Transmigrasi RevanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang