13

129 13 0
                                    

Meski merasa malu, Octava mengikuti Helena ke dalam kamarnya. Ursula menunggu dengan sabar. Ia duduk bersandar di tepi tempat tidur sambil membaca buku.

Helena menarik kursi meja riasnya dan mempersilahkan Octava duduk di sana. Octava yang kikuk menuruti semua kata Helena. Ia duduk. Dengan sabar ia biarkan Helena memoles segala macam tekstur di wajahnya. Octava tak banyak bicara. Sesekali ia menanggapi omongan Helena mengenai riasan wajah, jenis kulit Octava atau merek kosmetik yang biasa dipakainya. Kadang ia mencuri pandang ke arah Ursula. Octava masih tidak habis pikir dengan kebetulan yang terjadi.

Yang Octava tahu, Helena bekerja di perusahaan Pak Gourse. Dan Ursula adalah seorang dosen. Kesempatan macam apa yang bisa membuat keduanya bertemu? Sudah berapa lama mereka bersama? Sudah berapa lama Helena dan Ursula menutupi hubungan mereka? Apakah Helena yang menyebabkan memar di leher Ursula?

Kadang, kalau Octava tertangkap basah sedang memandang ke arah Ursula, dosennya itu akan memandang balik. Lalu, cepat-cepat Octava akan memalingkan matanya.

"Nah! Sudah selesai." Helena mundur dua langkah untuk menilai hasil karyanya di wajah Octava. "Sayang, coba lihat! Bagaimana menurutmu?" Ia minta pendapat pada Ursula.

Ursula menaruh bukunya. Ia pandangi Octava, ia pincingkan matanya. "Bagus. Octava jadi cantik."

"Octava memang sudah menarik dan cantik," gumam Helena. "Nah, sekarang aku akan ganti baju." Helena lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Ursula memandangi Octava dengan matanya yang cokelat dan tajam.

Dipandangi begitu, Octava menjadi salah tingkah. Ia ingin segera kabur dari dua singa di kamar ini. Kemudian Helena berteriak dari dalam kamar mandinya. "Ursu! Bisa bantu aku?"

Ursula menoleh ke arah kamar mandi dan menyusul pacarnya. Ia menutup pintu dan menghadapi Helena yang alih-alih memakai gaun, ia malah tidak memakai apa pun.

"Apa yang bisa kubantu?" Ursula tersenyum mendekati pacarnya. Ia sentuhkan jarinya ke pinggang Helena yang mulus.

"Banyak sekali. Banyak sekali yang bisa kamu lakukan untuk membantuku," goda Helena.

"Kamu nakal sekali. Saudara tirimu sedang menunggu di luar." Ursula memeluk Helena dari belakang.

"Makanya, bantu aku yang cepat. Supaya kita tak perlu membuatnya menunggu," bisik Helena di telinga Ursula.

"Aku tidak mau merusak riasan wajahmu, Helena." Ursula masih bimbang. Ia tergiur pada tubuh Helena. Tapi ia tak enak pada Octava. Bagaimana pun, Octava adalah mahasiswinya. Bagaimana kalau gadis itu mengadu ke kampus?

"Sebentar saja," rayu Helena sambil membimbing jari Ursula ke dalam lipatan kulitnya.

"Basah," bisik Ursula sambil menahan nafasnya. "Bagaimana kalau mahasiswiku curiga?"

"Dia tak akan berani melaporkanmu. Tenanglah, buang ketakutanmu dan layani aku." Helena semakin memaksa.

"Baiklah, tapi lakukan dengan cepat ya." Ursula membalik tubuh Helena agar menghadap tembok. Ia menyibak kaki pacarnya.

"Hmph!" Helena menahan diri untuk tidak menjerit. Telapak tangan Ursula menjangkau bibir Helena dan menutupnya.

"Ini yang kamu mau? Begini yang kamu mau, Helena?" desis Ursula.

Helena mengangguk-angguk. Ia tidak bisa bicara. Ia harus dibungkam agar tidak berteriak. Kedua tangannya bertumpu pada tembok keramik di depannya. Sebentarnya Ursula menarik jarinya keluar. Ia bawa kedua tangan Helena ke belakang. Dan ia paksa Helena untuk menumpukan badan di atas wastafel. Kemudian Ursula melakukannya lagi sampai tubuh Helena memantul-mantul di atas meja beralas pualam itu. Helena sudah akan mencapai puncak ketika Octava tiba-tiba mengetuk pintu.

"Sial," bisik Ursula panik.

"Ya?" tanya Helena yang berusaha membiasakan nafasnya, meski Ursula tidak berhenti menyiksanya dengan kenikmatan.

"Aku akan kembali ke kamar," kata Octava lagi.

"Oke. Nanti temui aku di ruang makan. Sebentar lagi kami akan selesai—" Helena cepat-cepat menutup mulut karena ia sudah sampai.

"Ya..." jawab Octava. Lalu suara langkahnya menjauh. Sebentarnya ada suara pintu yang tertutup.

Setelah selesai, Ursula mencuci tangannya di wastafel. "Apa menurutmu dia tahu? Apa menurutmu dia akan jijik pada kita?"

Helena yang sedang duduk di kloset menggeleng. "Dia tidak begitu. Aku bisa melihat kalau Octava gadis yang pandai menyimpan rahasia. Kita akan baik-baik saja."

"Tapi dia sudah dua puluh dua umurnya..." jelas Ursula yang masih merasa khawatir dengan kredibilitasnya sebagai seorang dosen. Ia sangat menyukai apa yang baru saja terjadi, ia hanya merasa itu tidak etis.

Helena mendekati Ursula dan memeluknya. "Tenanglah. Kamu dan kredibilitasmu akan baik-baik saja. Sekarang, aku akan membuatmu lebih rileks." Helena berjongkok di depan Ursula. Ia sangkutkan salah satu kaki pacarnya di atas wastafel.

"Apa yang membuatmu jadi begini menggairahkan, Helena?" tanya Ursula sambil mendesah.

Kalau aku bilang kamu tidak akan mempercayainya, jerit Helena dalam hatinya.

***

Octava sedang berbicara di telepon ketika Ursula dan Helena turun tangga. Octava berdiri membelakangi mereka dan sepertinya tak sadar kalau dua wanita lain sudah duduk di sofa.

"Ya, tapi kamu tidak pernah bilang kalau kamu akan ambil semester pendek. Aku tahu, liburan kemarin kita tidak sempat bertemu sama sekali. Setidaknya kamu mengabariku, kita kan... Tidak Luna. Aku tahu dari Tony, kemarin." Octava berhenti bicara sebentar. "Ya... Aku ada satu mata kuliah yang harus diulang. Kalau pun aku mengejar semester pendek... Ya... Aku tahu." Gadis itu balik badan dan melihat Ursula serta Helena sudah duduk di belakangnya entah sejak kapan. "Hm, Luna. Aku harus pergi. Nanti kita bicara lagi." Octava menutup teleponnya. "Sejak kapan kalian ada di belakangku?"

"Lihat, Ursula. Octava tak bisa cepat-cepat skripsi karena kamu tidak meluluskannya dua kali." Helena berdiri dan mengomeli pacarnya.

Ursula mengejar Helena yang ngambek. Octava mengikuti dua orang perempuan itu ke garasi.

"Itu bukan salah Ursula, Helena." Octava jadi merasa bersalah. Kalau Helena dan Ursula sampai bertengkar, pastilah ini karenanya.

Tapi, Helena nampaknya tidak begitu tertarik mendengar penjelasan siapa pun. Ia membuka kunci mobilnya dari jauh. Dan langsung masuk ke dalam kursi kemudi. "Siapa yang menyuruhmu duduk di depan?" bentak Helena pada Ursula.

"Helena, jangan menjadikan ini masalah besar..." Ursula membujuk. "Urusanku dan Octava di kampus tak boleh dibawa-bawa ke ranah pribadi."

Helena memandang pacarnya dengan bingung. Alisnya berkerut, hampir menyatu satu sama lain. "Ursula, dia adik tiriku dan ini pernikahan ibunya dan ayahku. Biarkan dia duduk di depan."

"Jadi ini bukan karena nilai Octava?" tanya Ursula yang sudah ketakutan.

Helena menggeleng. "Itu kan urusanmu sebagai dosen. Sekarang cepat keluar dan suruh Octava duduk di depan. Aku tak mau terlambat. Aku tak mau Pak Tua Gourse kompalin soal apa pun hari ini."

Ursula mengelus dadanya dengan lega. Ia tersenyum lebar. "Aku cinta padamu, Helena." Ursula turun dari mobil. Ia bukakan pintu untuk Octava. Dan Ursula duduk di belakang.

"Sudah siap?" tanya Helena yang terdengar lebih lembut dari lima detik lalu.

"Su-sudah..." sahut Octava takut.

Helena mencuri pandang pada Ursula yang tersenyum sambil memandang ke luar jendela.

"Oke. Pakai sabuk pengaman kalian. Karena sekarang kita akan berangkat ke pernikahan Gourse yang sederhana," kata Helena sambil mengeluarkan mobilnya dari garasi dan meluncur ke tempat acara pernikahan ayahnya.

2. Microscopic Lust GXG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang