15

128 11 0
                                    

"Kamu tidak bisa selalu lari kalau keadaan sedang tidak menguntungkanmu, Octava. Berhentilah melarikan diri." Ursula memperingatkan Octava dengan suara yang pelan sekali, namun mampu membuat lawan bicaranya merinding.

Yang barusan itu nyaris saja terjadi. Octava memperingatkan dirinya sendiri. Tapi, bukan karena Ursula terlalu mengintimidasi. Kejadiannya begitu cepat. Sehingga malu rasanya bagi Octava untuk mengingat apa yang sempat terbersit dalam pikiranya. Ini pasti pengaruh minuman keras.

Baru saja, kurang dari semenit lalu ia ingin tahu rasanya mencium bibir Ursula. Dan Octava teringat lagi soal lebam di leher Ursula. Ia sempat punya sudut yang menguntungkan. Octava dapat melihat memar itu dengan sangat jelas. Octava merasa kasihan. Terutama, mata Ursula yang persuasif seperti memanggil-manggil Octava untuk mendekat.

"Siapa yang membikin lebam di lehermu?" Octava bertanya. Tanpa ijin jari tangannya meraih leher Ursula.

Sebelum sempat Ursula menjawab, Helena muncul entah dari mana. Ia memeluk Ursula dan menciumnya. Tepat di mana Octava sempat berpikir untuk melakukannya.

Lalu keadaannya jadi canggung untuk Octava saja. Karena Ursula tentu dengan senang hati membalas ciuman itu. Helena buru-buru melepaskan ciumannya. Senyumnya kembang. Dan Octava menemukan kenyataan bahwa Helena jauh lebih memabukkan senyumnya setelah Octava kena pengaruh alkohol.

"Maaf sekali aku harus meninggalkan kalian berdua." Helena mengungkapkan penyesalannya dengan mimik wajah yang tulus.

"Mana ibumu?" Ursula menyapukan pandangan ke seluruh wilayah yang bisa dijangkau matanya.

Helena dan Octava ikut-ikutan memandang ke sekeliling. Pengantin masih di pelaminan. Para peminum masih berkumpul di sudut venue. Juga para pemakan yang masih sibuk makan dan pelayan yang berkeliling melayani.

"Sudah pulang. Akhirnya," kata Helena sambil melihat jam tangannya. Ia menghela nafas panjang. "Ayo kita pulang. Octava kamu ikut dengan kami, kan?"

Octava langsung menggeleng. "Aku akan menunggu ibuku saja."

"Kukira kamu terlalu tertutup dan pendiam untuk sebuah pesta." Ursula menimpali.

Octava mencari alasan lain. "Kalian pulanglah. Aku masih ingin berkeliling. Minum dan makan." Gadis itu memaksakan tawanya. Meski dalam hati sibuk menyindir diri sendiri.

Jelas tak banyak yang bisa ia lakukan setelah Ursula dan Helena pergi. Kecuali minum-minum hingga tubuhnya terhuyung. Akhirnya Octava memutuskan untuk menyewa taksi dan pulang sendiri, sebab Amanda nampak masih sangat menikmati pestanya.

"Tahu begini aku seharusnya pulang dengan dua orang tadi." Octava menggerutu saat merangkak ke dalam taksi. "Tidak, aku tidak bisa pulang dengan mereka."

Octava akhirnya sampai. Ia membayar taksinya dan masuk ke dalam rumah itu. Rumah keluarga Gourse sepi seperti biasanya meski lampu sudah menyala semua. Mobil Helena sudah terparkir rapi di tempatnya. Kemungkinan pemiliknya sudah tidur pulas di kamar.

Jam dinding menunjuk pada angka sepuluh. Octava yang sudah mabuk berusaha mendaki tangga tanpa suara. Sepatu tingginya ia jinjing. Gaunnya ia angkat sedikit. Ia tidak ingin terpeleset dan merusak gaun yang diberikan Helena.

Sebelum Octava sempat menyentuh gagang pintu kamarnya ia mendengar bunyi-bunyian. Octava memejamkan matanya untuk memastikan, bahwa apa yang ia dengar bukanlah khayalan semata.

Octava mencari arah suara tersebut. Asal dari suara benturan benda tumpul yang konstan. Octava berusaha sadar cepat dari pengaruh alkohol yang sudah bercokol senang dalam tubuhnya. Octava menyipitkan matanya agar pandangannya fokus. Ia berjalan sambil bersandar pada tembok lorong dan berhenti di depan kamar Helena.

2. Microscopic Lust GXG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang