8. Terlanjur

14 4 0
                                    

~like a coin, humans have two different sides and we would never expect it~

°-°°-°°-°

Pelangi mengintip dari celah pintu dan yang dia lihat hanyalah kegelapan. Tidak ada sedikitpun cahaya terpancar dari dalam rumah itu. Jujur saja Pelangi takut untuk masuk ke dalam dan pulang adalah jalan keluar yang terbaik.

"Oke Pelangi,, balik kanan dan kabur!" Instruksinya pada diri sendiri.

PRANGG

Gagal. Pelangi melompat kaget, panik langsung menutup mulutnya. Huh, hampir saja ia mau berteriak. Pelangi kini berdiri kaku membelakangi pintu. Sungguh ia memerlukan sedikit nyali untuk menggerakkan tubuhnya.

Pelangi terisak kecil dan air mata jatuh di pipinya. Emang benar ya kata Rain bahwa Pelangi itu cengeng.

Setelah membuang sedikit rasa takutnya dengan menangis, Pelangi memutuskan untuk berbalik. Ya, dia tidak boleh takut terlebih bahwa ia yakin, Rain ada di dalam. Jadi, ngapain harus takut?

"Ayolah Pelangi, kenapa kamu bodoh dengan takut di siang bolong begini. Ini bukan Pelangi." Ucapnya dalam hati meyakinkan diri sendiri. Kini detak jantungnya mulai netral. Ia berbalik lagi dan mencoba meraih gagang pintu kayu itu. Got it.

Dengan sedikit nyali yang tersisa ia mendorong pintu sekuat tenaga hingga terbuka lebar. Ia tidak bisa membayangkan gimana reaksi Rain melihat kelancangannya ini.

Cahaya matahari kini memasuki penjuru ruangan yang gelap itu. Sudah cukup lama pelangi melakukan aksinya mendorong pintu tadi, ia tidak berani bergerak. Menunggu si penghuni rumah keluar duluan dan memergokinya, kemudian ia nanti hanya membalasnya dengan menyengir. Sungguh solusi yang brilian.

Gila. Tidak ada yang keluar. Ketakutan kini melanda Pelangi. Apa jangan jangan tidak ada orang di rumah ini dan memang hanya dialah satu satunya manusia di hutan yang menyeramkan ini? Bodoh. Pelangi merutuki kecerobohannya. Tapi ia memutuskan untuk masuk memastikan Rain ada di dalam.

Ia melangkah kakinya pelan mencegah terdengarnya suara kaki menapak. Melihat suasana rumah yang kini terang Pelangi tidak terlalu ketakutan. Ia masuk semakin dalam dan kemudian menghembuskan nafas lega kala melihat sosok yang diyakini Rain sedang duduk bertelungkup di atas lutut.

"Rain." Panggil pelangi pelan. Suaranya sedikit bergetar. Pelangi yang masih takut kini dilanda kebingungan lagi. Kenapa bisa kondisi pria ini begini. Ia tau bahwa ada yang tidak beres dari Rain. Barang pecah berserakan di lantai namun Pelangi terus meneruskan langkahnya mendekati Rain.

"Rain, maaf.." Pelangi kini sudah berada tepat di depan Rain. Bodohnya ia malah menangis dan meminta maaf.

Ya. Pelangi akui bahwa ia salah. Seharusnya ia tidak datang setelah di tolak mentah-mentah oleh Rain. Karena kelancangannya ia malah melanggar privasi orang lain.

Rain mendongak. Bisa pelangi lihat dengan jelas mata Rain yang sembab di ruangan yang minim cahaya itu. Hal itu membuat Pelangi semakin menangis.

"Hiks... Hiks maafin gue." Pelangi menangis ketakutan. Pikirannya mulai tidak bisa di ajak kompromi. Ia mulai berpikir bahwa Rain akan membunuhnya di sini.

"Naik apa lo kesini?" Suara serak khas baru selesai menangis terdengar di telinga Pelangi yang membuat tubuhnya bergetar.

"Jalan kaki." Jawab Pelangi yang masih saja menangis.

"Lo sudah mengambil keputusan yang salah dengan datang kesini." Rain beranjak berdiri dan mengusap kasar wajahnya.

"Dan lo harus siap menanggung resikonya." Lanjutnya.

RAIN (Pelangi Di saat Hujan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang