13

51 17 0
                                    

.

.

.

Hembusan angin malam menerpa wajah laki-laki itu, tak sedikitpun tubuhnya itu tergoyahkan untuk pergi. Tatapannya yang kosong, matanya menyiratkan luka sekaligus rindu yang mendalam. Betapa rumitnya kehidupan yang ia jalani saat ini, takdir seakan tak pernah berpihak kepadanya. Kebahagiaan yang tak pernah lagi dia rasakan, semenjak tahun itu.

"Kak Nafisha..... gue kangen lo kak! Andai, saat itu kakak gak nyelamatin gue, mungkin sekarang lo masih hidup kak.." Tak terasa bulir bening jatuh dari matanya, mengingat kembali tragedi itu membuat dia dihantui rasa bersalah.

Dia ingin menyerah, tetapi dia ingat ada seseorang yang harus dia bahagiakan dan sembuhkan trauma nya. Jika bisa, mungkin sudah lama dia menyerah. Karena takdir mempertemukan kembali kepada seseorang yang sangat berarti untuk hidupnya, membuat dia kembali bersemangat untuk berjuang. 

"Kak...di atas sana pasti bahagia ya? Gue janji kak, gue bakalan jaga Anantha seperti yang kakak ucapkan, dan bahagia kan dia apapun yang terjadi!"

Hafiz mengusap air matanya dan tersenyum penuh arti. Menatap sebuah bingkai foto nya bersama Anantha, saat masih kecil.

______

Sepulang dari rumah sakit, mata Anantha tidak kunjung mengantuk. Pikirannya masih kemana-mana. Dia sadar, kehidupannya yang sekarang sangat jauh berbeda. Mulai dari saat dia bangun dari koma nya dan tidak mengingat siapa dirinya beserta keluarganya. Arkanza, dia juga tidak mengenal kakak nya itu.

Tetapi, saat Arkanza menceritakan semua kejadian yang menimpa nya dan Arkanza juga mengatakan bahwa kedua orang tua nya sudah meninggal. Anantha hanya percaya, dia tidak tahu penyebab kematian orang tua nya hingga sekarang. Begitu juga dengan masa lalu nya dia tidak ingat sama sekali, hanya saja yang dia bisa ingat bayang-bayang kecelakaan dan trauma nya.

Hal itu juga membuat Anantha stres, siluet kejadian di masa lalu nya membuat dia menangis selalu menangis tanpa sebab, bahkan sering sakit kepala karena memaksakan ingatannya.

Anantha menatap bingkai foto seorang bocah laki-laki yang sedang tersenyum, sambil merangkul gadis yang disampingnya. Yang tak lain adalah Anantha.

"Apa lo beneran cinta pertama gue? Lo dimana sekarang? Gue butuh lo...." Anantha terisak sambil memeluk foto itu. Meskipun Anantha tidak tahu siapa orang di foto itu, tapi dia yakin jika orang itu adalah cinta masa kecil nya.

Anantha hanya bisa memendam rasa penasaran nya itu. Pernah sewaktu-waktu dia bertanya pada Arkanza tentang masa lalu nya, tapi Arkanza hanya bilang "Stop! bahas masa lalu, masa lalu kamu itu terlalu menyakitkan." Hingga sekarang dia tidak pernah lagi penasaran, dia ingin tahu seberapa menyakitkan masa lalu nya dan akan berniat mencari tahu nya sendiri.

.

.

Anantha menuruni anak tangganya, terlihat bi Ani sedang menyiapkan sarapan paginya. Hatinya menghangat kehadiran wanita paruh baya itu membuatnya tidak lagi kesepian.

"Non, makan dulu ya! Hari ini jangan sekolah dulu, kan non Anantha baru pulang dari rumah sakit. " Peringat Bi Ani.

"Aku udah mendingan kok, bi! Boleh ya, sekolah? Tapi, bawa bekal aja bi, gak sempat!" Anantha meneguk susu yang disediakan oleh bi Ani. Bi Ani tersenyum. Dia juga mengatakan jika Arkanza sudah pergi karena ada urusan, dan Anantha akan diantar oleh sopir pribadi kakaknya. Sebenarnya Anantha sudah lelah dengan kakaknya yang selalu sibuk dan jarang pulang ke rumah. Mengingat kakaknya jarang sekolah, tetapi dia suka mendapat juara tingkat di sekolahnya. Hal itu membuat Anantha kagum.

ONCE AGAIN {ON GOING}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang