RADENTARA 8

35 6 0
                                    


Ohayooo Hujann in here!!
Tolong untuk vote dan komennya ya sebagai bentuk apresiasi dan support ke aku.
Kalian juga bisa kasih krisar agar cerita ini bisa jadi lebih baik lagi.
Selamat membaca🤍

_________




Rasa nyaman yang menenangkan hati hadir saat sepasang tangan Raden mengukung tubuh hangat wanita paruh baya, yang kini tengah sibuk mencuci piring kotor di wastafel.

Ibu Uli menoleh kaget. Namun sesaat kemudian ia mengulas senyum saat melihat sosok yang tengah memeluknya itu adalah anak laki-laki kesayangannya.

Raden menyandarkan kepalanya di punggung Ibu Uli. Kedua tangannya tampak masih betah melingkar di pinggang wanita itu.

"Kenapa, nih? Tumbenan banget pulang-pulang langsung meluk-meluk, Ibu."

"Gak papa. Pengen aja," jawab Raden dengan suara lesu.

"Jadi gitu sekarang, hm? Gak mau berbagi cerita ke ibu lagi. Udah gak percaya sama ibu, ya?"

Raden itu anak asuh pertamanya di panti ini. Ibu Uli pertama kali menemukan Raden di samping rumahnya dalam sebuah keranjang bayi. Sudah merawat Raden sejak bayi membuat ibu Uli paham betul dengan karakter anak itu. Dia hapal jika Raden sudah bermanja-manja begini. Tandanya cowok itu pasti sedang bersedih.

"Kenapa, hm? Ada apa? Coba sini cerita-cerita ke ibu." Ibu Uli menghentikan aktivitas mencuci piringnya. Setelah selesai mengelap kedua tangannya sampai kering. Wanita itu memutar tubuhnya menjadi menghadap Raden.

Pelukan Raden terlepas bersamaan dengan ibu Uli yang memutar tubuhnya. Cowok itu mundur sedikit ke belakang untuk memberi jarak diantara keduanya.

Kedua tangan berkerut ibu Uli terangkat naik untuk menangkup kedua belah pipi Raden. "Anak, ibu lagi kenapa?" tanya ibu Uli untuk kesekian kalinya. Raut wajah Raden yang juga tampak lesu, membuat wanita itu semakin yakin bahwa ada sesuatu yang sedang terjadi pada Raden.

Raden tetap tak mau berbicara. Ia hanya diam memandangi ibu Uli dengan wajah ditekuk.

Tangkupan kedua tangan ibu Uli terlepas dari pipi Raden. "Ooo, ibu tahu. Kamu sengaja manja-manjaan begini biar gak ibu omelin karena tadi pagi udah bohongi Pak Uwan, kan?" tebaknya sembari menjawil hidung mancung cowok itu.

"Idih, diaduin ke ibu?" tanya Raden yang dibalas dengan anggukan singkat oleh wanita itu. "Dasar Pak Uwan tukang ngadu banget." Raden mendengkus sebal.

"Kamu, tuh, ya. Suka banget jahilin orang," kata Ibu Uli sembari memberikan satu cubitan gemas di lengan kekar Raden.

Raden tertawa kecil. "Tapi Raden beneran lagi sedih tahu, Buk. Bukan sekedar pengalihan isu biar ibu gak marahin Raden," ujarnya bersamaan dengan raut wajahnya yang kembali berubah cemberut.

"Sedih kenapa emangnya?" tanya Ibu Uli.

"Masa tadi risol kita dibuang ke kotak sampah. Terus risol kita juga dibilangin gak baik buat kesehatan. Raden sakit hati banget, Buk." Dengan emosi yang menggebu-gebu Raden menceritakan kejadian pembuangan risol jualannya yang dilakukan Tara di sekolah tadi. 

Tak hanya itu saja. Raden juga menceritakan tentang semua kejadian yang dialaminya selama bertemu Tara. Dari cewek itu yang merotasikan matanya dengan sinis saat sempat tatap mata dengan Raden. Lalu juga tentang keduanya yang pernah adu mulut hingga akhirnya mereka ditegakkan di lapangan upacara.

Kebiasaan seorang Raden, jika sudah bercerita. Maka semua hal akan ia ceritakan.

Setelah memakan waktu hampir lima menit. Raden mengakhiri ceritanya dengan kalimat, "Pokoknya Raden gak suka banget sama, tuh cewek, Buk. Udah jutek, sombong, gak bisa menghargai orang lain pula! Raden doain, semoga jodohnya, tar jelek."

"Gak boleh gitu, heh," tegur ibu Uli dibarengi dengan sebuah tawa.

"Gak boleh mendoakan hal-hal buruk ke orang lain. Nanti kalau doanya berbalik ke kamu, atau malah kamu yang jadi jodohnya gimana?"

Raden reflek melakukan gaya seperti ingin muntah. "Amit-amit ... amit-amit."

Ibu Uli kembali dibuat tertawa karena respon anak asuhnya itu.

"Raden mending berenang seratus kali di kolam ikan lele Pak Ahmad daripada harus berjodoh sama dia."

"Ada-ada aja kamu, nih." Tangan Ibu Uli mengacak-ngacak gemas rambut hitam legam Raden sampai berantakan. "Udah ganti baju, gih. Cuci tangan habis itu makan siang dulu. Ibu tadi buat sayur asem kesukaan kamu."

"Ay ay kapten!" Raden melakukan gerakan hormat. Setelah ia menurunkan kembali tangannya ke bawah. Wajah Raden mengikis jarak yang ada di antaranya dan ibu Uli. Dengan gerakan cepat ia mengecup pipi kiri wanita tersebut. Lalu kemudian ia berlari pergi sembari berteriak, "Dadah, Ibu!"

Tak selang beberapa detik, Raden muncul lagi dari balik dinding pembatas antara dapur dan ruang tengah.

"Ada apa lagi?" tanya Ibu Uli.

"Raden lupa bilang ke Ibu. Itu di dalam box container ada apel. Tadi pagi Sekar bilang dia mau apel. Ibu tolong kasih ke dia, ya. Bagiin ke Eci mereka juga. Soalnya Raden beli agak banyak tadi."

"Ohh, iya nanti ibu kasih."

"Oke, makasih Ibuu!"

Ibu Uli memandangi kepergian Raden dengan napas yang berhembus pelan. Raden itu memang tak semanis dan selembut Albi dalam memperlakukan orang lain. Dia itu galak dan hobi sekali memarahi adik-adik pantinya yang lain. Tapi dibalik itu semua, dia menyayangi mereka dengan sepenuh hati. Apapun akan ia lakukan demi untuk memenuhi segala keinginan adik-adiknya itu.



*****



Suara elektrokardiogram memenuhi ruangan serba putih berukuran 4x4 itu. Pemandangan pertama yang terlihat saat memasuki ruangan itu adalah seorang gadis muda yang tengah terbaring dengan berbagai alat medis yang terpasang di tubuhnya.

"Gimana kalau dia gak bangun lagi, Yah? Aku ...  aku gak rela kalau harus kehilangan anak yang sudah aku rawat sepenuh hati sejak bayi." Wanita paruh baya berusia sekitar 40 tahunan itu membenamkan wajahnya di dada bidang sang suami untuk mencurahkan seluruh tangisannya yang tak bisa lagi ia bendung.

"Ami anak kuat, Bun. Ami pasti akan bangun lagi," ucap sang suami tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah putrinya itu. Tangannya sendiri terus memberikan usapan lembut di kepala istrinya, agar wanita itu bisa lebih tenang dan kuat melewati segala cobaan yang sedang menimpa keluarga mereka.

"Salah apa Ami sampai mereka tega melakukan hal sejahat itu sama dia, Yah?" Pria itu tak bergeming sama sekali. Sama seperti istrinya, hati pria itu juga terluka melihat putri tercintanya disakiti oleh manusia-manusia tak berhati seperti teman-teman sekolah anaknya itu.

Dalam hati pria itu berucap, "Ami anak Ayah yang paling cantik. Tolong cepetan bangun, ya, Nak. Ayah dan bunda kangen liat senyum Ami lagi.


Bersambung
__________________

So, gimana dengan part ini? Suka?
Aku harap suka, yaa
Terimakasih untuk vote dan komen yang udah dikasih, Gengg💗
See you next part okeyy!!










RADENTARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang