Chapter 5

161 19 0
                                    


Selain membaca, Shiho menghabiskan waktunya dengan menonton TV. Ia juga mulai merajut untuk membuat pakaian bayi. Belakangan ia juga menyulam. Ia mengembalikan sapu tangan Takaaki setelah memberikan sulaman bunga lili putih di sana. Diam-diam Takaaki menyimpan sapu tangan itu baik-baik dan tidak ingin menggunakannya lagi seolah benda tersebut adalah hadiah yang berharga. Dokter yang telah ditunjuk dari kepolisian, rutin datang ke rumah untuk memeriksa kandungan Shiho. Sejauh ini tidak ada masalah, janinnya berkembang dengan baik.

Suatu malam Takaaki pulang dan menemukan Shiho masih menonton TV di ruang tamu. Yui yang sedang bertugas saat itu malah ketiduran di sofa. Shiho menyelimuti polisi wanita itu dengan selimut.

"Seharusnya Uehara yang menjagamu, bukan sebaliknya," kata Takaaki saat melihat Shiho merapikan selimut Yui.

"Tidak apa-apa, sudah seharian Inspektur Yui menjagaku. Dia pasti lelah, lagipula aku juga yang bersikeras masih ingin menonton," ujar Shiho.

"Kau masih suka mimpi buruk?" tanya Takaaki.

Shiho menurunkan pandangannya, "meski tidak sesering dulu, tapi ya... mimpi itu masih menghantuiku..."

"Menonton TV bukan jalan keluarnya. Cahaya birunya akan membuatmu mimpi buruk."

"Aku tahu itu."

Takaaki mematikan TV dengan remote seraya duduk di hadapan Shiho tanpa menghiraukan Yui yang sudah sangat terlelap.

"Mau mendengar cerita lagi?"

"Boleh juga, yang waktu itu belum selesai."

"Sampai dimana?"

Shiho mengingat-ingat, "ramalan itu. Ramalan yang mengatakan Wu Mei Niang akan menghancurkan dinasti..."

"Ah ya... gara-gara ramalan itu, Kaisar Li Shimin memerintahkan untuk membunuh semua wanita yang bermarga Wu..." Takaaki melanjutkan ceritanya.

Shiho menyimak dengan baik, sesekali ia bertanya. Tapi lama kelamaan ia merasa ngantuk dan akhirnya tertidur juga. Takaaki membenarkan posisi tidurnya. Meletakkan bantal di bawah kepala Shiho dan menyelimutinya dengan selimut. Sekarang ada dua wanita tertidur pulas di ruang tamunya.

***

"Apa-apaan ini?" Yamato melongo saat menemukan dua wanita yang masih terlelap di sofa ruang tamu keesokan harinya.

"Sshh!" Takaaki memperingatkannya, "pelankan suaramu, nanti mereka bangun."

"Takuu..."

"Uehara ketiduran saat Miyano-San masih menonton TV semalam. Miyano-San juga ketiduran saat mendengarkan ceritaku."

"Tentu saja, siapa yang tidak ngantuk mendengarkan cerita kunomu," ejek Yamato.

Takaaki hanya menyipitkan matanya dengan kesal.

"Tapi Yui seharusnya tidak lengah di hadapan tawanan."

"Kurasa kata 'tawanan' agak kasar."

"Kau yang ke-lembekkan. Apa bedanya status dia dengan saksi atau tawanan lainnya?" gerutu Yamato.

"Aku tak mau ribut pagi-pagi."

"Kau sedang apa?"

"Membuat nasi goreng untuk sarapan. Mau?"

"Boleh juga."

"Hoaaaam...." Mendadak terdengar gumaman dari Yui yang baru saja bangun. Wanita itu menggeliat sebelum membuka mata, "areee... sudah pagi ya. Aku ketiduran semalam. Lho... Kok Miyano-San tidur di sini juga?" katanya kaget saat melihat Shiho berbaring kalem di sofa seperti putri salju.

"Intinya kata Komei kalian berdua ketiduran di situ," kata Yamato seraya duduk di sofa yang lain.

"Aduh wanginya, Morofushi-Kun pasti sedang masak," gumam Yui yang mendadak merasa lapar lalu kembali memandang Shiho, "kita tak bisa membiarkannya tidur terus di sini. Dia sedang hamil, tidak leluasa tidur di sofa."

"Yah, kau atur saja," kata Kansuke tak peduli seraya memainkan handphonenya.

Dengan lembut Yui menepuk-nepuk bahu Shiho, "Miyano-San..."

"Uhm..." Perlahan Shiho bangun dan membuka mata.

"Maaf membangunkanmu. Tapi sebaiknya kau lanjut tidur di kamar saja, tidak nyaman tidur di sofa," kata Yui lembut.

"Ap... Oh..." Shiho yang masih mengantuk baru sadar dirinya ketiduran semalaman di sofa.

"Aku antar kau ke kamar ya," ujar Yui.

"Ini wangi apa?" tanya Shiho.

"Ah, sepertinya Morofushi-Kun sedang masak. Atau kau mau sarapan dulu baru tidur lagi?"

"Boleh juga," kata Shiho yang mendadak tergiur sama wanginya.

Akhirnya mereka berempat sarapan nasi goreng omurice bersama di meja makan.

"Moodmu sedang jelek ya Kan-Chan," kata Yui memulai pembicaraan.

"Mood dia selalu jelek," timpal Takaaki.

"Diam kau!" seru Yamato.

"Ini pasti berhubungan sama kasus pembunuhan di Perfektur Arano. Pesan kematian korban belum ada yang berhasil memecahkan," ujar Yui.

"Inspektur Uehara Yui," Yamato mengingatkan dengan tegas seraya melirik Shiho.

"Ap...Oh maaf-maaf..." celetuk Yui salah tingkah, kelupaan tidak boleh membahas pekerjaan di hadapan 'tawanan.'

Shiho hanya diam saja pura-pura tak mendengar. Ia fokus menikmati sarapannya. Omurice buatan Takaaki sama enaknya seperti takoyaki.

"Tapi kukira pesan itu bukan bahasa Jepang," Takaaki sengaja lanjut, "korban ditemukan di ruang bacanya dengan beberapa patah kata yang bertebaran..."

"Komei!" Yamato memperingatkan.

Namun Yui malah jadi semangat menambahkan, "eh, 'no' dan 'me' sepertinya dalam bahasa Inggris, 'li' bisa berarti dalam bahasa mandarin, tapi 'tang' dan 'ere' itu apa aku tak mengerti..."

"Ya sudahlah," Yamato mulai bosan dan menyerah dengan tingkah kedua temannya.

"Mungkin kita perlu bantuan ahli bahasa," Takaaki menimbang-nimbang.

"Latin..." desah Shiho yang masih menikmati sarapannya.

"Eh?" ketiga polisi tersebut serentak menatap Shiho.

"Noli Me Tangere adalah bahasa latin artinya 'jangan sentuh saya.' Itu adalah judul novel karangan Jose Rizal yang diterbitkan saat Filipina dijajah oleh Spanyol," gumam Shiho masih tetap fokus pada omuricenya.

Ketiga polisi itu kini saling bertukar pandang.

"Aku akan menghubungi Saegusa untuk memeriksa perpustakaan korban. Siapa tahu ada koleksi buku tersebut," kata Yui seraya mengeluarkan handphonenya dan beranjak dari kursinya.

"Eh, siapa tahu saja ada petunjuk terselip di buku itu," sahut Takaaki santai sambil menikmati sarapan.

Yamato mendelik kesal padanya.

"Arigatou Miyano-San, kau membantu memecahkan teka-teki pembunuhan itu," ucap Takaaki pada Shiho tanpa menghiraukan Yamato yang melotot padanya.

"Eh? Hanya kebetulan saja aku tahu bahasa itu," ujar Shiho.

"Ko... Mei..." geram Yamato tampak ingin menjitak temannya.

"Noli me tangere (jangan sentuh aku), Kansuke," ejek Takaaki.

"Cih!" Yamato hanya bisa mendengus kesal menerima kekalahan.

The ProtectorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang