Season 2. 18. Mencari

6.7K 48 0
                                    

Toni mulai merapikan bajunya kembali, dia berhasil meniduri Mira dan mulai tersenyum dengan bangga. "Aku akan memintanya lagi nanti, hari ini aku akan keluar rumah dulu untuk bekerja. Tidur yang nyenyak, Sayang!" Pemuda itu mencium kening Mira yang sudah terbaring lemas di kasur.

Mira terdiam kaku dan meringkuk di sana dengan pakaian yang acak-acakan; ia baru saja memakainya kembali. Gadis itu mulai menangis keras sesaat Toni mulai menghilang dari ruangan; sekarang ia benar-benar  merasa sangat depresi dan trauma.

Tatapannya beralih ke lantai di mana tali bekas ikatannya yang sudah terlepas tadi berada. "Tidak ada hal yang menjadi alasan untukku untuk bertahan hidup lagi."

Damien sudah menghubungi semua teman-teman Mira, tetapi tidak ada satupun yang tahu keberadaan. Pria itu bahkan tidak fokus dalam mengajar, pikirannya terus bercabang memikirkan keberadaan gadisnya itu.

Dia benar-benar frustasi dan terus mengecek ulang kontak Mira; ia berpikir suatu waktu akan dihubungi oleh gadis itu.

"Kalau dalam tempo sehari ini tidak ada kabar sama sekali tentang Mira, aku akan menghubungi polisi." Damien bergumam sendiri di ruangan kantornya, dia bahkan tidak memperdulikan berapa banyak tugas dan perkerjaannya yang dia pikirankan hanyalah satu; Mira harus bisa ditemukan secepat mungkin.

Seminggu berlalu, tidak ada tanda-tanda keberadaan Mira. Damien juga sudah menghubungi polisi, tetapi tidak ada juga tanda-tanda keberhasilan dari pihak berwajib itu.

Pria itu mulai depresi kembali, sama persis seperti ia lakukan di saat Mira meninggalkannya beberapa bulan lalu; bahkan mungkin lebih parah; ia bahkan mengkonsumsi pil tidur. Ia juga tidak ingin bekerja dan melakukan aktivitas seperti biasanya lagi.

Carol yang melihat itu juga hanya bisa terdiam. Apalagi ditambah dengan ucapan Damien seminggu yang lalu; pria itu jujur dengannya mengapa bertingkah seperti itu. Wanita itu merasa marah, tetapi ia juga  menyalahkan diri sendiri karena terlalu sibuk dengan pekerjaan sampai tidak bisa memberikan perhatian kepada keduanya.

Carol duduk menjongkok di pojok ruangan di mana Damien duduk meringkuk di sana. Ia mulai berkata pelan sambil memegang lembut pria itu. "Damien, aku akan berusaha mencari Mira, apapun akan kulakukan. Namun, aku punya satu syarat."

Damien mengalihkan pandangannya ke arah Carol dengan tatapan lesu, tetapi penuh harap. "Apa itu?" ucapnya dengan nada yang sedikit semangat.

"Jika Mira kembali, kalian jangan pernah untuk bertemu lagi. Aku ingin menghilangkan perasaan terlarang di antara kalian berdua; kalian mungkin saja hanya merasa kesepian dan terbawa perasaan." Carol mulai menawarkan suatu jalan keluar. "Aku tidak masalah jika kamu tidak menyukaiku lagi, tetapi apakah kamu tidak berpikir betapa malunya keluargaku dan keluargamu jika tahu tentang hubunganmu?"

Damien terkejut dan menunduk. "Aku, aku... tidak bisa, aku sudah terjatuh sangat dalam."

"Aku harap kamu bisa bersikap dewasa, Damien. Banyak resiko yang akan dihadapi jika kamu berpikir egois seperti itu," balas Carol lagi dengan ucapan tegas namun, tetap dalam kondisi tenang.

Cukup lama mereka berbicara dan akhirnya Damien terdiam kaku di pojok ruangan; berpikir ulang dengan ucapan Carol. Maafkan aku, Carol. Aku bahkan sudah tidur dengan Mira berkali-kali. Namun, aku tidak akan jujur denganmu tentang ini.

Carol menarik napas panjang saat keluar ruangan. Dia langsung masuk ke dalam toilet dan menangis sejadi-jadinya di sana. Wanita itu tidak menyangka bahwa keluarganya bisa berantakan separah ini. Kamu sangat bodoh, Carol. Kamu selalu menyangkal hubungan mereka dan akhirnya benar-benar terjadi, itu juga karena Damien yang berkata jujur!

"Aku kira keluarga kami akan utuh dan lebih rukun, ternyata aku salah menebak arti kerukunan itu."

Tiba-tiba ponsel Carol berbunyi, sebuah nomor kontak tidak dikenal tertera di lahar ponselnya. Wanita itu dengan cepat menjawab telepon tersebut. "Halo, siapa ini?"

Terdengar suara Mira yang sangat lemah di sana, nyaris tidak terdengar oleh Carol. Namun, dia masih bisa mendengar kalimat yang keluar dari mulut anak semata wayangnya itu. Mira hanya berkata beberapa kalimat yang tidak urut. 'Tolong aku Ibu, rumah Toni, sakit' Tak lama kemudian, tidak ada suara lagi yang muncul di sana diiringi bunyi 'tut'. Sepertinya kondisi sinyal tidak baik di sana.

"Tunggu Ibu, Sayang!" Carol dengan cepat mengusap airmatanya dan keluar dari toilet lalu langsung menuju ke kamarnya untuk mencari Damien.

Carol mendekati Damien yang masih saja berdiam diri di pojok kamar. "Apakah kamu mengenal Toni?"

Damien yang masih dalam kondisi antara sadar dan tidak sadar mulai berpikir keras dengan nama yang disebutkan oleh Carol. Dalam hitungan detik, ia menyadari dan mengenal pria itu. "Teman satu jurusan dengan Mira, lalu apa maksudmu dengan menyebut nama To--" Damien terdiam karena menyadari suatu hal mengenai pria itu.

Carol mengangguk perlahan dan menyakinkan apa yang sedang dipikirkan oleh suaminya. "Ayo, kita cari segera di mana rumah Toni!"

Damien dengan cepat berdiri dan mencari jaket untuk dirinya, ia berlari keluar kamar dan diikuti oleh Carol. Mereka hendak ke kantor polisi lagi.

Damien menatap Carol yang sedang duduk di sampingnya saat menemui polisi; mereka memberitahukan tentang telepon dari Mira.

"Apakah ada temannya lagi yang tahu dengan rumah Toni?" tanya polisi yang mengurus kasus mereka.

"Saya sudah menghubungi salah satu teman dekat Mira dan ia tahu dengan rumah Toni berada, Pak. Jadi, saya mohon temukan anak saya segera!"

Mereka mulai bergerak untuk mencari Mira secepat mungkin. Damien dan Carol mulai mengikuti semua arahan yang sudah diatur dari polisi tersebut; mereka akan menyusun siasat.

Balik ke tempat di mana Mira berada. Dia duduk lemas di ujung kasur dan berusaha untuk menyembunyikan ponsel Toni yang ia dapatkan susah payah dalam beberapa waktu terakhir. Seminggu yang lalu Mira berpikir untuk mengakhiri hidupnya, tetapi ia berpikir ulang dan memikirkan semua hal termasuk Damien dan ibunya Carol.

"Sayang, makan dulu ya? Nanti sakit!" Toni masuk ke dalam kamar dengan membawa tentengan yang berisi makanan.

Pria itu sudah terjebak dengan permainan Mira, Mira bertingkah seolah-olah menyukainya dan bisa leluasa bergerak di dalam rumah tersebut. "Kamu bawa apa?"

"Aku bawa bubur, kamu harus makan ini agar sehat dan tidak lemas. Agar kita bisa main lebih lama," ujar Toni sambil mengedipkan matanya. Dia mulai membuka bungkusan itu lalu mulai ingin menyuapi Mira. "Buka dulu mulutnya, Aaa~"

Mira membuka mulut dan memakannya dengan ekspresi senyum palsu; dia juga berusaha menyembunyikan ponsel agar tidak diketahui Toni.

Tiba-tiba terdengar ketukan pintu rumah Toni. Dia langsung terdiam dan menyuruh Mira agar tidak berisik, pria itu berjalan keluar dan menuju ke depan pintu rumahnya.

"Cari siapa?" Toni mulai membuka pintu. Ekspresinya yang tadi biasa saja tiba-tiba berubah tegang karena polisi dan orangtua Mira sudah berada di depan. "Ada apa ya, Pak?!"


Bersambung

STEP DADDY BENEFIT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang