Season 2:3. Merawat

17K 259 5
                                    

Carol berbicara saat dia menyiapkan satu teko susu di dapur. "Ibu kira kamu tidak mau lagi datang ke rumah." Dia berjalan ke arah meja makan dan menaruh benda itu di sana, lalu duduk di hadapan Mira dan memandangnya dengan tersenyum.

Mira yang sedang menyapukan selai ke roti tawar pun membalas perkataan Carol. "Aku merindukan Ibu, makanya aku datang."

Carol tersenyum kecil menatap anak semata wayangnya itu. "Terimakasih, ya?"

Mira menatap dengan wajah kebingungan lalu menghentikan kegiatannya untuk fokus berbicara kepada sang ibu. "Terimakasih untuk apa, Ibu?" Dia bertanya sembari menyodorkan sepotong roti yang sudah di olesi selai; di atas piring ke arah ibunya.

"Buat tidak membenci Ibu dan juga—mau menjaga Damien."

Mira mengeleng perlahan. "Aku tidak pernah membenci Ibu." Gadis itu menghela napas sejenak sebelum menjawab. "Aku juga tidak membenci Damien," ujarnya sembari menyembunyikan wajah serba salah. Ibunya—masih tidak tahu tentang hubungan terlarang mereka.

"Terimakasih atas pengertiannya, Sayang." Carol memegang punggung tangan Mira sekilazs sebelum melanjutkan perkataannya. "Damien selama beberapa bulan terakhir setelah kepergianmu ke rumah ayahmu terlihat seperti orang depresi, Ibu mengira karena dia merasa gagal menjadi ayah sambung untukmu?" tanyanya lagi dengan tatapan sedih.

Gadis itu pura-pura tidak tahu dengan maksud yang diucapkan ibunya, seketika dia menbuang muka ke arah lain untuk menetralkan ekspresi wajahnya.. "Aku tidak mengerti mengapa dia sampai bertingkah aneh seperti itu."

"Dia benar-benar berusaha keras mengambil hatimu, Mira. Ibu mohon, buatlah dia merasa dianggap...."

Ibu, sebenarnya bukan itu yang Damien mau. Aku merasa sangat bersalah kepada kalian berdua. Mengapa kalian membuat aku kebingungan seperti ini?

Setelah membatin Mira membalas ucapan ibunya dengan tatapan lembut. "Aku sudah menganggap Damien sebagai ayahku, Ibu. Hanya saja dia tidak menyadarinya." Gadis itu menepuk pelan tangan ibunya. "Aku pergi dari rumah juga karena memutuskan untuk menjaga ayah di sana. Dia tinggal sendiri, tetapi tidak denganmu, Ibu."

"Ibu lega mendengarnya," ujar Carol dengan menghela napas panjang. " Bolehkah kamu tinggal di sini untuk beberapa hari lagi, Ibu merindukanmu dan juga—masakanmu." Lanjutnya lagi melontarkan lelucon ringan sebagai pencair suasana.

Mira tersenyum sejenak sebelum berhenti berbicara. Dia mulai termenung sembari berpikir mengenai permintaan ibunya dengan tujuannya sejak awal yaitu; menghindari Damien.

"Ibu mohon!" Carol terus mendesak anaknya untuk berada di rumahnya untuk beberapa hari.

Setelah beberapa menit berpikir, Mira mengangguk menyetujui ibunya. "Baiklah, hanya... untuk beberapa hari saja."

Siang harinya Mira mengecek keadaan Damien lagi. Ia melangkah perlahan ke dalam kamar untuk memberikan makan siang yang sudah dibuatnya tadi. Tatapannya terfokuskan ke arah pria yang masih tertidur nyenyak di sana. Tangan Mira mulai mengapai kening untuk memeriksa suhu tubuh Damien. "Syukurlah, panasnya turun," ucapnya sebelum melepaskan kompresan yang mulai mengering dari dahi pria tersebut.

Mira menyentuh pipi Damien perlahan, jari-jemarinya menyelusuri setiap lekukan kulit di wajah tampan milik ayah tirinya dengan lembut. Perasaan rindunya mendalam mulai muncul dan memuncak hebat saat ia menyentuh pria itu. Kenapa kamu tidak menemukanku terlebih dahulu sebelum kamu menemui ibu?

Damien terbangun karena tangan Mira menyentuh pipinya. Secara perlahan dia menetralkan pikirannya dan menatap gadis itu dengan wajah yang masih lesu. "Kukira kamu sudah pergi."

Gadis itu refleks melepas tangannya di pipi Damien. "I-ibu yang menyuruhku untuk tinggal beberapa hari di sini, bukan berarti a-aku mengikuti permintaanmu!" ucapnya dengan terbata-bata karena salah tingkah dipergoki Damien.

Damien terkekeh pelan saat melihat Mira mencari alasan. "Mau siapapun yang menyuruhmu, aku tetap merasa senang."

Mira mengangkat alisnya dengan wajah yang berubah kesal. "Mengapa kamu tertawa, apakah tidak percaya dengan ucapanku?"

"Aku percaya... siapa yang mengatakan tidak percaya?" Damien berusaha bangun dari tempat pembaringannya dan bersandar di pangkal dipan. "Kalau aku tidak percaya, aku tidak akan berlari mencarimu pada kondisi sakit seperti ini."

Mira membalikan posisi lalu duduk membelakangi Damien. Dia tidak ingin menampakkan wajahnya begitu lama. "Kamu sengaja biar aku merasa berhutang budi padamu."

Damien menatap punggung Mira dengan tersenyum kecut. "Jika kamu tidak ingin hutang budi, mengapa menghubungiku?"

Gadis itu tersentak saat perkataannya di skakmat oleh dosen muda itu. "Sepertinya aku kalah berdebat denganmu kali ini," balasnya dengan helaan napas panjang sebelum mengambil piring yang berisi makan siang untuk Damien. "Makan dulu, terus minum obat dan terus istirahat."

Mira berpaling menghadap Damien kembali dan memberikannya piring itu beserta sendoknya. "Cepatlah sembuh, bagaimanapun kamu seorang dosen. Jangan seperti anak remaja yang baru pubertas."

Damien memegang piringnya sembari tersenyum mendengar ocehan gadis itu; ia telah lama merindukan semua omelan dari Mira. "Kurasa aku tidak mampu mengangkat tanganku," keluhnya di hadapan Mira.

"Manja sekali," balas Mira sembari menatap Damien tanpa ekspresi." Kamu hanya demam bukan stroke."

Damien terkekeh dan mengambil suapan pertamanya. "Aku bercanda. Aku hanya senang ketika melihatmu mengoceh."

Mira mendengkus sebelum memberikan segelas air putih kepada pria itu. Dia menatap wajah lesu dan rambut Damien yang berantakan, matanya cekung seperti tidak nyenyak tertidur. Gadis ini tidak menyangka bahwa ada pria yang sangat menyukainya sampai sakit seperti ini. "Dasar bodoh!"

Damien mengalihkan pandangannya ke arah Mira. "Kenapa?"

Mira membalas dengan nada tegas. "Berhentilah menyusahkan ibu, dia sudah terlalu lelah bekerja. Mengapa kamu seperti ini?!"

Damien menghentikan makannya, meletakan sendok dan langsung menundukkan kepala menatap bulir-bulir nasi yang tersisa di piringnya. "Aku tidak bisa mengatur pikiranku," ujarnya dengan nada rendah. "Sepertinya memang aku yang egois di sini."

Mira mengambil piring Damien kembali dan menaruhnya di atas meja dekat kasur, dia mulai mengambil obat. "Minum lagi obatnya," ujarnya langsung menaruh pil di telapak tangan pria itu. "Cepatlah sembuh dan bertingkahlah normal seperti kamu baru saja mengenalku."

"Aku sudah mencobanya sebelum kamu menyuruhku." Damien menelan obat dan meneguk air di gelasnya sebelum melanjutkan pembicaraan. "Namun, tidak bisa."

Mira terus memaksa dan beranjak berdiri menatap Damien dengan marah. "Kamu harus mencobanya seperti aku!"

Damien mendongakkan kepalanya menatap Mira dengan serius dan berusaha untuk menegaskan ucapannya. "Bagaimana aku bisa melupakanmu setelah kejadian 30 hari itu!?"

Gadis itu langsung terkejut dengan suara Damien yang meninggi, dia lupa telah melakukan kesalahan. Mira terdiam kaku saat memandang pria yang ia cintai marah padanya. Momen yang ia kira hanya sebuah tempat pelampiasan dari nafsu yang membendung berubah menjadi boomerang bagi mereka berdua.

Damien membalas lagi dengan suara yang lebih rendah. "Seandainya kita tidak melakukan kesalahan itu dari awal. Mungkin, aku tidak akan segila ini."


.

.

.

.

.

.

.

Macam biasa, vote dan komen!!!

STEP DADDY BENEFIT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang