Happy weekend! Clara mau nemenin temen-temen nih. Terima kasih buat 3 bab lalu yang udah vote dan ramein. Di bab ini jangan lupa ramein lagi yak, Gaes.
"Nggak bisa, Cla."
Aku melotot mendengar jawaban Vivian.
"Uangnya udah ditransfer ke yang punya apartemen. Dan lagi pula lo setuju sama perjanjian kemarin itu kan? Uang lo nggak bakal balik kalau lo keluar dari apartemen itu."
Alisku yang menukik mengendur lagi. Benar, aku terlalu percaya diri bakal betah di sana waktu menandatangani perjanjian pra-sewa. Ya Tuhan, aku benci kecerobohan ini.
Dengan lemas aku terduduk di kursi. Uang 50 juta nggak sedikit buatku. Apartemen serupa uang segitu cuma cukup buat 2 bulan sewa bahkan kurang. Lalu ketika Vivian merekomendasikan sebuah hunian mewah dengan harga sewa jauh di bawah rata-rata plus letaknya yang strategis gimana aku nggak tergiur?
"Emang kenapa sih, Cla? Kok tiba-tiba lo nggak mau tinggal di sana? Bukannya kemarin lo bilang udah cocok, ya?" tanya Vivian yang jujur kebingungan saat Clara minta uang sewanya kembali.
Clara mendesah lalu menatap Vivian. "Gue cocok sama apartemennya. Tapi teman satu apartemen gue itu...."
"Kenapa dengan Arnold?"
Aku terkejut saat Vivian menyebut nama laki-laki itu. Jadi dia tahu kalau teman satu apartemenku itu Arnold?
"Lo tau, tapi kenapa lo nggak ngomong kalau yang tinggal di sana itu dia?"
Mendadak aku gemes pengin nyekek perawan satu ini. Eh! Aku nggak yakin dia masih perawan.
"Bukannya udah gue kasih tau, ya?" Dia menatapku tanpa rasa bersalah. "Emang kenapa sih? Arnold kan ganteng, baik banget lagi."
Ya, tentu saja. Arnold baik sama semua mahkluk yang memiliki vagina. Kambing betina juga mungkin.
Aku berdecak kesal lalu bertolak pinggang. Hidungku kembang kempis menahan kesal. "Kalau kemarin itu lo bilang teman satu unit gue itu dia, gue nggak bakal pernah mau nyewa tempat itu."
Tapi lagi-lagi Vivian memasang tampang bego. "Emang kenapa sih sama Arnold? Dia salah apa sama lo? Kalian udah saling kenal? Harusnya kalau udah saling kenal lebih enak sih."
Aku makin menatap sebal wanita itu. Percuma juga menjelaskan. Nanti malah dibilang aku yang kebaperan.
"Jadi uang 50 juta gue nggak bisa balik?"
Vivian tersenyum manis, tapi kemudian menggeleng. Membuat kepalaku serta-merta jatuh seperti patah leher.
"Gue nggak tau masalah lo sama Arnold. Tapi daripada uang 50 juta lo sia-sia, mending lo tetep tinggal di unit itu sampai masa sewanya habis. Hanya satu semester," katanya sambil menepuk bahuku. Setelahnya, dia kembali ke mejanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Arnold! (END)
RomanceSEBELUM BACA WAJIB FOLLOW AUTHORNYA DULU WARNING 21+ (BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN) Patah hati membuat Clara kehilangan kewarasan. Ah, tidak. Bukan hanya saat patah hati, tapi dia memang sudah tidak waras sejak bertemu dengan Arnold, pria yang di...