16. Marry Me

958 66 28
                                    

Kelab milik Alex seperti biasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kelab milik Alex seperti biasa. Ramai jika akhir pekan begini. Aroma parfum bercampur aroma rokok menguar saat aku masuk. Bising musik mengentak dengan bit yang terdengar asyik membuat kepalaku sontak mengangguk-angguk pelan. Mataku mencari sosok Arnold di tengah  lampu blitz yang menembak ke sana ke mari. Namun alih-alih pria itu, mataku malah menemukan sosok Sonia yang sepertinya sudah mabuk. Wanita itu bergoyang seraya mengangkat botol minumannya di atas meja, sementara teman-temannya bertepuk tangan mengelilinginya.

"Kamu kenal dia?" tanya Sam di dekat telingaku. Rupanya Sonia sudah menarik perhatiannya.

"Nggak," sahutku acuh tak acuh lantas bergerak mendekati bar.

Sam mengekor hingga kami duduk di stool. "Goyangannya keren," katanya lagi dengan mata masih lurus menatap ke tempat Sonia berada.

"Kalau mau gabung aja."

Pria mana yang tidak tertarik dengan bintang night club itu? Selain seksi, adik tiri Alex itu memang terkenal cantik. Siapa pun pasti klepek-klepek di pelukannya. Ya, kecuali Alex. Nyatanya Arnold pun sering tidur sama perempuan itu.

"Nggak sih, mending aku di sini nemenin kamu," ujar Sam memutar kursinya hingga menghadap ke arahku. Bibirnya melengkung panjang dan matanya berkedip genit.

Aku mengabaikan kelakuan noraknya itu dan memilih memesan minuman kepada bartender. "Kamu mau pesan minum?"

"Aku bir--uhm wine aja kalau ada."

Wine? Yang benar saja. Aku menatap Sam dengan alis terangkat. Membuat pria itu nyengir.

"Aku nggak biasa minum alkohol berkadar tinggi."

"Kalau gitu softdrink aja." Aku mengganti pesanan Sam seenaknya. Daripada dia mabuk, aku yang repot juga.

"Masa softdrink? Jangan bikin aku malu dong, Cla."

"Kan kamu bilang tadi nggak biasa minum."

"Ya kalau dikit nggak masalah."

Aku nggak peduli dan tetap nggak mengubah minuman untuk Sam. Saat bartender menyajikan segelas soft drink lengkap dengan es batunya, aku mendorong minuman itu ke depan Sam. Pria itu tampak pasrah.

Tepat setelah tegukan pertama, Arnold datang menghampiri kami. Bau alkohol di tubuhnya terasa menyengat. Baru pukul sepuluh malam, tapi lelaki itu sudah bergumul dengan minuman. Tangannya yang panjang langsung meraih pinggangku, dan bibirnya mendarat singkat di pelipisku sambil berbisik, "I miss you."

"Sudah lama datang, Sweety?" tanya pria itu tanpa repot-repot melepas pelukannya pada pinggangku.

"Baru aja kok."

Sekali lagi bibirnya mengecup singkat. Kali ini tepat di bibirku. Aku sampai harus melirik Sam lantaran merasa tak enak. Namun sepertinya pria itu lebih menikmati minumannya daripada memperhatikan interaksi kami.

Hai, Arnold! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang