Ada yang nunggu Clara-Arnold nggak yah? Mereka jadwalnya cuma Seminggu sekali, karena eh karena on going-ku bulan ini ternyata banyak, Gaes. 😭 The power of nekadz. Yang nungguin ekstra part Ribel juga sabar dulu yak, tunggu aku tamatin mini series Rey dan Risa dulu.
Sekarang baca Arnold dulu deh, happy reading!
Konyol! Ini seperti mau maling di rumah sendiri. Tanganku menekan pelan handle pintu, berharap saat membuka pintu nggak akan menimbulkan suara. Pelan-pelan aku mengangkat ujung kaki sambil menyelinap keluar. Aku tersenyum senang ketika tidak mendapati Arnold di mana pun. Mungkin dia kembali ke kamarnya dan tidur.
Telapak kakiku bisa menapak di lantai dengan bebas tanpa takut menimbulkan kebisingan. Kejadian pagi ini cukup memalukan. Bahkan sampai aku nggak berani menunjukkan muka di depan laki-laki itu. Meskipun sepertinya Arnold tidak mempersalahkan atau mungkin dia nggak 'ngeh' dengan reaksiku, tetap saja aku malu luar biasa dengan isi kepalaku yang sudah mikir 'iya-iya'.
Aku berjalan pelan. Mengendap-ngendap untuk bisa mencapai pintu depan. Aman, nggak ada batang hidung Arnold. Aku berjalan cepat melintasi dapur dan juga living room. Senyumku makin lebar melihat pintu kamarnya tertutup rapat. Namun....
Hampir saja aku meloncat saat tiba-tiba mendengar suara orang menguap. Aku mengerem dadakan dengan kaki kanan yang sudah lebih dulu maju ke depan sementara tanganku terayun ke belakang. Badan yang condong ke depan sudah bikin aku seperti Patung Pancoran.
Kepalaku menoleh kaku, dan mataku langsung menubruk sosok Arnold yang tengah duduk di sofa sambil mengucek mata. Kupikir di sofa itu nggak ada manusia.
"Cla? Mau berangkat sekarang?" tanya pria itu dengan wajah mengantuk.
Ya iyalah, nggak lihat gue udah rapi gini?
Pria itu bangkit lalu berjalan menuju meja bar. Dia tampak menyambar sesuatu, lantas berbelok ke arahku. Harusnya aku langsung pergi saja bukan malah mengawasi gerak-geriknya. Sampai dia berdiri menjulang di depanku, lalu menarik salah satu tanganku yang kosong, aku malah terbengong kayak ayam kesambet.
"Nih bawa!" Dia menaruh kotak makan ke atas telapak tanganku. "Tadi aku bikin roti bakar isi daging. Kamu keluarnya lama jadi aku sarapan duluan. Hati-hati di jalan."
Aku belum sempat merespons saat tiba-tiba dia menarik kepalaku, mengecup kening, lantas berlalu menuju kamarnya begitu saja tanpa peduli reaksiku yang sudah seperti orang bego karena tindakannya barusan.
Kepalaku menunduk, menatap kotak bekal yang katanya berisi roti bakar. Seketika aku ingin menangis rasanya. Bagaimana aku bisa move on kalau begini? Mungkin aku wanita terkonyol di dunia. Berusaha melupakan seseorang yang nggak pernah terlibat hubungan spesial denganku.
"Lo sehat, Cla? Kok makanannya cuma dilihatin? Emang cuma dipelototin gitu bisa bikin kenyang?"
Aku berdecak sebal mendengar suara Vivian mengusik. Wanita itu sukses membuat lamunanku buyar. Lamunan unfaidah, sih. Gara-gara roti bakar isi daging itu aku teringat jika dulu Arnold pernah membuat sarapan pagi setelah usai bercinta. Hal simpel tapi bikin aku baper. Bahkan Alian nggak pernah melakukan itu. Dia lebih rela bangun sebentar buat menelepon restoran dan memesan sarapan daripada memasak dengan tangannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Arnold! (END)
RomanceSEBELUM BACA WAJIB FOLLOW AUTHORNYA DULU WARNING 21+ (BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN) Patah hati membuat Clara kehilangan kewarasan. Ah, tidak. Bukan hanya saat patah hati, tapi dia memang sudah tidak waras sejak bertemu dengan Arnold, pria yang di...