10. Sofa Panas

2.6K 141 30
                                    

Warning 18+

Please, skip buat under 18 tahun. Meskipun bahasanya udah aku perhalus, tetap saja ini bukan bacaan bocil ff.

Aku harap bab ini rame, nggak kayak bab kemarin yang sepi pas diposting. Huuuuuu sad.

 Huuuuuu sad

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sial! Erangan Arnold terdengar seksi dan langsung memantik gairahku. Aku makin bersemangat memaju mundurkan kepala. Sesekali memainkan lidah menggoda. Batangnya yang menegang itu nggak bisa sepenuhnya masuk ke dalam mulut, tapi sebisa mungkin aku memberikan yang terbaik. Arnold nggak boleh lagi merasakan hangat mulut wanita lain. He's mine. Aku nggak rela berbagi. Sekali pun si jalang Sonia.

Tangan Arnold meremas rambutku, mendorong kepalaku agar aku menenggelamkan miliknya makin dalam. Sial! Aku tersedak ketika dia tiba-tiba menyentak miliknya hingga sampai ke pangkal tenggorokan.

Wajahku memerah, dan mataku berair ketika melepas miliknya yang hampir saja membunuhku. Brengseknya, pria itu malah tertawa melihatku nyaris mati.

"Kamu nggak apa-apa?"

Setelah menertawakanku dia baru bertanya 'kamu nggak apa-apa' nyebelin banget.

"Menurutmu?" Aku mendelik kesal dan menarik beberapa lembar tisu di dekat sofa. Namun ketika akan menyeka mulut yang basah air liur, Arnold segera mengambil alih tisu itu dan membuangnya. Sebagai gantinya dia membungkuk dan segera membungkam bibirku dengan bibirnya.

Ciuman yang nggak lembut sama sekali. Menuntut dan penuh gairah yang memburu. Tapi anehnya aku suka. Bahkan rela berbagi keahlian soal ciuman.

Hawa dingin menyusup saat telapak tangan Arnold menyentuh kulit leherku. Sensasi merinding itu datang lagi. Dari leher, tangannya menyusur turun ke dada. Di sana dia menarik lengan atasan yang kukenakan hingga turun ke batas siku. Dadaku yang masih tertutup bra tanpa tali itu membusung tepat di depannya.

Aku membiarkan dan memutuskan menikmati setiap sentuhan yang dia buat. Telapak tangannya merangkum dadaku. Menekannya lembut secara berulang. Sementara bibirnya masih melumat bibirku.

Arnold makin mendesak hingga aku terbaring di sofa dan dia berada di atasku. Tangannya yang tahu-tahu sudah menurunkan dua cup bra menyentuh langsung dadaku yang bebas. Aku melenguh saat jarinya memilin dan memutar puncak dada. Ada rasa perih bercampur nikmat yang membuatku nggak tahan ingin mendesah terus.

Bisa kurasakan sentuhan tangan Arnold turun ke bawah. Rok jins di atas lutut yang kupakai sudah dia singkap hingga mengumpul semua di pinggang. Dengan satu gerakan ringan, dia menyentuh kewanitaanku, melewati celana dalam.

"Kamu udah basah banget, Cla. Bikin aku pengin cepet masuk."

Di ujung kalimat dia melesakkan jarinya masuk, membuatku serta-merta terpekik kaget. Aku refleks merapatkan kaki, tapi dengan kasar Arnold membukanya lagi.

Hai, Arnold! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang