13. Api

1K 96 8
                                    

Aku merasa keputusan pulang ke apartemen salah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku merasa keputusan pulang ke apartemen salah. Harusnya tadi aku berlama-lama saja dengan  Viona. Menunda waktu agar nggak perlu bertemu dengan Sam. Sumpah ya, meski sudah lama berlalu tapi aku merasa nggak nyaman dan nggak aman dengan kemunculan pria itu. Gimana kalau ini bakal jadi duri di hubunganku dengan Arnold? Dan, apa pria itu pernah cerita tentang aku pada Arnold?

Sekarang aku terjebak berdua dengan Sam. Beberapa saat lalu Arnold baru saja masuk kamar, izin mandi lebih dulu karena harus ke lapangan untuk mengecek rencana lay out kelab baru milik Alex. Dan sialnya Arnold memintaku menemani Sam selagi dia bersiap.

"Sepertinya kamu makin terlihat baik," ucap Sam yang duduk di sofa panjang. Aku sengaja duduk di sofa single yang ada di seberangnya meskipun dia minta aku duduk di sofa yang sama.

"Ya, aku memang baik," sahutku sambil lalu. Mataku pura-pura sibuk memperhatikan tayangan TV yang nggak penting. Ujung mataku menangkap gerakan tangannya yang mengambil kotak rokok. Menjejalkan batang nikotin itu ke mulut dan memantiknya sambil sedikit menunduk.

"Bagus deh. Kamu pasti bahagia bersama Arnold." Kepulan asap putih perlahan keluar dari mulutnya. "Dia... Laki-laki yang hebat."

Aku kurang paham kata 'laki-laki hebat' yang dia ucapkan barusan. Hebat dalam hal apa nih? Sebelah alisku sedikit terangkat. "Maksudnya?"

Sudut bibir Sam tertarik ke atas. "Kamu lebih tau." Lantas mengangkat bahu. "Anyway, kamu nggak mau tau kabarku setelah dua tahun nggak ketemu, Cla?"

Terpaksa aku menatapnya sekilas. "Kelihatannya kamu baik."

"Beberapa saat lalu sebelum kamu datang, iya. Tapi sekarang..." dia menggantung ucapannya, membuatku terpaksa menatapnya lagi. "Hatiku terusik saat lihat kamu lagi."

Dua alisku sukses menyatu. "Emang apa yang aku lakuin ke kamu?"

"Memori tentang kita dengan cepat berputar di kepalaku. Semua masih aku ingat dengan jelas, Cla. Aku jadi sadar ternyata aku belum sepenuhnya bisa lupain kamu. Apalagi dulu kita putus saat hubungan kita sebenarnya nggak ada masalah apa pun. Kita masih tidur bareng malam sebelum kita memutuskan pisah."

Dia mengucapkan kalimat itu begitu santai, sementara di sini aku sudah mulai gusar.

"Cla, asal kamu tau. Setelah putus dari kamu, aku belum menemukan seseorang yang bisa gantiin kamu." Sam terkekeh. Kekehan yang terdengar menyebalkan. "Nggak nyangka takdir selucu ini. Kira-kira kenapa Tuhan menakdirkan kita bertemu lagi?"

Aku nggak mau jawab. Dadaku malah makin nggak karuan mendengar ocehannya.

"Apa mungkin... Sebenarnya kita masih berjodoh?"

"Stop bicara yang nggak perlu," hardikku kesal. Ujung mataku melirik pintu kamar Arnold yang masih tertutup rapat. Dan sepertinya Sam pun melakukan hal sama.

"Kamu nggak perlu cemas. Arnold belum tau tentang kita," ujarnya seperti tahu apa yang aku khawatirkan.

"Siapa yang cemas? Dan kenapa aku harus cemas? Kamu cuma masa lalu, Sam. Nggak akan ada pengaruhnya sama hubunganku dan Arnold."

Hai, Arnold! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang