Part 9. Perjodohan dan Penolakan

461 67 3
                                    

Saya kembali lagi dengan bab baru BESTARI!!!

Jangan lupa vote, selamat membaca dan tinggalkan komentar pada bab ini!!! Maaf ya, saya tadinya udah merampungkan bab ini sejak beberapa hari lalu tapi saya lupa publish karena jaringannya buruk. Benar-benar lupa publish, murni. Saya ingatnya saya sudah publish bab ini, ternyata belum 😭🙏🏻

***

Setiap hari adalah bab baru dalam kisah hidup manusia. Akan ada hal-hal mengejutkan yang menanti di depan sana. Orang-orang menyebutnya sebagai kebetulan, padahal itu adalah takdir. Ingin atau tidak, baik atau buruk, pada dasarnya kesempatan untuk memilih tidak dimiliki oleh manusia.

Begitu pula Hera. Setiap hari adalah lembar baru yang harus ia jalani, tidak pernah ia dapat memilih hal-hal yang terjadi dalam hidupnya. Seperti saat ini, kedatangan Tantri beserta suaminya ke rumah Bunda membuat Hera bertanya-tanya.

Hera baru saja tidur saat Bunda mengetuk pintu kamarnya, memberitahu bahwa Tantri dan Mas Johan datang mencarinya. Hera yang masih linglung dan sedikit kesal karena tidurnya terganggu, tidak bisa memikirkan apa pun. Padahal selama ini ia tidak memiliki urusan 'diplomatik' dengan Mas Johan, maksudnya ia tidak memiliki hal penting untuk didiskusikan dengan kakak iparnya itu.

Setelah mencuci wajahnya, Hera menemui mereka. Mas Johan dan Tantri tampak sedang mengobrol dengan Ayah dan Bunda. Hera duduk di sofa tunggal sambil menyimak percakapan mereka. Tapi tatapan Ayah yang mengarah padanya sungguh tidak biasa.

"Hera lagi tidur, ya?" Mas Johan bertanya, tampak tidak enak hati.

"Iya, Mas." Hera tersenyum miris.

Tantri menatap Hera dengan penuh semangat. "Gimana, Ra? Kamu udah pikirin belum soal yang kemarin Kakak omongin?"

Alis Hera mengerut. Menggali ingatannya lebih dalam. Jantungnya berdegup kencang saat ia berhasil menemukan maksud Tantri. Ia menatap Ayah dan Bunda yang juga menatapnya. "O-oh, itu...." Hera memikirkan kalimat yang tepat untuk menjawab, pasalnya tidak hanya orang tuanya yang menunggu, Mas Johan juga ingin mendengar jawabannya.

"Adek bukannya lagi deket sama Marvel, ya?" Imbuh Bunda yang tidak mengerti kenapa bungsunya ini menerima tawaran Tantri untuk mengenal laki-laki pilihan Mas Johan sementara ia juga sedang dalam tahap pendekatan dengan Marvel. Tapi sejauh mata memandang, Bunda yakin putrinya ini memiliki perasaan yang tidak sederhana kepada Marvel.

Masalahnya, setelah perjalanan mereka ke Puncak beberapa hari lalu, Marvel jadi rajin datang, melakukan apel seperti anak muda pada umumnya.

"Marvel? Siapa?" Tantri membeo, tampak tidak senang mendengarnya.

Bunda melirik Hera, "temennya Adek."

Kening Tantri mengerut, "temen doang?"

Pertanyaan dengan hanya dua suku kata itu memukul jantung Hera. Ia jadi mempertanyakan hubungannya dengan Marvel. Mereka itu apa? Hera tidak berani menyebutnya teman, tapi ia takut jika menyebutnya pasangan. Pertanyaan Tantri itu, Hera juga ingin tahu jawabannya.

"Iya." Jawab Hera karena merasa semua mata tertuju padanya.

Tantri mendengus.

Mas Johan berdehem, "jadi gimana, Ra? Mau gak kenalan sama temen Mas ini? Mas gak mau maksa, ya. Keputusan murni ada di tangan kamu."

"Jangan nungguin yang gak pasti, Ra. Kalo masih anak kuliahan, perjalanannya masih jauh. Dia masih punya banyak hal yang mau dieksplorasi." Tantri dengan ke-sok tahu-annya bersuara.

Hera melirik Mas Johan yang menggenggam tangan Tantri, seolah memintanya untuk berhenti.

"Hera udah cukup dewasa, tau mana yang baik dan enggak. Waktu Hera minta foto temen Mas, Mas juga nunjukkin foto Hera ke dia. Katanya, Hera cantik. Dia mau kenalan sama Hera. Makanya Mas ke sini, mau denger jawaban Hera." Mas Johan menjelaskan dengan kalimat yang sederhana. Tidak ada unsur menghakimi atau menghasut. Karena itu Hera tidak dapat mendebat.

BESTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang