Part 2. Literasi Dan Pujaan Hati

517 77 8
                                    

Dipersembahkan untuk pembaca yang budiman

***

Katanya jadi sulung itu hebat karena mendewasakan setiap orang tua. Lalu bagaimana dengan si bungsu yang diberikan tugas untuk menjaga orang tua saat kakak-kakaknya sibuk menjadi orang tua juga?

_Bestari_

Hera itu bukan anak orang kaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hera itu bukan anak orang kaya. Bundanya hanya penjual kue yang menjajakan dagangannya kepada tetangga, sementara ayahnya sudah tidak bekerja sejak wabah virus melanda. Meski sudah berkeliling untuk mencari pekerjaan, faktor usia yang sudah tidak lagi muda memang menjadi pertimbangan yang cukup berat.

Sumber penghasilan utama keluarga mereka adalah dari Hera yang memang bekerja sebagai kasir di salah satu minimarket 24 jam. Itulah mengapa Hera sering kali mengantuk di pagi hari dan mengisi waktu kosong saat tidak ada jam kuliah untuk tidur. Ia berjaga di malam hari, pada saat orang-orang sedang asyik terlelap. Untungnya gaji Hera cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Bahkan Hera bisa menyicil motor beat dari gajinya itu.

Dua kakaknya sudah menikah dan punya rumah sendiri. Mereka jarang berkunjung semenjak Ayah berhenti bekerja. Kakak pertamanya bernama Tantri Wulandari, suaminya adalah salah satu pegawai di salah satu anak perusahaan BUMN. Kakak keduanya adalah Mutiara Gandari yang dipinang oleh anak juragan kontrakan.

Padahal secara finansial, mereka sudah berkecukupan. Punya kendaraan pribadi masing-masing. Apa sudahnya datang barang untuk menengok orang tua sendiri? Ah, sebenarnya Hera tahu alasan mereka jarang datang. Sebuah alasan mengapa Hera bersikukuh untuk melanjutkan kuliah meski harus pontang panting mencari biaya.

Mereka itu, Hera malas cerita terlalu banyak. Bahkan Hera terkadang lupa dia masih memiliki saudara. Tapi bundanya yang baik hati selalu mengingatkan Hera untuk akur dengan saudara-saudaranya.

Seperti pagi ini contohnya. Bunda membuat rendang daging dan meminta Hera memberikan itu pada kakaknya.

"Sekalian lewat, ya. Ayah gak sempat ke sana, mau ikut kerja sama Pak Damar, gali sumur." Terang bunda sambil menutup kotak makanan berwarna hijau itu.

Hera mengangguk malas dan berpikir, kemudian diutarakannya pemikiran itu. "Bun, ayah gak usah ikut kerja sama Pak Damar aja. Capek kerjanya. Risikonya juga tinggi. Lagian emangnya uang yang aku kasih gak cukup, ya?" tanyanya dengan hati-hati.

Bunda tersenyum bijak lalu mendekat pada Hera, memijat bahu anak gadis kesayangannya. "Cukup, kok. Tapi kamu kan tau ayahmu gimana? Susah dilarang dia tuh. Bunda juga udah bilang gitu berkali-kali tapi gak didenger."

"Hayo, ngomongin ayah, ya?" suara berat khas bapak-bapak itu membuat Hera dan bunda menatap ke arah pintu dapur. Ayah berdiri di sana dengan senyum seperti biasa. Kumisnya ikut melengkung.

"Tuh, Ra, bilang langsung sama orangnya."

Hera melihat ayah mendekat ke arahnya, mengambil duduk di sampingnya. "Ayah kalo ditawarin kerja sama Pak Damar lain kali tolak aja."

BESTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang