Part 10. Janji dan Sebuah Ingkar

270 43 6
                                    

Apakah masih ada yang setia menunggu cerita ini? Maaf sekali karena jarang update, saya ingkar janji untuk sekian kali 🙏🏻🙏🏻🙏🏻

Jadi, mari kita segera selesaikan cerita ini. Dan seperti biasa, cerita ini akan saya tamatkan di wattpad, dan akan saya hapus beberapa part di kemudian hari untuk saya buatkan versi pdf.

Silakan baca selagi cerita ini berjalan. Untuk versi lengkap pdf akan saya bahas nanti. Kalian silakan nikmati alur cerita ini YANG PASTI SAYA SELESAIKAN VERSI WATTPAD.

Karena saya sudah menyiapkan akhir yang menurut saya luar biasa. Kurang lebih sekitar lima belas part lagi menuju ending.

Jangan lupa bintang 5. Alias vote dan komentar.

SPOILER! konflik mulai bermunculan dan akan sangat menguras emosi dan air mata. Jadi siapkan yang perlu dipersiapkan. Haha

°•°


Manusia tidak pernah tahu sedalam apa perasaan mereka terhadap seseorang jika tidak diuji. Ketika melihat Marvel duduk di bangku taman kampus bersama Vidia, Hera tahu rasa cemburu ini semakin menjadi. Jika dulu, melihat mereka berdua merupakan pemandangan yang biasa, sekarang berbeda. Hera merasa semakin tidak senang karena perasaan memiliki yang tidak wajar.

Yang paling menyebalkan adalah bingungnya pikiran dan panasnya hati. Hera tahu Marvel dan Vidia hanya teman, tapi melihat mereka berdua menimbulkan keinginan di benak Hera untuk bertanya tentang sebuah kepastian kepada Marvel. Tapi Hera takut jika jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan harapannya.

"Eh, Si Gemes?"

Suara jenaka di belakang menarik atensi Hera. Ia menoleh untuk mendapati Lana dengan jaket berwarna coklat menatap dirinya dengan semringah. Senyumnya tampak konyol. Dan... apa katanya tadi? Si gemes? Hera meringis.

"Hai, Kak." Hera tersenyum tipis sebagai formalitas.

"Lo nungguin siapa? Temen?" Lana melirik sekitar hingga matanya menangkap entitas dua makhluk yang familiar. "Ke sana, yuk." Tunjuknya ke arah Marvel dan Vidia.

Yang bener aja? Hera menggeleng tanpa berpikir. "Ih, ngapain? Nggak ah, gue lagi nunggu temen, Kak. Dia lagi jajan dulu di kantin."

Lana memaksa. "Ya sambil nunggu temen lo. Dari pada sendirian di sini. Atau mau gue panggilin Marvel buat nemenin?"

Loh? Mata bulat Hera membola. Sedetik kemudian ia mengerti. Marvel pasti sudah menceritakan kedekatan mereka pada temannya ini. Wah, Hera, apakah kamu tidak tahu bahwa satu kampus sudah mengetahui perihal ini?

"Ya elah, santai aja kali, Gemes. Gue tau kalian lagi deket. Kaget amat kayaknya." Lana tertawa pelan. "Ayo, mau gak?"

"Eh, gak usah. Temen gue gak lama kok. Udah, lo ke sana aja, gapapa gue sendiri." Alih-alih terharu karena diperhatikan, Hera malah risih dengan keberadaan Lana. Pasalnya ia takut Marvel menyadari kehadirannya. Sebenarnya tidak masalah, tapi entah kenapa Hera ingin menghindar untuk saat ini. Ia cukup kesal. Sedikit.

"Beneran gapapa?"

"Iya, santai aja." Jawab Hera.

Lana mengangguk, "ya udah, gue ke sana dulu." Ia kemudian pergi, tapi pada langkah ke tiga ia berhenti dan berbalik menghadap Hera. "Ra, kita mau ada yang dibahas hari ini. Sama Nino dan ada anggota BEM yang lain juga"

Hera mengerutkan kening. Terus?

"Ngasih tau aja, takutnya lo salah paham. Mereka gak cuma berdua kok."

Pernyataan Lana membuat Hera meringis dalam hati. Apa perasaannya setransparan itu? Belum sempat Hera menjawab, Lana sudah meneruskan langkahnya menuju taman.

BESTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang