Part 14. Tabir Rahasia

271 46 8
                                    

Fresh from the oven
No edit, thank you and happy reading! ♡♡


****

Orang bijak berkata: tidak ada yang lebih indah selain cintamu dibalas dengan cintanya. Bersama karena memiliki tujuan yang sama. Bersatu karena perasaan yang saling menyatu. Cinta itu pada dasarnya indah. Mereka yang belum menemukan bagian terindah dalam cinta, berarti belum menemukan orang yang tepat untuk dititipkan sepotong hati yang paling berharga.

Hera terduduk di bangku kelasnya yang sepi, memandang awan melalui jendela besar. Otaknya berkelana, mengingat pertemuan tidak sengaja dengan orang asing tadi pagi di sebuah warung makan. Saat itu Hera sedang membeli sarapan karena Bunda tidak sempat memasak, kesiangan katanya.

Mereka adalah pasangan menikah. Istrinya tengah hamil dan dari pembicaraan yang tidak sengaja Hera dengar, istrinya minta dibelikan buah mangga. Tapi apa kalian tahu yang membuat Hera syok berat? Adalah jawaban suaminya. Laki-laki itu menjawab dengan ketus dengan kalimat "banyak mau amat, makan di sini aja duit aku pas-pasan. Beli sendiri aja kalau punya duit" lalu disambung dengan kalimat "masak gak bisa, beresin rumah ga mau, kerja juga ngga. Taunya tidur sama makan doang".

Hera pikir laki-laki seperti itu hanya ada di film-film. Tapi melihat kejadian tadi menyadarkan Hera bahwa dunia itu luas. Ada banyak karakter manusia di dunia ini. Dan tipe seperti laki-laki itu mungkin juga banyak. Mereka masih terlihat muda dan kentara sekali laki-laki itu belum siap untuk menjadi seorang suami. Hera tidak habis pikir. Kalau belum siap, apa yang kiranya membuat mereka berani melangkah dalam sebuah pernikahan? Karena ingin? Karena tuntutan? Sheesh!

Fenomena nikah muda seolah menjadi budaya. Anak-anak muda seperti berlomba-lomba untuk membangun keluarga yang mereka pikir akan membuat mereka bahagia. Padahal menikah pun butuh ilmu. Ilmu dalam mengelola keuangan, ilmu dalam mendidik anak, ilmu dalam mengatasi masalah yang terjadi dan lain-lain.

Hera mungkin harus bersyukur karena hidup di lingkungan yang baik dan dipertemukan dengan orang-orang yang baik pula. Juga, mendapat kekasih seperti Marvel, syukurnya semakin melambung.

Sejauh ini, Hera menilai Marvel adalah sosok laki-laki yang bertanggung jawab dan tidak patriarki. Terbukti dari caranya memperlakukan Hera seperti ratu. Dia sangat menghargai Hera. Tutur katanya tidak terlalu lembut, tapi sopan dan bermartabat. Hera tidak salah dulu memilih Marvel sebagai laki-laki yang ia kagumi. Marvel lebih dari ekspektasi.

Sebuah ketukan membuat Hera menoleh. Bibirnya melengkung menemukan sosok yang sedang ia pikirkan muncul di ambang pintu.

Marvel seperti biasa. Tampan dengan gaya kasualnya. Berdiri menunggu Hera merapikan binder.

"Beneran udah selesai semua kelasnya hari ini?" Tanya Marvel. Mereka melewati koridor yang ramai.

Jam menunjukkan pukul sebelas siang.

"Iya, Pak Tatang tadi majuin jam, jadi udah selesai semua." Jawab Hera.

Marvel mengangguk-angguk, tidak tahu Pak Tatang yang mana. Ia hanya sedang menahan diri untuk tidak merangkul Hera karena ini masih di area kampus. Marvel memang sudah resmi pensiun dari jabatannya sebagai ketua BEM, dan hubungan mereka pun tidak dirahasiakan, hanya privasi. Segelintir orang mungkin merasa curiga, tapi sebagian lagi menganggap mereka teman. Dan Marvel tidak ambil pusing.

"Ini kita jadi nonton, Kak?" Tanya Hera.

"Ya jadi dong. Film yang mau kamu tonton mulainya jam satu. Keburu lah ya buat makan siang dulu." Jawab Marvel.

Hera mengangguk. Ia dan Marvel memang sudah membahas rencana dadakan ini via whatsapp. Hera yang pulang awal dan Marvel yang sebenarnya hanya fokus menyusun skripsi. Dalam artian sudah tidak banyak mata kuliah yang Marvel ikuti.

BESTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang