Sorry for typo...
~Happy Reading~Jisung termenung, pikirannya melayang entah kemana. Bukan ini yang Jisung harapkan, Jisung juga tidak suka lelaki itu datang di saat yang sudah terlambat seperti ini.
Beberapa menit yang lalu kamarnya kedatangan tamu. Seorang lelaki yang Jisung kenal betul dalam hidupnya. Seorang tokoh utama yang membuatnya ikut hadir di kejamnya dunia ini.
Dendam? Entahlah, Jisung hanya terlampau kecewa. Rasa kecewa yang cukup bercokol di dasar hatinya membuat Jisung mungkin terlihat seperti pemeran antagonis sekarang.
Mata Jisung menatap kosong jendela sore yang begitu indah sekarang, mata lentiknya mengerjap perlahan. Tawanya yang datar memenuhi ruangan rawat itu dengan lirih. Menertawakan setiap ironi hidupnya yang menyedihkan.
----o0o----
Jisung tengah bersandar di ranjang miliknya dengan gusar, ucapan Chenle membuatnya begitu merasa bersalah. Hingga suara tarikan pintu membuat atensi Jisung beralih.
Matanya menatap terkejut dengan seorang lelaki paruh baya yang kini berjalan ke arahnya dengan sebuket bunga Lily putih. Bunga kesukaan Sang Ibundanya.
Lelaki itu menaruh buket bunga dinakas Jisung dengan senyuman, tangannya menarik kursi tunggu di samping ranjangnya. Jisung masih dengan rasa terkejutnya hingga hanya bisa terdiam melihat apa yang lelaki itu lakukan.
"Maaf Ayah terlalu lama membuat mu menderita Jisung. Bukan maksud ku begitu, hanya saja kehilangan dia... Ibumu terlalu membuat ku gelap mata." Suara halus seorang lelaki paruh baya yang sudah menelantarkan Jisung sekian tahun lamanya.
Membuat Jisung kecil harus merasakan dunia kejam tanpa tempat untuk pulang. Lelaki yang sialnya adalah Ayah kandungnya sendiri.
"Begitu kah? Lalu untuk apa anda datang kesini Tuan Park Chanyeol? Untuk menertawakan ku? Begitu?" Ketus Jisung dengan enggan.
Park Chanyeol, seorang lelaki yang selalu bisa membuat Jisung merasakan lagi apa itu rasa kecewa.
"Tidak, tidak seperti itu Jisung. Aku hanya terlalu takut bertemu dengan mu, melihat senyuman mu yang sama persis dengannya. Aku tidak sekuat itu Jisung, dan aku terlalu pengecut untuk terus menghindari mu dengan alasan yang kekanakan." Jelas Chanyeol dengan kepala menunduk dalam.
"Lalu? Salah ku? Aku tidak meminta untuk mirip dengan Bunda, bukan aku yang menginginkan akan begini. Jika aku bisa memilih, lebih baik aku yang mati daripada Bunda Tuan Park." Jisung merasakan sesak yang luar biasa di dadanya.
Jika dia seterluka itu, lalu bagaimana dengan Jisung? Bagaimana dengan Jisung kecil yang selalu harus mengerti mereka, orang dewasa egois. Selang oksigen itu membantu Jisung untuk tetap bernafas dengan tegap, setidaknya Jisung harus terlihat kuat di hadapannya bukan?
"Jie... Tidak bisakah aku meminta maaf mu? Aku menyesal sekarang. Ini memang bukan waktu yang tepat, tapi kapan waktu itu akan datang lagi? Bahkan kau sekarang tengah sakit." Ucap Chanyeol dengan getaran tertahan di nada suaranya, wajah tampannya menatap Jisung dengan mata yang memerah menahan tangisan.
"Seharusnya anda senang, anak yang anda harapkan mati. Sebentar lagi akan mengabulkan permintaan anda." Sahut Jisung, mengalihkan tatapannya dari sosok Chanyeol sekarang.
Jujur Jisung ingin mendengar kata maaf tulus itu, tapi dulu. Saat dirinya masih begitu naif akan dunia, kini Jisung bahkan terlalu enggan mendengar bualan yang Ayahnya lontarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CURE - Jichen
Romance[🔞18+] [bxb!] [Bxb/homo/gay] [Romance angst] Ini hanya kisah klasik sendu seorang Park Jisung yang terlalu egois dengan dunianya dan seorang Zhong Chenle yang menyesal karena telah terlambat menyadari cintanya kini telah lelah berjuang untuknya Cop...