New story
As usual, cerita ini khusus untuk dewasa ya.
Hope you like it.
Bab 1 dan 2 sudah update di Karyakarsa bagi yang mau baca lebih cepat. Enjoy
Luv,
Carmen
______________________________________________________________________________
Aku terlambat!
Benar-benar tidak bisa dipercaya! I am late for my first class. Tadi aku tersesat dan berjalan ke sana ke sini untuk menemukan ruang kelas 468.
"Di mana sih ruangan kelasnya?!" omelku kesal. Bahkan setelah hampir empat tahun berada di kampus ini, aku masih saja selalu tersesat. Entah kampus ini terlalu besar dan memiliki begitu banyak lorong, koridor dan jumlah kelas yang terlalu banyak atau aku memang begitu buruk dalam mengenali arah. Tapi kurasa karena dua-duanya.
Aku sudah telat hampir setengah jam dan sejujurnya, aku ingin sekali batal hadir. Lagi-lagi aku mendesah kesal. Ini semua gara-gara profesor itu!
Aku tidak bisa melupakan kegirangan sahabat baikku – Claire – ketika aku memberitahunya bahwa semester ini aku akan berada di kelas Profesor Eckert. Aku duduk di café kampus sambil menunggunya untuk makan siang dan dia sudah lima belas menit terlambat dari waktu yang dijanjikan. Claire tahu bahwa aku selalu kesal pada orang yang tidak tepat waktu tapi dia santai saja dan terus mengulanginya. Untung saja, dia sahabat terbaikku, kalau tidak, aku mungkin sudah memasukkannya ke dalam daftar hitam orang-orang yang harus kuhindari.
Aku menyesap kembali caramel latte-ku sementara pikiranku berkelana. Aku kembali bersemangat ketika memikirkan bahwa ini akan menjadi semester terakhirku di universitas ini dan aku yakin ini akan menjadi tahun terbaikku. Setelah semua kerja keras yang kulakukan, belajar hingga tengah malam, menghabiskan sebagian waktu luangku di perpustakaan, semua usaha itu akan terbayar lunas ketika aku lulus dan mendapatkan gelar sarjanaku di bidang sejarah.
"Akhirnya kau berhasil juga, Alanis," ucapku pada diriku sendiri.
Ada bagian yang membuatku sedikit sedih karena memikirkan harus meninggalkan Virginia tapi sebagai gantinya, aku akan bisa menikmati musim panas yang indah di California. Aku baru saja menerima berita bahwa aku telah diterima di Stanford Uniersity untuk jurusan Pre-Law. Bagiamana mungkin aku mengeluh lagi?
Aku bukan satu-satunya orang yang bersemangat karena aku berhasil masuk ke sekolah hukum paling bergengsi di negara ini. Aku masih mengingat senyum ayahku dan bagaimana dia berkata bahwa dia sangat bangga padaku dan bagaimana mendiang ibuku juga akan sangat bangga padaku. Kata-kata itu membuatku sedih, karena aku sudah kehilangan ibuku ketika aku baru berusia sepuluh tahun dan sejak saat itu, aku hanya dibesarkan oleh pengasuh yang datang silih berganti. Sampai pada pengasuh terakhir yang kemudian menjadi ibu tiriku. Setelah lulus high school, aku memutuskan untuk melanjutkan college di bagian negara lain dan ayahku langsung menyetujuinya.
"Alanis!"
Suara melengking tinggi itu mengejutkanku dari lamukanku. Aku mengangkat kepala dan menoleh untuk melihat teman terbaikku yang selalu ngaret di hampir setiap kesempatan. Dia berjalan dari seberang ruangan untuk mendekatiku dan aku menyadari ada banyak pasang mata lelaki yang menatap wanita itu dengan tatapan tertarik. Claire adalah teman pertamaku di college ini, juga teman sekamarku di asrama dan dia juga sangat seksi serta cantik karena memiliki darah Latin dalam tubuhku. Kulitnya tidak pucat, tapi lebih condong caramel, dengan tubuh berlekuk indah dan kaki jenjang serta bokong yang luar biasa seksi, sahabatku itu dengan mudah bisa mendapatkan pria mana saja yang diinginkannya. Apalagi rambut hitamnya yang bergelombang dan indah, dibandingkan dengan rambut pirangku yang kusam, aku sama sekali tidak tampak menarik jika disandingkan dengan Claire. Dia tampaknya memang memiliki semau lekuk di tempat yang tepat, berisi di tempat yang sangat tepat, terkadang aku iri pada ukuran dadanya sementara ukuranku biasa-biasa saja.
"Hai, Claire," sapaku ketika dia duduk.
"Ya ampun, kupikir kau sudah menjadi tuli selama liburan musim dingin ini," sindir sahabatku itu dan aku terkekeh.
"Maaf, aku tadi hanya melamun. Memikirkan semester terakhir kita dan memikirkan kalau kurang dari setengah tahun lagi, kita akan lulus."
Claire menampakkan senyum indahnya dan wanita itu juga tampak bersemangat.
"I know, right. Tapi aku juga sedih karena kau akan meninggalkanku, juga Francesca dan Ingrid."
Francesca dan Ingrid adalah mahasiswa yang berada satu tingkat di atas kami dan sudah lulus tahun lalu. Francesca kini bekerja di sebuah galeri di tengah kota sementara Ingrid memutuskan untuk membuka sebuah restoran bersama kakaknya yang berlokasi tidak begitu jauh dari kampus mereka.
"Kalian bertiga kan bisa datang kapan saja ke California untuk mengunjungiku. You'll love the hot sun there." Aku tersenyum padanya. "Kita akan bersenang-senang."
"Aku tahu... tapi California jauh sekali," ujar Claire sambil cemberut.
Mereka bertiga memang memprotes masalah ini. Dengan nila yang kumiliki, aku bisa memilih banyak universitas hukum lainnya tapi aku menjatuhkan pilihan pada Stanford, juga karena aku ingin pergi ke California. Tak ada gunanya berdebat tentang hal ini, karena kami memiliki pendapat yang berbeda, jadi lebih baik aku mengalihkan pembicaraan daripada membuat suasana hati Claire menjadi muram.
"Jadi kelas siapa yang kau dapatkan semester?" tanyaku kemudian, mengembalikan pembicaraan ke topik semester ini dan tentang kelas para profesor yang kami dapatkan.
"Aku mendapatkan McCormack untuk Kalkulus tahun ini." Dan wajah Claire tampak menderita. "Benar-benar sial! Semua profesorku semester ini terkenal killer. Benar-benar tidak ada harapan."
"Ya, mau bagaimana lagi, kau kan berencana menjadi ahli matematika. Profesor-profesornya memang keras dan membosankan," ujarku sambil memberinya seringaian menyebalkan. "Untungnya aku tidak ada lagi kelas matematika di semester terakhir ini, hanya ada kelas English dan Filsafat serta Tata Kelola Pemerintahan. Semuanya kelas yang mudah, kecuali... kecuali Tata Kelola Pemerintahan."
"Tebak, aku mendapatkan Profesor Williams untuk Sejarah. Si Genit Tua," erang Claire.
Aku juga ingat pria itu. Aku mengikuti kelasnya dua semester lalu dan dia benar-benar pria genit tua padahal usianya sudah lima puluhan. Jika dia terus mempertahankan sikap seperti itu dan sering membuat lelucon tidak sopan tentang wanita yang mengarah pada pelecehan, cepat atau lambat pria itu pasti akan dituntut oleh salah satu mahasiswinya.
"Jadi, aku mendapatkan si Genit Tua untuk Kelas Sejarah, McCormack untuk Kalkulus dan Elton untuk Kelas English," lanjutnya lagi sambil memandang jadwalnya.
"Sama, aku juga akan berada di kelas Elton, sedangkan kelas English, aku akan berada di kelas Profesor Harvey," ujarku.
"Kalau Tata Kelola Pemerintahan?" tanya Claire cepat.
Aku tahu kalau Claire pasti akan bertanya dan dia pasti sudah bisa mengira-ngira siapa yang akan mengajar mata kuliah tersebut. Semua orang juga tahu sejak pria itu datang ke sini... sekitar satu tahun yang lalu.
"Siapa profesornya?" desak Claire lagi.
"I got... Eckert,"jawabku cepat dan sebelum aku menyelesaikan kalimatku, sahabatku itu sudah heboh.
"Apa? Yang benar?!" teriaknya.
"Sssst!"
Tapi Claire tidak peduli. Dia tampak begitu senang. "Oh Tuhan, kau akan berada di kelas sang dewa menawan itu?!"
Aku memutar bola mataku. "Ya, tapi itu bukan pilihanku."
"Ya ampun, kau benar-benar tidak tahu bersyukur, Alanis. Apa kau tahu bahwa aku berharap aku mengambil jurusan sejarah hanya supaya aku memiliki alasan untuk mengambil kelas?!" komentarnya lagi dengan nada yang semakin tinggi dan bersemangat.
"Kau juga tahu alasannya," ucapku dengan nada sedikit lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scandalous Love with Professor - Skandal Cinta dengan Sang Profesor
RomanceAdult romance 21+ Forbidden romance Skandal cinta antara mahasiswi dengan profesor.