Bab 17

1.7K 204 4
                                    

Mature Scene 21+

Happy reading

Bagi yang mau baca full story dan bab2 yang lebih lengkap, bisa silakan ke Karyakarsa. Sudah tersedia paketnya juga.

Luv,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Luv,

Carmen

____________________________________________________________________________

Saat kami makan, pria itu berkata bahwa dia tidak memiliki nomor ponselku. Maka kami dengan cepat bertukar nomor ponsel dan saat melakukannya, aku melirik jam pada layar ponsel. Sudah pukul setengah sembilan lewat. Sebaiknya aku bergegas.

"Aku harus pergi sekarang. Aku masih harus mempersiapkan materi untuk kelas pagi ini," ucapku padanya.

"Karena kita sedang membicarakan tentang kampus... dan tentang kita, tentu saja, aku pikir mungkin akan lebih baik jika kita merahasiakan hubungan kita."

Pria itu benar dan walaupun sebenarnya usiaku tidak termasuk di bawah umur, tapi tentu saja hubungan antara mahasiswa dan profesor bukanlah hubungan yang lazim dan aku tidak ingin membuat pria itu terlibat skandal karena aku. Juga, aku tidak ingin rencanaku melanjutkan ke Stanford terkendala karena hal ini.

"Maksudku... kau bagaimanapun adalah mahasiswiku dan..."

Pria itu tidak perlu melanjutkan. Aku sepenuhnya mengerti dan setuju.

"Dale," potongku cepat. "Aku sepenuhnya setuju denganmu."

"Benarkah?" tanya pria itu, terdengar agak kaget.

"Kau tidak perlu menjelaskan apapun, aku sangat mengerti. Aku juga tidak ingin keluarga ataupun temanku megetahui hubungan tentang kita."

Bagaimanapun, aku harus mengakui bahwa hubungan kami sangatlah tidak biasa, tidak seperti hubungan normal pada umumnya, lebih seperti sebuah affair. Secret affair, lebih tepatnya. Yang mungkin akan berakhir begitu aku lulus, itupun kalau bisa bertahan selama itu. Pria itu menatapku sejenak, tampak seolah sedang berpikir dan ingin mengucapkan sesuatu, tapi bingung harus mengatakan apa.

Dan tiba-tiba saja, ruangan itu terasa... canggung. Aku dengan cepat bangun dan bergegas mengumpulkan piring-piring kotor. "Aku akan membersihkannya karena kau sudah menyiapkan sarapan," ujarku sambil berjalan menuju bak cuci piring. Aku mulai mencuci dan tak lama, pria itu sudah berdiri di belakangku. Tangannya membelai pinggulku dan aku mengerang. Walaupun benakku menginginkan lebih, tubuhku sudah puas dengan apa yang kudapatkan sekarang ini. Dia menarikku merapat padanya dan aku bisa merasakan tubuhnya yang mengeras sedang menekanku.

"Dale..." erangku keras.

"Lana," erang Dale sambil menggigit daun telingaku. "Kau tahu apa pengaruh yang kau timbulkan padaku saat aku melihat kaki seksimu itu dan juga bokong padatmu?" bisiknya sambil meremas pinggulku dan mendesakkanku lebih keras padanya. "Lalu aku melihat wajah cantikmu itu, aku benar-benar bernafsu padamu, Lana," bisiknya sambil mencium sisi leherku.

"Dale... oh..."

"Lihat aku, Lana. Look at me," bisiknya lagi.

"Kita tidak bisa," tolakku lemah dan berusaha menjauhkan tubuhku tapi aku terperangkap. "Aku ada jadwal kelas. Aku harus pulang dan mengambil mobilku."

"Aku bisa mengantarmu," katanya sambil terus menggesekkan dirinya padaku dan menciumi leherku.

"Bagaimana... bagaimana kalau ada yang melihat kita?" tanyaku berbisik.

"Aku akan menurunkanmu di dekat belakang perpustakaan kampus... tidak akan ada yang melihat kita," bujuk pria itu sambil mulai menaikkan ujung gaunku.

Aku mematikan keran air dan berbalik untuk menatapnya. Pria itu lalu dengan cepat menurunkan celana dalamku dan juga celananya sendiri. Dale lalu membalikkanku kembali dan menempatkan diri di belakangku dan tanpa aba-aba, langsung menguburkan dirinya ke dalam tubuhku.

Aku memekik saat merasakannya meledak dan aku menyusulnya dengan cepat. Aku lalu berbalik dan pria itu membopongku ke dalam kamar mandi. Kami melepaskan semua pakaian dan masuk ke dalam ruang shower lalu sekali lagi, pria itu mendorongku ke dinding dan mengangkatku pelan.

***

Setelah selesai mandi untuk yang kedua kalinya pagi itu, kami mengumpulkan pakaian dan mengenakannya kembali.

"Kau tidak sibuk bukan hari ini?" tanyaku kemudian saat kami berkendara menuju kampus.

"Jam kerjaku di kantor biasanya mulai dari jam 9 ke jam 3 sore, tapi aku bisa meninggalkan kantor kapanpun aku mau," jawabnya sambil tersenyum. "Jangan cemaskan itu, aku akan menjemputmu nanti saat jam makan siang."

Aku membalas senyumnya sambil bertanya-tanya berapa banyak wanita yang mendengar ucapan yang sama dari mulut pria itu. Tapi bukankah pria itu berkata bahwa aku berbeda? Aku menggeleng pelan, tak ingin memikirkannya. Jalani saja. Aku tidak tahu apa yang membuatku berbeda, bisa saja pria itu berbohong, apapun itu, aku tidak ingin membebani pikiranku dengan hal semacam itu.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya pria itu kemudian.

"Tidak ada," jawabku cepat sambil tersenyum menatapnya.

Sebelum turun, pria itu masih mencuri ciuman dariku dan berkata bahwa dia akan menungguku di parkiran perpustakaan jam 11.30 nanti.

Scandalous Love with Professor - Skandal Cinta dengan Sang ProfesorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang