Bab 9

3K 259 11
                                    

Mature scene 21+

Yang mau baca duluan, bisa ke Karyakarsa ya, bab 33-34 sudah update, mengandung adegan 21+

Yang mau baca duluan, bisa ke Karyakarsa ya, bab 33-34 sudah update, mengandung adegan 21+

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Luv,

Carmen

_______________________________________________________________________________

Aku mengambil tempat duduk di barisan tengah dan kemudian mulai mengatur buku dan peralatan tulisku. Saat aku mengangkat kepala, aku menangkap tatapan pria itu yang terarah padaku sebelum dia mengalihkannya ke sekeliling kelas.

"Good evening, everyone," ucapnya memberi salam.

Lalu pria itu mulai berbicara dan menyampaikan materi kuliahnya sementara aku terpesona degan gerakan bibir pria itu. Tapi perkataan pria itu dengan cepat diinterupsi oleh suara iPhone-ku yang dengan kencang menyanyikan lagu Taylor Swift. Aku memaki pelan lalu dengan cepat mencari di dalam tas dan melihat kalau Ingrid yang meneleponku. Dengan cepat aku mematikan sambungan tersebut. Saat aku kembali mengangkat wajah, Profesor Eckert sudah berdiri di hadapanku dengan tangan terjulur.

"Maaf, Profesor, aku sudah menginterupsi kuliah Anda," ucapku bersungguh-sungguh.

"Miss Hope, kelihatannya kau masih juga tidak membaca semua peraturan yang berlaku di dalam kelasku. Peraturan ketiga, seperti yang kudiskusikan di awal kelas pertama, di mana kau belum hadir tapi juga ada dalam salinan silabus yang kuberikan. Ini, salinan lainnya lagi karena sepertinya kau tidak membaca yang kemarin kuberikan," ucapnya sambil meletakkan salinan tersebut di atas mejaku. "Coba kau bacakan untukku sekarang, Miss Hope."

Aku meraih salinan itu dan mulai membacanya.

"Penggunaan ponsel dilarang begitu memasuki kelas. Setiap mahasiswa yang didapati menggunakan ponsel di dalam kelas, maka ponsel tersebut akan disita."

Pria itu kembali mengulurkan tangannya dan aku dengan patuh memberikan ponsel tersebut padanya. Dia lalu berjalan untuk meletakkan ponselku ke atas mejanya sebelum kembali ke tengah kelas. Aku melenguh pelan di dalam hati. Rasanya seperti kembali ke sekolah asrama lamaku, di mana Sister Mary selalu menyita lipgloss-ku.

Setelah kelas selesai, aku dengan pelan mendekati meja pria itu. Aku melihatnya memegang ponselku dan kupikir dia akan mengembalikannya, tapi alih-alih melakukan itu, dia menunggu sampai semua orang meninggalkan kelas lalu berjalan untuk menguncinya.

"Profesor Eckert?" gagapku ketika aku melihatnya berjalan mendekatiku. "Mengapa kau mengunci pintunya?"

Aku mundur dan mendapati bahwa tubuhku terhalang mejanya. Aku bisa melihat mata hijaunya yang seperti hewan pemburu, yang telah menggelap oleh nafsu. Dan sebelum aku bisa mengucapkan apapun, lengan pria itu sudah melingkari tubuhku dan menarikku mendekat.

"Apa... apa yang kau lakukan?" engahku saat berusaha mendorong pria itu menjauh.

Tapi jawaban yang kudapatkan sangat mengejutkan. Pria itu menundukkan wajahnya dan mendekatkan bibirnya lalu menciumku. Sentuhan pertama ketika bibir kami saling melekat membuatku membeku lalu aku meledak oleh sensasi-sensasi hebat yang membuatku terkejut. Seluruh tubuhku dialiri getaran statis yang kuat dan tanpa daya, aku mendapati diriku membalas ciuman pria itu. Aku mengerang dan membuka mulut, memberikan lidahnya akses untuk menjelajah dan menggoda kedalaman mulutku. Pria itu melakukannya dengan lambat, menggoda dan merayu pelan lalu menarik lidahnya untuk menggoda sisi bibirku.

Tangannya sudah berada di pinggangku dan sebelum aku sadar, dia mengangkatku, membuat tubuhku tertekan pada kekerasannya lalu pria itu mulai bergerak dan mendudukkanku di atas mejanya.

"Please... we shouldn't be doing this, Professor," erangku saat bibirnya turun untuk menciumi sisi leherku. Semua pikiranku terasa menghilang karena tekanan panas bibir pria itu. Dia kembali mencium bibirku dan menarikku kian mendekat padanya.

"Aku tahu," bisik pria itu serak. "Tapi aku menginginkanmu, Alanis."

Oh Lord...

Take the chance, Lana!

Persetan dengan semua akal sehat dan kepantasan. Tubuhku membara menginginkan pria ini. Satu-satunya pria yang pernah membuatku hilang akal!

"Aku... aku juga. Aku menginginkanmu, Profesor."

Aku bisa merasakan tangan pria itu menjelajahiku dan mulutnya kembali membungkamku. Kali ini ciumannya terasa lebih kuat dan pelan-pelan ciuman pria itu turun dan mulai menggoda garis leherku.

"Apa yang kau rasakan, Lana? Katakan padaku... tell me how I make you feel," desaknya sambil terus menggodaku dengan tangan dan bibirnya.

"Good... very good, I feel so good," erangku.

Aku kemudian merasakan tangan pria itu yang sedang menaikkan gaunku. Kulit pahaku terekspos. Tangannya kemudian menyelinap masuk lalu menggoda. Aku menutup mataku rapat dan berusaha keras menahan desakanku.

"Alanis, buka matamu," perintah pria itu lembut.

Aku menuruti perintahnya, membuka mataku dan mendapati bahwa mata hijaunya yang dalam sedang menatapku lekat.

"Let me make you cum," perintah pria itu lagi dengan lembut.

"Yes, please," mohonku saat merasakan jari-jari ahlinya kembali melingkari tonjolan bengkakku.

"Sebut namaku," perintah pria itu. "Say it... Dale!"

"Dale!"

Aku meneriakkan namanya dan menyerah. Aku membiarkan pria itu menginvasiku, jarinya bergerak di kedalamanku sementara ibu jarinya masih mengelus. Aku menggeliat, mendesakkan diriku padanya.

"Take it, take you pleasure, Baby," gerungnya di dekat telingaku.

Saat bibir pria itu menunduk untuk mencium sisi leherku, aku menyerah dan meledak, meraih orgasme pertamaku, orgasme pertama dalam hidupku.

"Oh!"

Pria itu mengangkat wajahnya dan menarik tangannya kembali. Lalu dengan lembut, dia memelukku dan menunggu hingga badai nikmat itu perlahan mereda. Sesaat, aku merasa kosong dan ditinggalkan tapi tubuhku juga merasakan kepuasan yang tidak pernah aku dapatkan sebelumnya.

"Bersedia makan malam bersamaku?" tanya pria itu kemudian, masih dengan suara berat.

"Apa?" tanyaku yang masih linglung.

Pria itu mengulangi pertanyaannya lagi. Aku mendongak untuk menatapnya dan mengerti apa yang diinginkan oleh pria itu. Dia sedang menawarkan hubungan satu malam padaku. Makan malam lalu dilanjutkan dengan permainan seks. Aku benci ide tersebut. Tapi kemudian ucapan Ingrid dan Claire kembali bergema di dalam kepalaku. Mereka benar. Aku seharusnya bersenang-senang. Ini adalah tahun terakhirku dan selama ini aku terlalu kasar pada lawan jenis, menolak dan mendorong pergi semua yang mencoba mendekatiku.

Well, hanya satu malam, bukan? Kami akan bersenang-senang dan kurasa memang itu yang kubutuhkan. Satu malam untuk mendinginkan semua gairah yang mendidih ini.

"Um... oke, tapi aku harus pulang dulu dan berganti pakaian," jawabku kemudian. Aku juga butuh mandi. Tubuh di antara kedua kakiku terasa basah.

"Oke... aku akan menunggumu di Brasserie, jam 8."

"Oke," jawabku.

Saat aku akan turun, pria itu kembali menarik dan menciumku. Aku mengerang dan terkesiap di saat bersamaan lalu buru-buru memisahkan diri. Aku bergegas meraih ponselku dan juga tasku sebelum kabur dari ruangan tersebut dengan dada yang berdebar hebat dan wajah yang memerah panas.

Aku benar-benar melakukannya! Doing some crazy shits! And I can't wait for tonight.

Oh Alanis, kau benar-benar kacau!

Tapisenyum mengembang di wajahku.

Scandalous Love with Professor - Skandal Cinta dengan Sang ProfesorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang