Bab 13

2.1K 213 3
                                    

Happy reading, semoga suka.

Yang mau baca cepat dan lebih detail, silakan ke Karyakarsa. Bab 49-50 sudah update ya.

Seri keduanya juga sudah publish di karyakarsa, wattpad menyusul ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Seri keduanya juga sudah publish di karyakarsa, wattpad menyusul ya.

Seri keduanya juga sudah publish di karyakarsa, wattpad menyusul ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luv,

Carmen

____________________________________________________________________________

Aku tiba di kampus lima belas menit sebelum kelas pertama dimulai. Saat berjalan cepat menuju ruang kelas, aku menemukan Claire sedang menungguku di lorong.

"Hei, ke mana kau? Aku terus meneleponmu dari kemarin," ucap sahabatku itu dengan nada kesal.

Sial, aku bahkan belum menemukan alasan yang lebih bagus dari sakit palsuku.

"Oh... itu, aku tidur lebih cepat. Aku merasa tidak enak badan, sepertinya cuaca, jadi aku meminum obat dan tertidur," dustaku lagi. "Aku tidak benar-benar memegang ponselku dari kemarin."

"Oh!" Claire sepertinya tidak percaya. "Jadi bagaimana dengan Eckert?"

"Memangnya kenapa dengan dia? Dia tidak penting karena hubungan kami tidak akan mungkin. Bukankah aku sudah mengatakannya berkali-kali?

"Ya, ya, kau bisa saja benar, tapi kau tidak akan pernah tahu," ujar Claire.

Ya, bisa jadi memang benar. Aku tidak mengenal pria itu dengan baik. Apa yang selama ini kuketahui darinya adalah hal-hal yang dirumorkan tentang pria itu dan sebagian besar di antaranya terbukti salah kemarin malam. Tadi malam, mereka berbincang banyak. Pria itu tidak seperti yang dikatakan oleh para mahasiswi, sedikit bicara dan langsung menyerang mereka di ranjang dan melakukan hubungan seks singkat tanpa banyak kata. Pria itu juga tidak menendangku keluar penthouse-nya begitu kami selesai, dia bahkan menginginkannya lagi dan lagi dan bahkan memelukku sepanjang malam.

Pikiranku kembali teralihkan ketika Claire menarikku ke dalam kelas. Tak lama, Profesor Elton sudah masuk ke dalam kelas dan mulai mengabsen. Dan selama di dalam kelas Profesor Elton, aku mendapati diriku lebih banyak melamun dan memikirkan tentang pria itu. Aku merasa gugup ketika memikirkan bagaimana pria itu akan bereaksi nantinya saat aku berada di dalam kelasnya. Lalu bagaimana aku harus menghadapinya? Aku hanya perlu mengabaikannya dan berpura-pura tidak ada apapun yang terjadi, bukan?

Lupakan saja dia. Ini hanya hubungan satu malam.

Tapi kenapa aku merasa... aku merasa bahwa ada sesuatu yang lebih di antara kami?

"Hei," Claire memanggil sambl menepuk pundakku. "Kelas sudah berakhir," ucapnya terkikik.

Aku tertawa menanggapi dan kemarin mendorong pikiran tentang pria itu ke tepi.

"Ya ampun, kau selalu saja melamun," goda sahabatku itu.

Claire akan makan siang bersama dengan Oscar dan aku akhirnya memutuskan untuk ikut bergabung bersama mereka. Dan ketika selesai, langkahku secara otomatis membawaku ke perpustakaan tapi aku menghentikan langkah di tengah jalan. Aku tidak ingin tidak sengaja bertemu dengan Dale. Aku takut bila aku melihatnya di dalam perpustakaan yang sepi itu, aku akan memohon padanya untuk membawaku lagi ke ranjangnya dan mengulangi apa yang terjadi tadi malam. Jadi alih-alih pergi ke perpustakaan, aku lalu berbalik dan menjauh, memutuskan untuk mendatangi saja toko buku terdekat di kampus.

Setelah menghabiskan cukup banyak waktu di sana, aku kembali ke kampus dan bersiap-siap menuju kelas berikutnya. Sebenarnya aku cukup gugup karena aku pasti akan bertemu dengan Shawn, tapi pria itu adalah seseorang yang kubutuhkan jika aku ingin mengalihkan perhatianku dari Dale. Tapi saat aku tiba di kelas, aku tidak menemukan pria itu. Dan rupanya dia nyaris terlambat. Pria itu datang di menit terakhir, dia menyerangai senang padaku sambil duduk di kursi kosong di sebelahku.

"Good afternoon," ucapnya dengan nada pelan dan cepat.

"Siang, aku pikir kau tidak datang," sapaku sambil tersenyum padanya.

"Kenapa? Kau rindu padaku?" godanya.

Aku tertawa pelan mendengar komentarnya itu sementara dia mengedip padaku. Aku baru saja akan mengatakan sesuatu tapi profesor kami masuk dan memotong pembicaraan kami. Setelah selesai mengabsen, dia meminta kami untuk membentuk kelompok dua orang dan menyelesaikan topik diskusi serta daftar pertanyaan yang ada di bab 5. Aku dan Shawn menyelesaikannya tanpa masalah dan dengan cepat pula sehingga kami memiliki beberapa menit luang untuk berbincang.

"Oke, jadi apa warna favoritmu?" tanyanya.

"Bagaimana denganmu?" tanyaku balik.

"Biru... biru seperti matamu," godanya lagi. "Dan kau?"

"Hijau," jawabku tanpa berpikir lagi.

Hijau... itu adalah warna mata Dale. Aku merasakan gairahku bangkit lagi saat membayangkan mata hijau Dale yang menatapku dalam seperti layaknya seekor serigala lapar yang sedang bernafsu. Otot di dalam perutku mengetat saat aku mengingat kembali tentang tadi malam.

Pikiranku lalu dipaksa beralih saat aku mendengar Shawn berdeham lembut. "Jadi... bagaimana dengan janji kencan kita Sabtu ini, apakah masih berlaku?" tanya pria itu.

Aku hampir saja menjawab tidak sebelum menghentikan diriku sendiri. Aku sadar bahwa ini mungkin adalah kesempatanku untuk memiliki sebuah hubungan yang nyata, sebuah hubungan yang memiliki masa depan, seseorang yang kusukai dan juga seseorang yang benar-benar menyukaiku. Shawn sepertinya cukup cocok dengan gambaran itu.

"Ya," jawabku dan aku mendengar menghela napas lega.

"Kau sempat membuatku khawatir sesaat tadi," ucapnya sambil tertawa pelan.

Kami masih berbincang sampai kelas selesai dan aku menemukan lebih banyak hal tentang pria itu. Seperti misalnya dia adalah bungsu dari enam bersaudara dan orangtuanya adalah petani buah dari Virginia.

"Sampai jumpa lagi nanti," ucapku sambil melambaikan tangan saat kami berpisah di depan kelas.

"Hope to see you soon, Alanis."

Setelah kami berpisah, aku berjalan menuju kafetaria untuk mengisi level gulaku ke kadar normal. Aku membutuhkan sesuatu yang manis untuk kuat menghadapi sisa hari ini. Perutku terus mengetat setiap kali aku memikirkan tentang profesor seksiku itu dan bahwa aku akan bertemu dengannya sebentar lagi. Rasanya aku ingin sekali batal hadir tapi aku tahu aku tidak mungkin terus-menerus melakukan hal itu.

Aku duduk sambil menikmati Coke dan cookies cokelat saat membaca pesan yang dikirimkan oleh Shawn. Dia bertanya tentang jenis film apa yang kusukai, jadi aku menjawab bahwa aku menyukai horor dan aksi. Sebenarnya aku juga menyukai komedi romantis tapi itu adalah jenis film yang hanya akan kutonton bersama teman-temanku, aku tidak merasa nyaman jika harus menontonnya bersama Shawn. Aku mungkin tidak sadar ketika kami terus bertukar pesan dan saat aku melihat jam, aku terkejut ketika aku menyadari bahwa aku terlambat lagi.

"Sial!" makiku pelan sambil mengumpulkan barang-barangku dan melesat ke kelas. Apa yang terjadi padaku akhir-akhir ini? Jika aku ingin lulus dengan nilai baik, setidaknya aku harus fokus pada kuliahku!

Scandalous Love with Professor - Skandal Cinta dengan Sang ProfesorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang