Happy reading, semoga suka.
Yang mau baca duluan, bab 3 - 6 sudah update di Karyakarsa ya.
Luv,
Carmen
___________________________________________________________________________
Dale Eckert adalah semua yang kubenci dari seorang pria. Maksudku, dia itu sangat menawan hingga melebihi kadar normal, seolah kau sedang menatap Dewa Yunani. Matanya hijau dalam, rambutnya hitam kelam dan memiliki senyum menawan yang bisa membuat celana dalam wanita membasah. Dia juga arogan, pria dominan, seksi dan mata keranjang yang berpikir kalau wanita hanyalah simbol seks. Aku yakin dia tidur dengan banyak mahasiswi di kampus ini dan mungkin juga setengah dari staf-staf universitas. Sungguh menjijikkan!
"Kupikir kau sedikit bias," seringai Claire. "Kau bahkan tidak mengenal pria itu."
"Oh, please. Aku sudah mendengar dan melihat pria itu untuk cukup tahu siapa dia. Dia itu seorang misogini yang sama sekali tidak menghargai wanita dan memandang rendah kaum kita. Dia tidur dengan setiap wanita yang ditemuinya dan membuang mereka seperti baju bekas."
Aku tahu beberapa akan berpendapat bahwa aku hanya sedang bersikap sinis dan tidak adil karena mungkin pria itu tidak menginginkanku sementara aku tergila-gila padanya. Atau mereka akan berpikir kalau aku tipe feminis yang sangat membenci setiap makhluk bernama pria. Tapi itu tidak benar. Aku tidak benci pria. Aku hanya benci pria dengan tipe-tipe tertentu.
Ayahku persis seperti itu, setelah kematian ibuku. Aku baru tahu lama setelahnya, bahwa dia sering tidur dengan para pengasuhku sampai kemudian menikahi yang terakhir karena wanita itu hamil. Aku muak melihatnya. Dan aku berjanji aku tidak akan menjadi seperti mereka dan aku tidak akan menginginkan seorang pria seperti ayahku.
"Well, jika dia mendekat padaku, aku akan dengan senang hati memberikan semua yang dia mau. Aku akan melompat ke tempat tidurnya tanpa ragu jika dia menginginkanku," ucap Claire lalu tertawa. Aku melirik sahabatku itu dan menggeleng pelan, ucapannya tadi membuat orang yang ada di sebelah kami ikut tertawa.
"Kau benar-benar mesum, Claire," ucapku lalu terkekeh. "Kau sudah tidak waras."
"Katakan itu pada dirimu sendiri. You need to get laid, you need it so much... dan percayalah, setelah itu, kau akan melihat pria dengan cara berbeda," godanya kemudian.
Aku kembali menggeleng. Sahabatku yang satu ini memang sudah tidak waras.
"Hati-hati dengan ucapanmu tadi, kau masih bersama dengan Oscar?"
"Ya, tentu saja. Tapi aku tidak akan berbohong padamu, bahwa setiap kali aku melihat Profesor Eckert, aku selalu merasa bergairah," jawabnya dengan suara sedikit pelan.
Aku menyikutkanya kesal. "Kau tahu berapa usianya?"
"Kurasa 33 tahun, dan dia sudah mengajar di sini selama... satu tahun," jawab Claire.
"Dia masih cukup muda rupanya... mengapa dia sudah menjadi profesor di usia semuda itu?" tanyaku.
"Well, dari yang kudengar dari seorang teman, Profesor Kurt meninggal dunia di pertengahan semester. Mereka tidak bisa menemukan seseorang dengan kualifikasi yang sama dengan Profesor Kurt saat itu," jelas Claire.
Aku mengangguk. Aku ingat dengan Profesor Kurt, dia yang mengepalai tim debat kami dulunya. Aku juga ingat hari dia meninggal karena serangan jantung dan bagaimana ambulans datang dan membawa pria itu serta. Setelah kematiannya, aku keluar dari tim debat tersebut.
"Mereka masih belum menemukan penggantinya?" tanyaku tak percaya. Sudah satu tahun, dan belum ada pengganti yang cocok untuk menggantikan tempat Profesor Kurt?
"Tidak ada yang sehebat dia. Kualifikasinya sangat hebat dan Profesor Eckert juga salah satu pengacara top di kota ini dan dia berasal dari keluarga terpandang dan juga salah satu penyumbang terbesar ke yayasan universitas kita. Dia bisa saja dengan mudah mengambil posisi Profesor Kurt tapi yang kudengar, dia hanya mengisi posisi kosong itu sampai mereka menemukan orang yang tepat. Dia melakukan pekerjaan ini dengan sukarela."
Sahabatku ini sepertinya tahu banyak tentang profesor itu. Tapi kurasa bukan saja Claire, melainkan hampir semua orang di universitas ini, mungkin hanya aku yang terlalu tidak peduli. Aku juga tidak pernah benar-benar bertatap muka dengan pria itu. Aku hanya pernah melihatnya sekali ketika upacara penerimaan mahasiswa baru dan itupun hanya sekadar memandang dari jauh, tapi semua gambaran yang pernah kudengar tentangnya memang benar – tubuh tinggi atletis dengan rambut hitam dan wajah arogan yang rupawan.
"Dari yang kudengar, dia hanya meniduri wanita berambut pirang," goda Claire lagi.
Aku tertawa mendengarnya. Aku ragu pria itu peduli dengan warna rambut, dia hanya menginginkan wanita-wanita yang mudah dia dapatkan, siapa saja boleh asal gampang ditiduri olehnya.
"Pria seperti itu akan menyukai wanita mana saja, asal mereka bersedia tidur dengannya," jawabku sinis.
"Katanya dia pernah tidur dengan Elsa dan Pandora, keduanya pirang. Kau tahu Pandora, bukan?"
"Si bintang kampus?" tanyaku.
Claire mengangguk dan aku terkesiap.
"No way. Dia juga tidur dengan Profesor Eckert?"
"Sepertinya begitu," ucap Claire. "Dia berkata bahwa dia pergi ke tempat Profesor Eckert, mereka minum sebentar lalu pria itu langsung beraksi. Dia membawa Pandora ke tempat tidur dan mereka berhubungan seks lalu setelahnya pria itu memintanya untuk pergi. Tidak ada kata rayuan setelah dan sebelumnya, tidak ada bincang-bincang, tidak ada pillow talk, bahkan Pandora diharuskan pergi saat itu juga. Profesor Eckert sangat dingin dan kabarnya, dia tidak pernah mau menghabiskan malam bersama wanita. Setelah meniduri mereka, dia akan mengusir mereka pergi."
Mendengar itu, aku semakin jijik dan tidak suka pada pria itu. Profesor Eckert benar-benar jenis yang sama dengan Dad, tidak, biar kuralat... kurasa pria itu lebih parah dari ayahku. Sial sekali karena aku harus berada di kelasnya semester ini. Pria itu akan menjadi pemandangan yang sangat menjijikkan dan menggangu, kuharap nilaiku tidak akan terpengaruh karena ketidaksukaanku pada pria itu.
Sahabatku itu terus memberikan informasi tentang Profesor Eckert dan tak lama setelahnya, aku mendengar begitu banyak kata dia, kata dia, menurutnya, dia berkata, dan gosip-gosip lainnya dari berbagai sumber yang entah bisa dipercayakah ataukah tidak. Tapi bagaimanapun aku tetap percaya bahwa Profesor Eckert adalah jenis pria berengsek. Aku pasti begitu larut dalam pikiranku juga berita-berita yang disampaikan Claire sehingga aku lupa waktu.
"Apakah jam itu tepat?" tanyaku seperti orang tolol saat menatap jam di dinding café. "Sudah jam empat lewat?"
"Ya, sudah jam empat lewat lima belas menit," sahut Claire tenang sambil melirik ponselnya.
"Sial!" makiku pelan. "Aku terlambat."
"Oh, iya benar. Kelas dimulai jam 4," balasnya lagi tenang.
Aku kembali merutuk pelan. Kelas ini cukup penting, apalagi ini adalah semester terakhirku, aku ingin lulus dengan nilai sempurna. Dan kelas tata kelola pemerintahan ini juga mencakup bahasan yang luas, sehingga ada 4 kali pertemuan dalam setiap minggu kecuali di Hari Jumat, selama dua jam. Dan aku sudah terlambat di hari pertama. Hebat!
"Aku tidak pernah terlambat," omelku sambil buru-buru berdiri dan meraih dompetku.
"Hei, aku akan membayar minumanmu. You need to get to class now. Pikirkan alasanmu sebelum kau sampai di kelas."
Aku melambaikan tangan padanya dan bergegas lari keluar kafe sambil memikirkan alasan apa yang harus kubuat untuk menjelaskan keterlambatanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scandalous Love with Professor - Skandal Cinta dengan Sang Profesor
RomanceAdult romance 21+ Forbidden romance Skandal cinta antara mahasiswi dengan profesor.