Chapter 14: Bertemu Perempuan Cantik

1 0 0
                                    


Saat kegiatan sarapan, aku menceritakan semua tanpa ada yang terlewat satu pun. Ekspresi Laras pun terkejut saat mendengar penuturan ku. Setelah sarapan usal dia bergegas pergi bekerja dan sambil mengantar keponakannya itu. Sedangkan aku, hanya duduk dengan menulis setiap hari. Menghabiskan waktu yang seperti itu-itu saja, hingga tiba di hari aku bertemu seorang perempuan cantik yang tengah berdiri di depan pintu masuk apartemen. Aku baru saja dari pasar membeli kebutuhan bulanan dan dapur.

"Ada yang bisa dibantu mba?" tanyaku dengan bersikap ramah.

"Ah, saya ingin ke apartemen teman, tapi saya tidak bisa menghubunginya." Dia menjawab dengan suara lemah lembut dan senyum lebat yang kikuk.

"Ah, biasanya ada pak satpam. Sepertinya beliau sedang istirahat, kalau begitu mau aku bantu. Ayo," ucapku mengantarkannya hingga di depan pintu apartemen seseorang yang ku kenal. Saat hendak pergi, perempuan itu meminta untuk ditemani olehku. Entah apa alasannya dan kenapa.

Wajah memelasnya membuatku segan untuk menolak dan ku putuskan mene mani dia hingga 10 menit berlalu, tetapi tidak ada jawaban apa pun.

"Ini sudah 10 menit, mungkin dia tidak ada di rumah. Aku ada pekerjaan yang harus diselesaikan." Saat aku melihat wajah perempuan itu, dia tampak sangat sedih.

"Padahal, hari ini dia libur kerja. Tapi, dia selalu seperti ini. Aku tidak tahu, apa salahku, tapi dia terus menghindar. Bahkan, dia selalu menolak bertemu denganku. Kami akan menikah 6 bulan lagi, aku tahu, dia sudah menolak beribu kali perjodohan ini. Tapi, apa dia harus berperilaku sampai seperti ini?" Dia mengatakannya dengan air mata yang telah mengalir. Dengan rasa kasihan yang datang, kulakukan panggilan telepon seluler ke Bimo dan dia mengangkatnya cepat.

"Cepat buka pintunya!" Aku berkata dengan terus menekan bel dan menampakkan wajah serius di kamera pintu. Detik berikutnya, pintu apartemen terbuka dan Bimo mengubah ekspresi wajah senang menjadi kesal.

"Dia menunggu bermenit-menit untuk bertemu denganmu, apa kamu tidak kasihan? Membuat anak orang berdiri dan menunggu, masuklah. Aku pergi dulu," ucapku bergegas pergi dan pulang. Saat aku sampai di apartemen, Laras mulai mengoceh dengan cepat dan memarahiku hanya karena terlalu lama pergi.

Aku mulai memasak dengan mendengarkan segala ocehan Laras yang tidak ada hentinya, dia bahkan mulai mengeluarkan kata-kata sindiran hingga 1 jam kemudian. Aku telah selesai memasak dan kami mulai makan siang bersama.

"Kamu tahu Laras, tadi aku bertemu dengan siapa?" Aku membuka pembicaraan dengan bertanya

"Siapa? Si Sean atau si tukang selingkuh?" tanya Laras balik

"Bukan keduanya, kamu akan terkejut jika mendengarnya. Aku bertemu dengan seorang perempuan cantik yang merupakan calon istri dari Bimo." Saat Laras mendengar penuturan ku, dia tersedak karena terkejut dan meminum air dengan cepat.

"Apa? Kamu tidak lagi bercanda kan?" Aku menggeleng yang menjadi jawaban bahwa diri ini sama sekali tidak bercanda atau berbohong.

"Wah, ini hebat. Ada apa dengan hidupmu? Bertemu dengan teman kecil yang merupakan cinta pertamamu, bertemu dengan para pertama, dan sekarang bertemu dengan calon istri Bimo, hidupmu seperti penuh drama." Laras berkata dengan heran dan takjub secara bersamaan.

"Hidup manusia memang penuh drama dan memiliki kisah masing masing," balasku kemudian.

"Seperti apa dia?" tanya Laras lagi

"Dia tinggi, wajahnya oval tapi sedikit bulat dia cantik dengan rambut panjangnya, dan lemah lembut, sepertinya dia orang yang baik dan terlihat seperti karakter utama yang sering ditemui di cerita romance. Dia cocok menjadi Tokoh utama," ucapku, menjelaskan dengan takjub.

"Jangan menilai orang dari penampilan dan visualnya, kita tidak tahu dia seperti apa. Mungkin saja dia bukan tokoh utama, bisa saja kamu tokoh utamanya." Aku yang mendengar ucapan Laras berhenti menyuapkan makanan.

"Itu tidak mungkin. Apa ada tokoh utama yang merupakan cinta pertama?" tanyaku yang mencoba menyanggah perkataan Laras.

"Aku bertemu dengan beberapa orang yang akhirnya bersatu dengan cinta pertamanya. Itu mungkin saja, kan bukan kamu yang menulis garis hidup manusia." Laras berkata dengan begitu bangga.

"Dari mana kamu mendapatkan kata-kata itu?" tanyaku yang penasaran. Soalnya, dia bukan tipe orang yang puitis dan pintar merangkai kata-kata.

"Dari novel yang ku baca," jawab Laras dengan senyum lebar dan bangga. Setelahnya, kami memainkan permainan batu, kertas dan gunting untuk menentukan siapa yang akan membersihkan cucian piring kotor.

Aku sangat senang saat Laras harus membersihkan cucian piring, aku dan Bella-keponakan Laras duduk santal menyantap buah pir. Saat tengah mengunyah dan menonton Laras yang mencuci dengan kesal. Ponselku berbunyi nyaring, tertera nama Bimo di layar. Dia mengirim pesan permintaan maaf karena telah merepotkanku. Bimo juga mengajakku makan malam dan ku iyakan dengan cepat. Setelah selesai menyantap buah, ku masuk ke kamar dan kembali berkutat dengan laptop. Melanjutkan tulisanku.

If It's You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang