18 - TM

709 29 7
                                    

Bryan bahagia melihat anak-anak mulai keluar dari area pembelajaran mereka, termasuk anak-anaknya, tetapi sayang sekali dia kehilangan jejak di lautan anak-anak berlarian, bahkan ada yang cukup gengges hingga menabraknya, menbuatnya terjatuh cukup menyakitkan dengan pantat mendahului.

Kumisnya pun peyot, segera dia memperbaiki sebelum ada yang sadar, sampai sebuah teriakan terdengar.

"Aduh, minggir minggir! Kasian Kakeknya jatoooh! Minggir!" Teriakan itu, suaranya, Bryan mengenali.

Saat menatap ke sumber suara, ternyata, itu Zoya, sementara Zayn membuat suara prit prit dengan mulut untuk membuat anak-anak lain menyingkir. Bryan syok, sekaligus terharu, karena sungguh, betapa Thalia memberikan pelajaran moral yang baik pada mereka.

Di antara rasa haru, seketika rasa sesal mendalam juga menyertai, apalagi Bryan pernah meminta ....

"Kakek enggak papa?" tanya Zoya, mengulurkan tangan mungilnya pada sang kakek, yang aslinya Bryan di balik kumis janggut tebal itu.

Bryan seketika tersadar dari lamunan, kemudian membuat suara khas orang yang renta. "Gak apa, Nak. Terima kasih sudah nolong D—Kakek." Hampir dia menyebut dirinya daddy.

Padahal dia sadar diri tak pantas.

Menyambut tangan mungil Zoya, sebenarnya anak itu tak punya kekuatan signifikan untuk menariknya, tetapi tentu Bryan membuat dirinya seakan diangkat Zoya. Bahkan setelah itu, Zayn membantu membuat Bryan berdiri.

Keduanya menujukan Bryan untuk ke kursi panjang yang tersedia, mendudukkannya.

"Eh, kamu, kamu, kamu yang nabrak Kakek ini! Minta maaf cepet!" Zayn berkata tegas, dia punya wajah galak Bryan yang kentara khas, tetapi karena masih kecil kelihatan imut.

Anak-anak yang merasa bersalah segera menghadap Bryan, membungkuk minta maaf. "Maafin kami, ya, Kek."

"Iya, Nak, enggak papa."

"Nih, beliin kakeknya minum sama ... mm ... Kakek mau makan apa?" tanya Zoya, dia menyerahkan uang ke anak-anak yang menabrak si kakek.

"Eh, enggak usah, gak usah."

"Kami takut Kakek kenapa-kenapa, Kek. Oh ya yang lain ambil tandu, kita bawa Kakek ini ke ruang kesehatan. Yang lain, beli minum cepet, sama makannya ...."

"Seblak aja, level 10, yang pedes bagus buat obat sakit!" saran Zayn, mereka mengangguk setuju.

Bryan belum bereaksi ketika tandu datang, dia langsung disuruh naik ke atas, segera si pria dibawa langsung oleh anak-anaknya dan anak-anak lain yang membawanya ke ruang kesehatan.

Semua berbondong ke sana, sebelum akhirnya Bryan dibaringkan ke atas brankar.

"Kakek gak—" Belum menjawab, anak-anak sudah bersuara.

"Abis ini diapain?" tanya salah seorang teman Zayn.

"Suntik?" tanya yang lain.

"Periksa dulu, dong, pakai yang teleskop!" kata yang lain.

"Stetoskop kali." Zayn meralat.

"Cepet cari!" Zoya memerintah, dan tak lama stetoskop sudah ada di tangannya, dia segera mengangkat seragam Bryan.

"Wah, Kakek pasti workout ya, badannya kotak-kotak." Astaga! Bryan panik, takut ketahuan.

"Gak deh, kan Kakek pekerja keras, pasti bisa gini." Zayn menyahut.

Zoya pun menekan ujung stetoskop ke dada Bryan, wajahnya serius memeriksa, kemudian ....

"Astaga! Jantungnya gak kedengeran! Inalilahi!"

"Ya yang ini kamu pasang ke telinga, Zoya!" kata Zayn memasangkan stetoskop ke telinga saudarinya.

"Seblak dan teh anget dateng!" Teman-teman Zoya dan Zayn datang membawa makanan itu, Bryan syok melihat semangkuk makanan yang warnanya merah menyala bagaikan api neraka.

"Bener, kakek mengalami gejala mleomleoaseloleo," kata Zoya ngasal. "Cepet, suapin seblaknya!"

Bryan panik seketika, dia menggeleng tak mau, tetapi seorang anak menyuapkan makanan yang bahkan aroma rempahnya kalah dengan aroma cabenya. Jelas, seketika saja rasa terbakar mengedar ke indera pengecap, masuk ke idung pula hingga Bryan terbatuk.

Tomboy MommyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang