Jangan lupa buat komen dan vote terlebih dahulu sebelum baca!
Dan jangan lupa buat follow author dulu biar ga ketinggalan ceritanya.
Happy Reading semuanya......
***Hari ini adalah hari tersial yang pernah ada dalam hidup Al, seharusnya hari ini ia melakukan persiapan untuk lomba Olimpiade Nasional lusa, namun terpaksa ikut Ayah dan bunda nya untuk ke pesantren yang akan menjadi tempat belajar nya nanti.
Al hanya diam tak berniat menjawab pertanyaan yang terus terlontar dari kedua orang tuanya, ia malah memilih untuk memainkan ponselnya.
"Nanti Ayah sama Bunda akan sering-sering jenguk Kamu kok, kalo perlu apa-apa bilang sama Bunda yah. Nanti Bunda bawain semuanya. "
"Ga perlu, "
"Kalian pasti sibuk, suruh mang roji atau bi eem aja yang jengukin kayak waktu kalian nyuruh mereka ambil rapot atau rapat di sekolah. Lagian kayaknya orang tua gue bi eem sama mang roji bukan kalian. "
Mendengar ucapan anak semata wayangnya itu seketika kedua orang tuanya menengok supir yang bernama Roji, lelaki paruh baya itu tersenyum canggung merasa tidak enak dengan majikannya.
Mau mengelak bagaimana pun tidak bisa karna pada nyatanya dari kecil Al selalu bersama pembantu dan supirnya kemanapun.
Orang tuanya tidak bisa menemani karna ada rapat yang mendadak, ya emang sih kedua orang tuanya berpikir untuk menyiapkan semuanya untuk Al. Agar Al tidak usah repot-repot merintis dari nol tapi karna jalan pikir nya yang seperti itu membuat keduanya jauh dari anaknya dan berakhiri membuat Al ber perasangka buruk pada keduanya dan sering melawan.
Senyuman sang Bunda perlahan memudar menatap nanar sang Anak yang terlihat tak perduli pada dirinya.
"Kamu harus nurut kata kakek jangan melawan, disana juga ada Angkasa anaknya ustadz Lucas. Kamu baik-baik yah jangan bikin gara-gara apalagi kepikiran buat kabur. "
Iya Al di kirim ke pesantren milik kakeknya jadi secara tidak langsung Al akan menjadi penerus pesantren. Sama halnya Al, ayahnya adalah anak semata wayang dari pemilik pesantren yang bernama Imam Ahmad Al Latief seharusnya ayahnya Al lah yang meneruskan pesantren namun Ayah nya memilih jalur bisnis dan menjadi donatur saja.
"Nah udah sampai. "
Al yang mendengar ucapan mang Roji
Lantas memasukkan ponselnya kedalam saku celananya. mengangkat pandangannya keluar kaca mobil.Hal yang pertama kali Al lihat adalah pagar biru yang tengah di buka lebar oleh dua orang satpam. Di atasnya tertulis 'pesantren Al-aqsha'.
"Yuk turun kita ketemu sama kakek dulu. "
Al menghela napas panjang dengan setengah hati ia keluar dari mobilnya dan mengikuti kedua orang tuanya untuk berjalan ke arah endalem.
Al memakai masker nya tanpa peduli dengan orang-orang yang menatap aneh akan penampilannya. Al benar-benar acuh pada sekitarnya.
Lisa menggenggam tangan Al dan mengelusnya pelan mencoba menenangkan anak semata wayang nya, jujur saja Al benar-benar senang karna ini kali pertamanya sang Bunda menggenggam tangan nya.
Haidar pun ikut merangkul pundak Al saat tiba di ndalem, sekarang Al paham mereka melakukan itu hanya semata-mata pencitraan. Perlahan tapi pasti Al menepis tangan kedua orang tuanya sekarang ia benar-benar membenci keduanya karna ia di perlakukan seperti ini hanya karna sebuah pencitraan?
Pikiran Al terlalu jauh meski kenyataannya Ayah dan Bundanya ingin melakukan itu bukan semata-mata pencitraan.
Haidar menghela napas dalam menatap putranya sejenak. "Assalamu'alaikum, Abi. "
"Waalaikumsalam Haidar, ayo masuk dulu. Umi lihat siapa yang datang. "
Tak lama Wanita paruh baya datang dengan wajah terkejut dan senang menjadi satu. "Ya Alloh nak, " lirih bu nyai memeluk dan mencium anaknya
Bu nyai benar-benar rindu dengan anak semata wayangnya, "kamu sehat kan nak? "
"Alhamdulillah umi Haidar Sehat, " tak lupa juga memeluk Lisa menantunya.
"Alhamdulillah kalo sehat, ini? " tanya bu nyai menatap Al yang berdiri di hadapannya, Al salim pada bu nyai meski wajahnya terlampau datar.
"Husain kecil, cucu umi sekarang sudah besar. " ucap Lisa
"MasyaAllah, sudah besar saja padahal terakhir kali kesini Husain masih umur 2 tahun. "
"Umi, Abi. Haidar mau nitip Husain disini. " terus terang Haidar akan niatnya
"Boleh nak, dengan senang hati kami menyambut Husain. "
"Tapi umi Husain disini untuk belajar bukan menjadi cucu pemilik pesantren, jadi Haidar mohon untuk memperlakukan Husain layak nya santri biasa. "
"Umi sama Abi paham nak, insyaallah Husain akan baik-baik saja disini. "
"Terimakasih umi, "
"Sama-sama nak. "
Al hanya diam sembari memainkan ponselnya, nama panggilan Husain terlalu asing di telinganya. Ia juga tidak bisa membantah apapun saat ini jadi ia lebih memilih diam meski ini benar-benar membosankan baginya.
"Nah Husain, disini gak boleh bawa alat elektronik yah, semua perlengkapan dan kebutuhan seperti buku, tempat tidur, seragam sekolah atau pondok sudah tersedia, makan juga 3 kali sehari jadi gak perlu takut. "
"Ponsel ga boleh? " tanya Al heran.
"Iya nak, kalo mau telpon atau perlu apapun bisa di lakukan lewat ponsel pondok yang di buka setiap sabtu dan minggu. "
Al menghela napas panjang ia seperti masuk penjara sekarang untuk main ponsel pun tidak bisa.
"Ponsel Al boleh di titip disini aja? "
Bu nyai tersenyum hangat sembari mengangguk setuju. "Boleh nak, kalo Husain perlu apa-apa tinggal ke ndalem aja. "
Dia tak pernah berpikir akan tetap disini justru di pikiran nya tadi ia ingin cepat-cepat kabur dari sini. Tapi melihat kehangatan nenek dan kakeknya niatnya urun.
"Ayah percaya sama kamu Al, jangan pernah berpikiran untuk kabur mata-mata ayah selalu melacak kamu. "
"Al, Bunda minta maaf yah untuk sikap bunda selama ini tapi sejujurnya bunda sayang sama Al. Semua yang bunda lakukan semata-mata hanya ingin melihat Al bahagia, maaf jika cara bunda ternyata salah selama ini. bunda mohon jangan benci bunda nak, " lirih Lisa memeluk tubuh anaknya dengan Erat
Al hanya diam tanpa berniat membalas pelukan sang Bunda, "maafin Bunda nak. " bisik Lisa lirih
Sebenarnya Lisa tidak bisa jauh dadi putranya tapi demi kebaikan Lisa rela meninggalkan anaknya di pondok pesantren.
Lisa akui ia telah gagal merawat dan mendidik Al karna kesibukannya ia sampai lupa mengajari Al. Rasa bersalah selalu datang menghampiri dia sudah benar-benar terbuai oleh dunia sampai lupa dengan anak yang telah allah titipkan.
Memang tujuannya bekerja hanya semata-mata untuk masa depan anaknya, agar anaknya bisa hidup dengan tenang nantinya tanpa bersusah-payah memulainya dari nol.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Weeding (Slow Update)
Teen FictionHanya kisah sederhana untuk menemani waktu luang kalian. Tentang seorang anak brandalan yang ternyata harus menjadi penerus pesantren, dan pertemuan nya dengan dua Humaira. Aisyah Humaira Afhania dan Emira Humaira Alzena. Lantas Humaira manakah ya...