Epilog [Akhirnya Kita Berakhir]

160 14 6
                                    

"Nyatanya, memang ada benarnya bahwa setiap masa ada orangnya. Dan setiap orang akan selalu ada masanya. Kita tidak akan pernah bisa memaksakan takdir yang sudah di atur oleh semesta"
- Anindira Clarissa Tamara -

"Tenggara!" panggil Biru, kepada cowok yang berada di rumah Anin. Masih, dari semalam cowok itu masih berada di rumah sang pacarnya itu. Membiarkan tertidur di depan teras.

"Kenapa? Mau memberi selamat, atas semua rencana gue yang gagal?" tanya Tenggara, tersenyumlah Biru disana.

"Kenapa selalu berfikiran negatif tentang gue, Gar? Segitu jahatnya ya gue, gue mungkin bisa di bilang sumber utama adek lo bunuh diri. Tapi, lo juga harus tau satu hal, gue masih manusia yang punya hati nurani," jelas Biru.

"Apa? Memangnya apa lagi yang buat adek gue pergi ninggalin gue selain lo!" ujar Tenggara sambil berteriak, emosi nya tidak lagi dapat lagi untuk ia tahan.

"Adek lo cerita kalau keluarga lo, dan lo terlalu mengekang dia! Terlalu posesif dia juga merasa tertekan. Memang lo ngerasa kalau lo ngelindungi tapi adek lo merasa jadi berada di sangkar emas!" teriak Biru.

Pernyataan Biru berhasil membuat Tenggara terdiam, "Ru? Lo tau darimana?" tanya cowok itu, suaranya bahkan sudah serak.

"Adek lo sendiri yang cerita sama gue, Gar. Serisih-risih nya gue sama adek lo, gue masih mendengarkan keluh kesah adek lo kok. Enggak kayak lo, egois, keluarga lo egois. Mau nya dia menjadi apa yang kalian mau!" jelas Tenggara sambil menggebu-gebu.

"Lo pikir? Cuma lo doang yang hancur? Lo pikir lo doang? Gue pernah mau kehilangan Anin, gara gara adek lo. Cih, gue kira lo masih bisa berfikir. Nyatanya, fikiran lo terlalu pendek?" ujar Biru.

Cowok itu yang sudah terlalu tersulut emosi pun langsung memberikan beberapa kertas kepada Tenggara lalu membiarkan cowok itu sendirian, di depan rumah Anin itu.

Tenggara pun membuka beberapa kertas itu, yang paling terlihat disana adalah surat dari rumah sakit yang terlihat lebih menonjol dari hal yang lain. Begitu terkejutnya Tenggara saat membaca surat itu.

"Anin kena kanker darah stadium 4?"

"Kenapa gue baru tau? Brengsek, gue sejahat ini. Ternyata, tunggu Rumah Sakit Cahaya. Gue harus kesana."

Cowok itu pun bergegas menuju rumah sakit dengan kecepatan yang begitu tinggi. Membelah jalan raya yang begitu ramai. Sesampainya, di Rumah Sakit cowok itu pun segera menuju pusat informasi untuk mencari Anin.

"Sus, ada pasien atas nama Anindira?" tanya Tenggara dengan nafas tersengal nya itu.

"Maaf pasien atas nama Anindira, berada di kamar VVIP 1" ujar suster tersebut.

"Terimakasih sus," ujar Tenggara lalu kembali berlari menuju kamar yang telah di beritahu oleh suster tersebut.

"Ayah, Bunda, Anin mana?" tanya Tenggara saat melihat kedua orang tua dari Anin itu menangis.

"Gara! Kamu jahat, Bunda benci sama kamu. Anin udah enggak ada! Gara-gara kamu, semenjak ada kamu, Anin jadi jarang untuk minum obat. Sekarang Anin ninggalin Bunda," ujar Bunda dari Anin itu sambil memukul tubuh dari Tenggara.

Cowok itu pun merosot, tubuh nya menjadi lemah. Tidak, sejahat itu kah dia? Hingga orang yang ia sayangi sekarang benar-benar pergi?

"Ayah, Bunda maafin, Tenggara." Cowok itu sudah tidak ada lagi energi sudah tidak tau ingin ngapain lagi. Cowok itu hanya bisa untuk menangis dalam diam sambil terus meminta maaf.

Ego yang menggebu-gebu itu sudah tidak ada, bahkan angan pun menjadi sirna. Kehilangan untuk kedua kali itu adalah hal yang paling menyakitkan dimana kita tidak tau dimana letak dari kesalahan kita itu.

Tenggara, cowok itu pun lagi-lagi kehilangan orang yang ia sayang. Tenggara pun berlari menuju ke arah rooftop yang berada di rumah sakit itu. Terus sekai memukul kepala nya yang begitu berisik. Suara dan kenangan Anin berputar terus menerus didalam fikiran nya.

"Anin, Naya. Maafin aku.." lirih Tenggara lalu kembali memukul kepala nya.

Tiba-tiba, ada yang memberhentikan tangan nya untuk memukul kepala nya lagi. "Jangan seperti itu, mereka udah bahagia," jelas orang itu.

Dia adalah Biru, sekarang, orang yang dia anggap musuh malah menemani nya disaat ia hancur. Dan orang yang ia anggap teman, malah meninggalkan nya seorang diri dengan kehancuran yang telah ia buat sendiri.

"Surat, dari Anin dan Adek lo, Naya." Biru pun memberikan 2 amplop yang membuat Tenggara melirik ke arah nya.

Hallo abang Gara

Mungkin abang baca ini adek Nay udah enggak ada ya? Tapi gapapa kok adek Nay tetap sayang abang Gara. Mungkin abang udah tau semuanya dari Biru, maaf ya adek Nay ga berani langsung sama abang Gara.

Bang, adek Nay sayang sama abang. Mungkin semua rencana abang gagal, tapi gapapa. Adek Nay tetap sayang abang Gara kok. Abang Gara ini bukan sepenuhnya salah Biru, dan Anin. Ini semua salah adek dan takdir.

"Naya.." lirih Tenggara saat membaca surat dari sang adek yang berhasil membuat cowok itu menangis. Air mata nya jatuh begitu saja.

Hallo Gar

Aku masih ga nyangka sebenarnya, kamu sejahat itu. Tapi, gak apa, aku pun merasakan jika kamu kehilangan dari sang adek. Tapi, tidak semua dendam harus di balas dengan seperti ini harusnya kamu membiarkan takdir saja yang membalas.

Gar, mungkin kamu kaget karena tau aku terkena kanker darah. Hehe, maaf ga jujur. Aku takut kamu bilang aku penyakitan, aku nulis ini diem diem loh biar Ayah dan Bunda enggak tau. Aku harap kamu bahagia dengan jalan pilihan kamu ya Gar.

Berdamai dengan dendam dan ego mungkin enggak segampang itu, tapi waktu akan menjadi jawaban nya. Selamat sembuh, Altezza Tenggara Bagaskara.

"Maaf, Anin, aku se bodoh ini sampai menyia-nyiakan perempuan baik seperti kamu. Ru, maaf." Cowok itu pun tumbang di hadapan Biru.

"Gara, gue gapapa. Gue udah maafin lo, semoga lo maafin gue juga ya?" ujar Biru.

Pada akhirnya, semua hal yang didasari oleh kebohongan dan ego tidak akan pernah berakhir bahagia. Bahkan, di setiap prolog pasti akan ada epilog. Kita sudah sampai pada epilog yang menandakan cerita sudah berakhir. Namun, tidak semua epilog adalah akhir, bisa saja adalah awal dalam kehidupan yang baru.

Lintang Tenggara [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang