1

474 21 5
                                        


Semesta Narenda, lelaki berusia berusia enam belas tahun ini tengah mendudukkan tubuhnya di bangku miliknya yang berada di agak ujung kelasnya. Oh ya, ia juga memiliki teman sebangku yang sangat baik yang bernama Mahendra. Kebetulan juga ia adalah sahabatnya

Semesta tengah sibuk mencatat materi yang tengah di tuliskan di papan tulis, sedangkan temannya Mahendra terlihat malas malasan untuk menulisnya. Namun meskipun begitu ia harus menuliskan karena jika tidak ia akan mendapatkan ceramah yang memang tak lain ia adalah guru killer

Seusai pelajaran berakhir semesta mengajak Mahendra ke taman belakang, padahal jam istirahat di gunakan untuk mengisi perut namun berbeda dengan mereka. Di sana tidak hanya mereka berdua karena ada dua teman lainnya yang bernama harsa dan vano

"Lelet lo", pekik harsa ketika melihat kehadiran Mahendra dan semesta yang baru tiba

"Lo pikir taman belakang sama kelas gw deket ha?", harsa hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal, memang benar kelas dirinya jauh lebih dekat ke taman belakang sekolah di bandingkan kelas semesta dan Mahendra

Mereka akhirnya duduk melingkar, entah apa namun mereka selalu melakukan kegiatan yang berbeda beda dan sesuai dengan mood mereka. Vano melirik semesta yang dari tadi murung

"Masalah apa ta?", tanya mahendra mendahului vano, "enggak papa", namun ucapannya berbeda dengan raut wajahnya sekarang

"Halah taik ngomong cepet", kesal harsa yang tak suka melihat wajah semesta yang di lipat layaknya kain, "jafan", ternyata tembakkan mereka benar

Jafan yang tak lain adalah ayah kandungnya itu membuat ulah lagi, jujur ia tidak habis pikir mengapa bundanya masih sanggup dengan lelaki gila seperti itu. Jika saja ia bisa menjadi bundanya dalam beberapa jam mungkin ia sudah menceraikan dan melaporkannya atas tindak kdrt selama bertahun tahun

Namun entah mengapa setiap semesta ingin melakukan itu bundanya selalu memohon mohon agar ia berhenti untuk melaporkan ayahnya sendiri yang memang memiliki sifat brengsek itu

Semesta mendongakkan kepalanya agar bisa melihat langit yang cerah kala itu, matanya tertutup satu ketika sinar terang matahari tak sengaja mengarah ke arah mata kanannya. "Kapan bunda gw bebas?", ucapnya dengan nada penuh arti

"Ada masa dimana lo bebas, begitupun bunda lo, sa.", ujar Mahendra memberikan sedikit dorongan semangat. Harsa merangkul pundak yang tengah berada di fase lelahnya itu kemudian menyandarkan kepala semesta di pundaknya

"Sa, lo harus kuat dong. Bukannya kita mau sukses bareng bareng?", semesta tersenyum kecut mendengarnya, ada rasa mengganjal di hatinya jika mereka sedang membahas masa depan

"Bener kata harsa, semesta yang gw kenal gak gampang nyerah gitu aja kan", vano ikut memberikan motivasi pada temannya itu

Lelaki bersurai coklat itu memejamkan matanya, hembusan nafasnya keluar secara perlahan dengan sangat teratur. Semesta kini tengah membayangkan kehidupan nya nanti, dimana ia sukses dan berhasil membalaskan dendamnya kepada ayahnya jafan yang selama ini terus mengekang mereka berdua

Impiannya sangat mudah, ia mengambil cita cita yang bisa membuatnya menjadi orang berguna dan menegakkan keadilan bagi yang tersakiti. Kini negaranya sangat krisis akan keadilan, semuanya hanya tergantung harta, fisik, maupun jabatan dan sebagainya. Ia ingin menjadi jaksa. Maka dari itu ia harus bertahan untuk menunggu dimana bundanya akan bebas

"Lo tau ga?", gumamnya yang membuat ketika temannya menjawab 'tau apa'

"Gw kentut", mendengar itu sontak ketika temannya mengendus dan benar saja bau telur busuk mulai menyerang penciuman mereka

"SEMESTA BAJINGAN", Teriak jaemin sambil menahan makanan yang ia makan sebelum sekolah agar tidak keluar

"Lo makan apa sa?", Vano menutup hidungnya agar tidak mencium bau kesetanan itu. Begitupun Mahendra, pria yang memang dingin (terkecuali pada ketiga temannya) itu berdiri sedikit menjauh sambil tertawa cekikikan melihat vano dan harsa yang tersiksa karena sempat mencium,

evanescent - lee Haechan  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang