the morning after

484 79 2
                                    

jeno tidak kembali.

yeji membuka matanya dan meraba perutnya dengan gugup mencoba memastikan apakah masih ada kehidupan di dalam sana.

ia menghembuskan napas lega, bayinya baik-baik saja untuk saat ini.  tidak ada anggota tubuhnya yang terluka atau bahkan rusak. semuanya baik-baik saja, untuk saat ini.

kepalanya terasa berat, ia baru saja tertidur setelah bertengkar hebat dengan kekasihnya. tidurnya pun tidak terlalu nyenyak karena rasa takut yang menggerogoti relung hatinya. ia tidak berbohong kalau ia benar-benar ketakutan.

ketakutan yang sama seperti yang ia rasakan. hanya bedanya, sekarang ia lebih takut dengan kekasihnya daripada orang tuanya.

yeji yakin seratus persen ia bisa melawan orang tuanya demi bayi yang ada di kandungannya, tapi ia tidak pernah yakin untuk melawan jeno. jeno, satu-satunya orang yang menjadi sumber ketakutannya di dunia ini untuk saat ini.

yeji terbangun dengan  perlahan, membereskan pecahan-pecahan testpack yang dihancurkan oleh jeno agar tidak terinjak, membuangnya di tempat sampah  dan memilah mana yang masih bisa ia selamatkan sebelum meletakannya di laci kamar.

ia berdiri di depan cermin kaca besar yang ada di kamar mereka. ia masih mengingat malam terakhir ketika jeno menciumnya dan memujinya cantik layaknya seseorang yang berharga di dunia ini.

yeji mengangkat piyamanya, melihat perutnya yang masih terlihat datar namun ada seseorang di dalam sana yang tengah berjuang untuk hidup, dia tidak tahu berapa usianya tapi ia pasti masih sangat kecil disana.

tangannya terulur untuk mengusap usap pelan perutnya. ia tersenyum tipis, membayangkan perutnya akan membesar dan ada seseorang yang mirip dengan jeno tumbuh disana. iya, dia berharap anaknya yang pertama akan mirip dengan sang ayah, kecuali emosinya, dia tidak berharap hal itu.

belum sempat ia membayangkan hal yang menurutnya cukup mustahil, ia berlari ke kamar mandi karena rasa mual yang mendera di perutnya.

dengan susah payah ia mencoba mengeluarkan isi perutnya yang sebenarnya sia-sia, tidak ada yang keluar disana selain cairan. yeji merosot dan terduduk di lantai di samping kloset sambil memegangi rambut panjangnya, masih mencoba meredakan mual yang terasa di tubuhnya.

"if the baby hurts you, just kill the baby"

yeji yang tengah menyandarkan kepalanya di kloset sambil tertunduk mendongakan kepalanya. ia bisa melihat jeno tengah berdiri menjulang di pintu kamar mandi. tatapannya datar, menatap sebal ke arah perutnya, dengan kedua tangan disaku celana olahraga berwarna abu-abu miliknya.

"no, please, no. gue baik-baik aja" yeji menggelengkan kepala walau keadaan tubuhnya tidak berkata demikian. jeno mengangkat bahu, menunjuk pintu dengan dagu. "gue mau mandi, minggir" usirnya ketus.

yeji yang tidak mau memperpanjang urusannya dengan jeno yang masih emosi itu lantas bangkit dengan terhuyung-huyung, tentu saja ia lemas karena ia harus memuntahkan isi perut yang bahkan tidak ia isi.

ia berjengit ketika jeno membanting pintu tepat didepannya. sudah dibilang, jeno yang tengah emosi itu menakutkan.

karena tidak mau membuat mood jeno menjadi lebih buruk, ia bahkan seharusnya berterima kasih karena jeno masih memberikannya kesempatan hidup pada pagi hari ini, ia melangkah keluar dari kamar.

snowy sedang menikmati sarapannya, pasti jeno yang memberikan makan kepada husky yang tengah makan dengan lahap. yeji melangkah menuju dapur, tidak ada yang bisa dia masak disini selain karena kemampuan memasaknya yang buruk, mereka berdua juga terbiasa untuk memakan masakan yang dibeli atau makanan instan untuk berjaga-jaga.

Loving Living Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang