jeno duduk di sebuah sel sendirian. kepalanya tertunduk dengan tudung hoodie miliknya yang masih terpakai. kepalanya sesekali ke depan karena rasa mengantuk yang ia alami.
ia hanya berada di sel ini sendirian
mulanya, dia memiliki empat teman di dalam sel nya. mereka bertubuh dua kali lebih besar daripada jeno namun begitu kedatangan jeno kemari, mereka mengkerut.
jeno tidak tahu mengapa mereka takut kepada jeno padahal jeno masuk ke sel ini sambil menguap dan mengantuk karena harus duduk di ruang interogasi selama puluhan jam.
namun jeno mengetahui setelahnya kalau berita kedatangan dirinya tersebar hingga seluruh warga rumah tahanan ini bahwa pembunuh berantai akan datang dan untungnya itu membuahkan hasil kepada jeno. dia tidak harus berinteraksi dengan manusia yang menganggap dirinya remeh.
jeno terpaksa bangun dan menegakkan kepalanya ketika pintu sel nya digedor dan dibuka. ia menatap tajam siapa yang berani-beraninya mengganggu tidurnya.
sipir yang bertugas nampak gugup ketika jeno menatapnya tajam. "makan malam" ujarnya berusaha menormalkan suaranya, namun jeno masih tidak mengalihkan pandangannya dari sipir yang bertugas.
jeno menghembuskan napasnya kedua tangannya masih di borgol. padahal dia tidak akan kemana mana kenapa mereka harus repot-repot memerangkap dirinya segitu nya, sih?
"boleh minta plastik?" jeno bertanya kepada seorang yang menyediakan makanan bagi dirinya. merasa ditatap oleh jeno, wanita di depannya dengan gugup memberikan dua lembar plastik untuk jeno.
jeno melangkah dengan membawa nampan yang isinya berupa makanan yang tadi ia ambil. telur rebus, oseng kangkung, dan sambal. namun ia hanya mengambil telur rebus sebanyak tiga buah dan nasi tanpa di protes.
ia tidak tahu seberapa besar berita dirinya disini sehingga orang-orang takut kepada dirinya padahal dia di rumah adalah bapak rumah tangga yang bau bedak bayi yang sering diompoli anaknya.
berbicara tentang anaknya, ia sedikit menyesal karena tidak bisa bertemu dengan mereka begitu mereka lahir di dunia. pasti mereka masih sangat kecil karena harus lahir ketika usianya delapan bulan di kandungan.
"oh, lo yang katanya pembunuh berantai itu ya?" jeno yang hendak melapisi sendoknya dengan plastik harus menoleh ketika ada seorang pria dengan usia tiga puluh tahunan dengan luka melintang di pipinya bertanya dengan sinis.
jeno tidak peduli, ia mulai mengupas telur dengan plastik satunya tanpa memerdulikan mereka yang sekarang berdiri dengan congkak di hadapannya seolah mereka adalah segalanya dan jeno hanya seonggok sampah.
"gue ragu kalau lo si pembunuh legend itu. muda begini?" jeno memejamkan matanya ketika nampan makanannya dilempar keluar dari meja. bunyi nampan besi dengan keramik terdengar sangat nyaring hingga menarik perhatian semua narapidana yang ada di ruang makan.
"gue laper. jangan ganggu gue" jeno berujar sambil memegang telur rebusnya yang tinggal satu. satu satunya benda berharga yang bisa mengisi perutnya malam ini.
"wah, berani amat nih bocah"
pekikan tertahan terdengar saat leher hoodienya dicengkeram membuat jeno mendongak. "gue laper" jeno berujar lirih namun berhasil membuat orang-orang yang ada disana bergidik.
jeno memejamkan matanya saat pipinya terkena tinjuan. beruntung dia memakai masker sehingga tidak terlalu terlihat luka akibat tinjuan yang membuat wajahnha tidak tampan lagi.
karena kesal dan ingin membela diri, jeno menggenggam telur di tangannya yang sudah dikupas kemudian dengan sekali ayunan telur utuh itu masuk ke dalam mulut pria di depannya sebelum menendang dadanya dengan keras hingga membuat telur itu tertelan bulat bulat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving Living
أدب الهواةHidup Javier dan Natasha berubah setelah mereka berusaha untuk menjauh dari 'pekerjaan' mereka tepat pada waktunya. Namun, apakah hidup normal bagi mereka bisa didapatkan?