Setelah pulang dengan tangan kosong beberapa pekan lalu, Alsya dan Ghazi memilih puasa dari pertandingan untuk beberapa saat. Mereka kini difokuskan untuk berlatih lebih dalam dulu. Soal-soal saat di Jakarta kemarin menjadi salah satu tolak ukur bagi mereka. Hal-hal yang kala itu tidak dipahami, mereka laporkan ke pengajar agar dapat dipelajari lebih lanjut. Intinya, Alsya dan Ghazi sedang dipersiapkan untuk menjadi pasangan yang lebih matang.
Puasa dari pertandingan itu berlangsung selama satu bulan. Setelahnya mereka diikutsertakan pada sebuah pertandingan berskala nasional di Padang, Sumatera Barat. Bersama dengan seorang pembimbing bernama Pak Heri, mereka berangkat ke kota tujuan H-2 sebelum pertandingan.
Sesampainya di tempat, Pak Heri lebih dulu menjumpai panitia acara untuk meregistrasikan nama anak-anaknya. Barulah setelah itu, mereka menuju ke gedung penginapan yang juga sudah ditentukan oleh panitia. Rata-rata pembimbing siswa mendapat kamar di lantai satu. Untuk Alsya dan Ghazi mendapatkan lokasi di lantai dua. Suatu syukur yang patut dipanjatkan, kamar Alsya dan Ghazi berhadapan. Jadi, tidak terlalu jauh jaraknya jika antara mereka ada sesuatu yang dibutuhkan.
Satu kamar diisi oleh tiga siswa, ini berlaku baik untuk putra dan putri. Teman sekamar Alsya merupakan putri perwakilan Provinsi Sumatera Utara dan Sulawesi Tengah. Keduanya tiba lebih dulu daripada Alsya. Malam itu, mereka saling berkenalan. Merajut cerita dengan teman-teman baru yang datang dari pulau berbeda. Membentuk secercah kenangan pada pertemuan yang tak akan lebih dari tiga hari ini.
Keesokan harinya, jadwal anak-anak ini masih kosong. Masih ada sisa waktu sebelum pertandingan yang dapat mereka gunakan untuk melakukan apapun. Beberapa peserta ada yang jalan-jalan di sekitaran kota. Ada pula yang hanya memilih rebahan di kamar, dan lain sebagainya. Alsya bersama dua teman sekamarnya memilih untuk tetap tinggal di asrama. Mereka sedang ada di kamar dan mengemasi peralatan untuk pertandingan besok.
Pintu kamar mereka biarkan terbuka agar angin bisa ikut masuk ke ruangan itu. Kipas angin memang tersedia, tapi angin alami sangat dibutuhkan untuk mengurangi hawa panas. Dua teman Alsya duduk di sudut dalam kamar, sedangkan Alsya tepat berada di tepi pintu.
Sedang fokus memilah beberapa pulpennya, Alsya merasa cahaya yang sejak tadi menerangi dirinya, kini terhalang oleh sesuatu. Secara perlahan, ia pun mendonggak ke atas. Dirinya dikejutkan dengan berdirinya seorang pria bermuka santai di depan pintu itu.
"Ngapain lo?" Tanyanya sambil memperhatikan barang-barang Alsya. Kedatangannya turut menyita perhatian kedua teman Alsya lainnya.
"Ngagetin aja jadi orang," protes Alsya akan kehadirannya yang tiba-tiba. "Lagi beresin bawaan buat besok," sambungnya menjawab pertanyaan lelaki itu.
Alsya kembali menunduk dan memasukkan semua pulpen pilihannya ke dalam kotak pensil. Sadar bahwa penghalang cahayanya ini belum pindah, Alsya mendonggak kembali.
"Lo sendiri mau kemana? Kok udah pakai badname?" Ia memperhatikan kalung pengenal di leher sang lelaki. Identitas itu biasanya dipakai jika mereka ingin keluar dari lingkup penginapan.
"Mau ke seberang bentar, beli cemilan. Lo mau nitip nggak?" Tujuan utamanya menyambangi kamar Alsya adalah untuk pertanyaan kedua.
"Hem ..." Alsya tampak berpikir. "Nggak dulu deh, gue ada bawa jajanan dari sana."
"Oke. Gue pergi dulu," pamitnya kemudian berlalu pelan.
"Hati-hati, Ji," seru Alsya agak keras karena jarak mereka yang tak lagi berdekatan. Ya, benar, yang baru saja datang adalah partner-nya, Ghazi.
"Ke bawah doang pakai hati-hati. Siapp," jawab Ghazi asal diiringi dengan senyuman tengilnya. Beberapa detik kemudian, dirinya sudah tidak terlihat karena sudah mulai menuruni tangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐈𝐍𝐓𝐀𝐍𝐆 𝐃𝐇𝐀𝐍𝐀
FantasyIni bukan namanya, tapi tentang sesuatu yang identik dengan dirinya. Ini perihal bintang sagitarius, yang dalam kebudayaan Indonesia disebut Lintang Dhana. Seseorang pemegang busur dan anak panahnya adalah lambang legenda dari rasi bintang tersebut...